“Besok aku akan menikahimu.”
Yavid mengucapkan kalimat itu tanpa beban. Sedangkan bagi Aleya menikah adalah hal yang menakutkan. Yang terbayangkan di pikirannya adalah siksaan yang akan ia terima setelah menikah.
“Be—besok? Sepertinya terlalu cepat.”
Aleya menelan salivanya. Ia ketakutan jika Yavid akan memperlakukannya sama seperti Jarvis. Menyiksanya.
“Lebih cepat, lebih baik, kan?” Yavid melirik ke Aleya.
Wajah Aleya terlihat pucat. Ia memang ingin membalaskan dendam kepada Jarvis dan keluarganya, tapi jika menikah dengan Yavid secepat ini, malah membuat keberaniannya kembali menciut.
“Ta—tapi, kamu seorang pimpinan perusahaan terbesar di Endosiana, aku rasa aku tidak pantas menjadi istri kamu,” Aleya menundukkan wajahnya.
Aleya sadar jika dirinya bukan lagi anggota keluarga Alvaro, juga bukan pemilik sebuah perusahaan. Walaupun menikah dengan seorang pemimpin perusahaan, ia tidak yakin bisa melawan musuhnya.
“Aleya, dengarkan aku!” Yavid menatap Aleya dengan serius, “aku yang menentukan siapa yang akan menikah denganku. Aku tidak suka dengan mental lemah seperti ini.”
Aleya terdiam mendengar ucapan Yavid yang mencoba meyakinkan dirinya.
“Tapi aku hanyalah orang kecil, aku bukan lagi anggota keluarga Alvaro.”
Aleya kembali meneteskan air matanya. Yavid duduk menghadap ke Aleya.
“Dengar! Kamu harus seperti jarum! Kecil, tapi ketika menusuk akan sangat menyakitkan. Ikuti saja rencanaku.”
Ucapan Yavid membuat Aleya tertegun. Kenapa sekarang Yavid terdengar seperti seorang motivator? Yavid masih menatap Aleya dengan serius.
“Ba—baiklah, aku akan mengikuti rencana kamu,” Aleya mulai yakin jika Yavid memang ingin menolongnya.
Senyum tipis terukir di bibir Yavid dengan kumis tipis di atasnya. Aleya menyaksikan senyuman pertama Yavid kepadanya. Rasanya sungguh aneh.
“Mulai sekarang kamu tinggal di rumahku.”
Yavid kembali duduk menghadap depan.
“Apa? Tinggal di rumah kamu? Lalu aku harus tinggal bersama Belina si wanita kasar itu?” Aleya terperanjat.
Tinggal berjauhan dengan Belina saja sudah membuatnya tersiksa, apalagi jika tinggal satu rumah.
“Bodoh! Aku sudah setahun tidak tinggal lagi bersama Verrel. Nenek sudah mengijinkan aku tinggal di rumahku sendiri.”
Yavid mengusap dahinya sendiri melihat kepanikan Aleya.
“Syukurlah.” Ujar Aleya sambil mengelus dadanya.
Sesampainya di mansion milik Yavid, Aleya menempati kamar pribadi yang luas dan mewah. Banyak bunga mawar merah menghiasi setiap meja. Wanginya sungguh menenangkan.
“Ini kamarmu. Semua pakaian sudah disiapkan di dalam lemari. Besok kita akan ke cacatan sipil.”
Jantung Aleya kembali berdebar mendengar ucapan Yavid.
“Ba—bagaimana jika ... kita menikah beberapa hari lagi. Aku ingin—.”
Belum juga Aleya menyelesaikan ucapannya, Yavid langsung memotong ucapan Aleya.
“Tidak bisa! Besok kita menikah!” ujar Yavid singkat sebelum meninggalkan kamar Aleya.
Yavid menutup kamar Aleya. Sedangkan Aleya masih berdiri mematung membayangkan nasibnya jika menikah dengan Yavid.
“Menikah dengan Jarvis saja aku selalu disiksa, dipukuli, ditampar. Sekarang aku harus menikah dengan pamannya demi membalas dendam. Apakah ini setimpal, Aleya?”
Aleya bersandar ke dinding dan perlahan ia duduk di lantai. Rasa cemas kembali menghantui hatinya.
“Apakah penyiksaan itu akan terulang?”
Ia masih ingat betul bagaimana Jarvis secara tiba-tiba menamparnya, memukulnya bahkan menarik rambutnya hingga tubuhnya tersungkur. Tangannya menyentuh benda dari dalam saku cardigan. Aleya mengambil benda dari dalam sakunya. Obat depresan yang selama ini ia konsumsi.
