Share

Suci keluar dari rumah

Suci yang hanya mengenakan selimut, melepaskan pelukan Anita. Dengan suara lembut ia menghibur Anita, "Jangan menangis, Anita. Semoga kamu tak pernah merasakan apa yang aku rasakan. Maafkan aku jika selama disini aku pernah melakukan kesalahan kepadamu. Aku akan pergi sekarang. Jaga dirimu baik-baik, sahabatku."

Anita, meskipun terisak, mencoba tersenyum pada Suci, "Suci, aku tahu ini bukan salahmu. Kamu pantas mendapatkan kebahagiaan. Pergilah, raihlah kebahagiaanmu di dunia yang baru di sana."

Walaupun Suci sangat menderita, melihat Anita yang sedih seperti itu, hatinya kasihan. Ia tahu selama ini Anita selalu jahat padanya, tetapi bagaimanapun juga, Anita pernah menjadi sahabatnya saat SMA dulu. Entah kesalahan apa yang dilakukan Suci padanya hingga Anita ikut-ikutan keluarganya membenci Suci.

Tangis Anita semakin menjadi-jadi seakan tak rela Suci pergi. Tapi ia mendukung Suci untuk meninggalkan rumah yang seperti neraka ini. Agar Suci bisa menemukan kebahagiaannya sendiri di luar sana.

Bagas dan Farida, yang berdiri di belakang, hanya bisa menyaksikan mereka berdua dengan perasaan aneh. Mereka bingung mengapa tiba-tiba Anita berperilaku baik pada Suci. Padahal selama ini Anita selalu ada di kubunya. Tapi kali ini mengapa Anita malah berpihak pada Suci.

Bagas berbisik pada Farida, "Apa yang terjadi dengan Anita, Bu? Kenapa dia seperti itu?"

"Aku tidak tahu, Bagas. Tapi yang pasti, sesuatu yang aneh terjadi di sini." Jawab Farida dengan mengangguk kebingungan.

"Apa Suci akan benar-benar pergi, Bu? Terus bagaimana nasibku?" Tanya Bagas dengan frustasi.

"Tidak mungkin dia meninggalkanmu. Kalau memang Suci niat menggugatmu, ia sudah melakukannya sejak awal. Kenapa baru sekarang. Kita harus menyelidiki. Sebenarnya apa niat wanita menyebalkan itu hingga berbuat nekat seperti ini."

Farida dan Bagas sedang berdiskusi sendiri. Tapi Suci sama sekali tak menghiraukannya. Sebenarnya mereka memang ingin Suci hilang dari kehidupannya. Tapi Bagas sadar, melepaskan Suci berarti membuang sebuah tambang emas. Sedangkan Farida takut jika Suci tak ada ia akan kerepotan mengurus rumah. Karena selama ini Sucinya yang mengerjakan semua tugas rumah seperti pembantu.

Suci pun akan pergi, wanita malang ini terusir dari rumahnya sendiri. Rumah yang diberikan orang tuanya untuknya. Tapi bisa-bisanya Bagas mengklaim bahwa rumah ini miliknya. Padahal di sertifikat rumah, dengan jelas tertulis nama Suci di dalamnya sebagai pemilik yang sah. 

Tanpa membawa apapun, Suci berjalan keluar pintu, meninggalkan Bagas, Farida, dan Anita dalam keheningan.

Tantri mendekati Suci dan berkata, "Kita pergi sekarang, Suci. Aku akan menemanimu."

Suci hanya mengangguk. Dan mereka berdua berjalan keluar.

"Suci, apa kamu yakin kamu akan pergi? Apa kamu sudah yakin bisa hidup tanpaku, tanpa uangku? Kamu tidak bekerja. Bagaimana mungkin kamu bisa hidup. Bersujudlah di kakiku. Hapus video itu. Aku akan memaafkanmu dan kita akan hidup bahagia lagi." Bujuk Bagas yang berlagak seperti manusia tanpa dosa. 

Suci sama sekali tak menggubris bujuk rayu Bagas. Ia malah jijik mendengarnya. Bisa-bisa Bagas meminta Suci untuk bersungkur di kakinya. Padahal ia lah yang bersalah. Dari itu semua, Suci semakin yakin keputusannya untuk mengakhiri rumah tangganya adalah hal yang terbaik.

"He wanita sial, jangan sok jual mahal kamu. Aku yakin tidak sampai seminggu kamu juga balik kesini. Mohon-mohon ke anakku untuk rujuk. Dasar munafik. Kita lihat saja. Berapa lama kamu bisa hidup sendiri di luar sana?" Imbuh Farida dengan suara keras. 