“Aku ingin bersama ibu, aku lebih baik menyusul ibu,” Aleya menangis sedih karena tiba-tiba terpikirkan mengakhiri hidupnya dan bertemu dengan ibunya di alam surga.
Aleya mengeluarkan enam pil sekaligus dan meminumnya secara bersamaan. Tidak lama kemudian tubuhnya gemetar hebat, kini tubuhnya tergeletak di lantai. Dari mulutnya keluar air liur perlahan kesadarannya mulai menurrun.
“I—ibu,” ucap Aleya lirih.
Tubuhnya masih gemetar di lantai rasa sakit di kepalanya begitu hebat, hingga akhirnya seorang pelayan menemukannya dan berteriak sekencang mungkin meminta bantuan.
“Aaa, siapapun! Tolong! Tolong!”
Rita berteriak setelah melihat kondisi Aleya.
“Ada apa?”
Yavid masuk ke dalam kamar Aleya sambil terengah-engah karena berlari dari lantai satu menuju ke lantai dua.
“Nyonya Aleya ...” Rita menunjuk ke arah Aleya.
Yavid terkejut dan panik melihat keadaan Aleya yang tergeletak di lantai dengan kondisi lemas kedua matanya terpejam, tapi tubuhnya masih gemetar. Yavid segera menggendong tubuh Aleya.
“Siapkan mobil, aku akan membawanya ke rumah sakit. Rita, kamu ikut denganku!”
Pelayan yang menemukan tubuh Aleya tersebut mengangguk dan mengikuti langkah Tuannya.
Wanita muda yang dicengkeram oleh Belina terlihat tidak gentar dan malah balik menyerangnya dengan mengarahkan tangan kanannya ke leher Belina.“Aku tidak akan tinggal diam, kamu yang memulai.” Tatapan Aleya begitu tajam, sehingga menghadirkan rasa takut di hati Belina untuk pertama kalinya.Semakin Belina melawan, Aleya malah memperkuat cengkeraman tangannya di leher mantan mertuanya tersebut.Belina terlihat sesak, cengkeraman tangannya juga mulai melonggar.“Nyonya, lepaskan. Nyonya besar bisa meninggal,” ujar Rita yang khawatir dengan keselamatan Belina.“Nyonya!” teriak Rita yang mulai putus asa, melihat Belina semakin lemas. Ketika para penjaga akan membantu, Aleya melepaskan cengkeramannya. Tubuh Belina terkulai lemas di lantai.“Uhuk...uhuk...” Belina terbatuk-batuk karena saluran napasnya sempat terhambat oleh cengkeraman tangan Aleya.Belina ingin berteriak, tapi suaranya tercekat.“Bagaimana rasanya hampir mati? Bukankah kamu menikmatinya?” tanya Aleya sambil mengukir senyu
“Nyonya, kenapa Anda mengacuhkan Olivia? Dia berteriak terus.”Rita terlihat cemas dengan sikap Aleya yang terkesan hanya mengambil informasi darinya tanpa memenuhi janjinya.“Kalau dia capek nanti berhenti sendiri. Biarkan saja,” sahut Aleya tanpa menghentikan langkahnya.“Tapi keluarganya ...” belum juga menyelesaikan kalimatnya, Rita di buat terkejut ketika Aleya menghentikan langkahnya secara tiba-tiba.“Aku sudah atur mengenai perlindungan keluarga Olivia. Bahkan sebelum bicara dengannya, aku sudah memindahkan keluarganya ke tempat yang aman.” Aleya menjelaskan tanpa menoleh.Mendengar penjelasan dari Aleya, membuat Rita bernapas lega. “Syukurlah. Aku yakin pikiran Olivia tidak akan tenang dengan ancaman dari orang yang menjadi dalang semua ini.”Aleya membalikkan badannya, sekarang dia berhadapan dengan Rita.“Aku lapar, kita mampir ke restoran dulu ya.” Aleya tersenyum, tapi Rita cemberut.“Iya, tapi tidak perlu ngagetin begitu, kan?” Rita sadar jika majikannya tersebut sedang