"Dasar wanita budek. Apa kamu tidak mendengar kata-kataku? Aku pastikan kamu akan menyesal meninggalkan anakku." Tambah Farida lagi

Tapi lagi-lagi cemoohan itu tak bisa menghentikan langkah Suci. Ia tetap melangkah tanpa goyah sedikit pun. 

Sebenarnya, Suci tidak menginginkan kebebasan untuk dirinya sendiri dari KDRT yang selama ini ia terima. Keputusan ini terpaksa ia buat juga untuk menjamin masa depan Fajar agar lebih indah. Karena Suci tahu, selama ini anaknya juga tertekan melihat dirinya selalu diperlakukan kasar oleh keluarganya sendiri. 

Suci ingin Fajar tumbuh dengan mental yang sehat. Oleh karena itu dengan berani mengakhiri hubungan ini. "Jika bukan sekarang, kapan lagi?" Kata Suci dalam hati.

Di depan pintu rumahnya, Suci berhenti sejenak. Matanya yang penuh dengan air mata memandang ke dalam rumah yang dulu ia panggil sebagai "rumah." Tidak mudah rasanya bagi Suci untuk pergi meninggalkan semua kenangan yang telah ia lalui meskipun kenangan itu menyakitkan. 

Tantri memeluk Suci, memberinya kekuatan dan dukungan yang sangat dibutuhkan. Setelah itu, mereka berdua pergi dengan mengendarai mobil Tantri, meninggalkan rumah yang pernah menjadi tempat kediaman Suci.

Di dalam mobil, Suci merenung, mencoba memikirkan rencana selanjutnya. Dia tahu bahwa masa depannya penuh ketidakpastian, tetapi dengan Tantri di sisinya, dia merasa lebih kuat dan siap untuk menghadapinya.

"Aku harus melindungi Fajar dan hak-hakku. Kita akan melalui ini bersama, Fajar." Suci meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia harus tetap semangat demi Fajar.

Tantri duduk di samping Suci, memberikan senyuman penuh harapan.

"Kita akan berjuang bersama, Suci. Kamu tidak sendiri. Ada aku yang akan menemani berjuang. Untuk keamananmu dan Fajar, serta untuk keadilan." 

"Tantri, terimakasih banyak. Entah apa yang bisa aku berikan untuk membalas semua kebaikanmu padaku."

"Cukup balas aku dengan senyuman. Dan jangan pernah menyerah. Aku akan pastikan kebenaran pasti akan menang."

"Bagas dan ibu bukanlah orang yang bodoh. Aku yakin mereka akan melakukan segala cara untuk menyakitiku lagi dan mencoba mengambil Fajar."

Tantri tertawa terbahak-bahak mendengar ketakutan Suci. "Suci percayalah padaku. Aku pernah berhadapan dengan orang yang 10 kali lebih licik daripada Bagas. Jadi kamu jangan khawatir. Kamu fokus saja ke Fajar. Soal Bagas, itu menjadi urusanku."

"Terus, apa yang harus aku lakukan untuk melawan Bagas?"

"Ceritakan saja padaku secara detail bagaimana kisah hidupmu bersama Bagas dari awal. Agar aku bisa mempelajarinya. Dan nantinya itu akan menjadi bahan untukku."

"Terimakasih Tan."

"Simpan saja Terimakasih mu itu untuk nanti saat kita menang di pengadilan. Sekarang kita ke rumahku dulu. Ganti bajumu. Mana mungkin kamu menjemput Fajar hanya dengan mengenakan selimut."

Akhirnya setelah sekian lama Suci bersedih, baru kali ini ia bisa tersenyum kembali. 

Mobil mereka melaju menjauh dari rumah yang dulu dihuni Suci bersama keluarganya. Meskipun mereka tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, mereka memiliki satu sama lain sebagai dukungan, siap untuk menghadapi masa depan yang penuh perjuangan.

Tantri membawa Suci ke rumahnya terlebih dahulu sebelum mereka menjemput Fajar di sekolah. Suci memerlukan pakaian yang layak, jadi Tantri mengantarnya ke rumahnya. 

Saat sampai di rumah Tantri, Tantri kaget saat tiba-tiba ia melihat di rumahnya seperti ada orang. Pandangannya terarah pada seorang pria yang duduk santai di ruang tamu. Mata Tantri membesar, dan hatinya berdebar kencang.

"Ya Tuhan, siapa orang itu? Apa mungkin itu dia?" Tanyanya dalam hati.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status