“Nyonya, aku mendapatkan laporan dari anak buahku di banker.”Gavin menghampiri Aleya untuk memberitahu informasi yang diterimanya dari anak buahnya.“Apa informasinya?” Aleya penasaran dengan informasi yang maksud.“Olivia terpaksa melakukan perintah dari seseorang, karena jika tidak melakukan perintahnya, maka keluarganya akan celaka.”Gavin menjelaskan informasi yang didapatnya dengan wajah serius.“Siapa orang yang memerintahnya?” Aleya semakin penasaran.“Olivia tidak mengenal wanita ini, karena waktu bertemu wajahnya tertutup hoodie.”“Bagaimana dia tahu kalau wanita itu bisa mencelakai keluarganya kalau tidak tahu siapa wanita itu,” Aleya mulai kesal dengan informasi dari Olivia yang hampir membuat rumah tangganya dengan Yavid menjadi hancur.Gavin menghela napas panjang, “Adik kandungnya yang baru pulang sekolah dipukuli oleh orang yang tidak dikenal dan wanita itu mengaku jika pemukul itu adalah orang suruhannya. Sebenarnya Olivia pernah menolak perintah wanita itu, makanya t
“Ja-jadi semua efek yang kamu rasakan ini karena obat perangsang?”Tanya Aleya di tengah desahan yang terus keluar dari mulutnya ketika kecupan Yavid yang membuatnya ikut terangsang. Yavid hanya mengangguk dan terus menyentuh area sensitif Aleya yang terus membuatnya mendesah.Sedangkan Agus berusaha tetap konsentrasi mengemudi dengan kecepatan tinggi agar cepat sampai ke rumah. Sesampainya di rumah, Agus segera membukakan pintu mobil dan berdiri menundukkan wajahnya.Yavid yang sudah membuka jas dan sebagian kancing kemejanya, keluar dari mobil sambil menggendong Aleya. Keduanya saling berpagutan bibir tanpa menghiraukan keadaan sekitar.“Sayang, tahan dulu,” ujar Aleya yang berhasil melepaskan kecupan suaminya tersebut.Namun, hasrat Yavid tidak terbendung lagi. Ia kembali mengecup bibir istrinya tersebut sambil menuju ke kamarnya.Bahkan Wanda yang berdiri dan berniat menanyakan keadaan majikannya dibuat mematung. Kedua majikannya melewatinya begitu saja, seolah dirinya tidak terli
“Tuan, saya berhasil menangkap wanita ini.”Rita masuk sambil membawa wanita yang bernama Juni dengan tangan yang di ikat oleh syal yang sebelumnya di gunakan oleh Rita di lehernya.Semua orang menoleh ke arah Rita dan wanita yang ditangkapnya. Dari kartu nama yang menggantung di lehernya, wanita tersebut bernama Juni.“Siapa yang menyuruh kamu?” tanya Yavid dengan suara yang menggelegar, membuat semua orang yang ada di sana ketakutan, termasuk Aleya.Namun, bukannya menjawab, Juni malah berteriak histeris lalu menangis. Bahkan Rita yang sedari tadi memeganginya kewalahan karena tubuhnya terus meronta dan teriakannya membuat situasi jadi menegangkan. Hingga akhirnya Rita memberikan bogem mentah ke wajah Juni hingga wanita muda itu pingsan.“Rita, kenapa kamu membuat dia jadi pingsan?” tanya Yavid yang semakin kesal.“Ma-maaf, Tuan. Jika mengamuk seperti ini terus, percuma saja kita interogasi. Malah teriakannya akan membuat semua pegawai menjadi panik.”Rita menjelaskan tindakannya t
“Yavid ada di mana sekarang? kita harus segera menemuinya.”Aleya terlihat panik ketika bertanya kepada Gavin. Bukan hanya Aleya yang panik, Rita juga ikut mencari wanita yang ia lihat di toilet lobby.“Tuan ada di ruang Seroja, beliau ada jadwal bertemu dengan seorang yang ingin bergabung dengan perusahaan Leopard.”Gavin menjawab pertanyaan dari Aleya, lalu ia menyimpan tumpukan dokumen di atas meja resepsionis, kemudian kembali bertanya kepada Aleya dan Rita.“Ada apa?”“Tadi aku mendengar seorang wanita sedang merencanakan memberikan minuman yang sudah dicampur obat kepada seseorang di ruang seroja,” jawab Aleya.Mendengar jawaban majikannya, Gavin seketika membulatkan kedua matanya.“Astaga, Tuan,” ujarnya, kemudian ia berlari ke ruang seroja.“Kalian berdua ikut aku!” Aleya menunjuk kedua penjaga untuk ikut dengannya.Aleya dan Rita mengikuti langkah Gavin, kedua penjaga ikut berlari di belakang Aleya.Gavin langsung membuka pintu ruang seroja, hal tersebut membuat Yavid dan seo