Frans mulai paham apa maksudnya, begitu pula dengan Siska. Mereka berdua menatap Maxime di sebelahnya.
"Siapa wanita ini dan ada hubungan spesial apa kalian?" ujar Siska, ketus. Suasana rumah mulai tidak enak, Siska meminta jawaban dari putranya atas apa yang sudah terjadi. "Kamu kenal dekat dengan dia, Maxime?qissssssw Maxime terdiam. Pada akhirnya dia menjawab dan menjelaskan sedikit mengenai kejadian malam itu yang dianggap sebagai kecelakaan. Maxime mengatakan bahwa Arabel adalah rekan kerjanya di kantor. Namun, malam itu Maxime mengajak Arabel ngedate di sebuah club. Di sana terjadi hal yang tidak diinginkan dan Arabel hilang kesuciannya untuk pertama kali. "Itu artinya, kau dan gadis ini...." Siska hampir marah besar. Namun, Frans menghalangi. Di satu sisi, Arabel tidak tinggal diam untuk terus meminta tanggung jawab dari keluarga Frans atas apa yang sudah dilakukan putra mereka terhadapnya. "Saya mohon tanggung jawab. Ini anak Maxime, ini darah dagingnya." Siska meredam amarahnya. Dia meminta Arabel meyakinkan dirinya jika anak dalam kandungan Arabel benar-benar darah daging Maxime. "Buktikan padaku jika itu memang anaknya Maxime. Bagaimana caranya saya bisa percaya? Banyak wanita yang ingin dinikahi putra saya, bisa saja kamu membuat cerita yang bukan-bukan." Siska menuduh. "Mohon maaf, Nyonya. Saya tidak akan membuang-buang waktu untuk melakukan ini semua jika Maxime tidak ada hubungannya dengan saya. Ini adalah anaknya dan dia yang sudah melakukan." Pembicaraan dibuat lebih rileks. Frans yang ambil alih bicara. Laki-laki paruh baya itu bertanya lagi kepada Arabel tentang hubungannya dengan Maxime. Arabel menceritakan dengan sangat runtun, dia juga mengaku jika kejadian malam itu tanpa kesengajaan bersama. Mereka sudah berada di bawah pengaruh minuman memabukkan, sehingga menyebabkan hal buruk terjadi. Walaupun begitu, Siska tidak mau mengalah. "Ini salahmu sebagai seorang perempuan. Kenapa kau tidak bisa menjaga diri? Ini akibatnya," bentak Siska. Dia marah-marah. Merasa nama baik keluarganya tercoreng akan adanya peristiwa ini. "Sudah, mama jangan emosi, nanti sakit." Frans mengayomi istrinya. Mereka terdiam semua. Keluarga Frans meminta waktu setengah jam untuk berbicara rahasia, mereka harus berunding dalam menemukan keputusan. Setengah jam kemudian, Siska kembali bersama Frans. Mereka memasang wajah datar dan menghampiri Arabel yang masih duduk di sofa. Arabel sudah berdoa supaya mendapatkan keadilan atas anaknya. "Oke. Saya sudah menemukan keputusan untuk masalah kamu ini." Siska buka obrolan kembali. Maxime terima beres. Dia hanya diam dan menunggu jawaban mama serta papanya. "Besok kamu dan Maxime akan menikah. Kamu menginap malam ini di sini, karena besok adalah hari bahagia yang ditunggu-tunggu." Arabel melebarkan matanya. Dia senang mendengar jawaban Siska yang dari awal sangat diharapkannya. "Apakah Nyonya serius? Tuan serius?" tanya Arabel. Siska tersenyum miring. Dia melipat tangannya di dada, kemudian melangkah ke arah jendela. "Kamu akan menikah dengan putra saya, putra semata wayang keluarga Frans yang kaya raya. Tapi, ada syaratnya." Arabel mengerutkan keningnya. Senyumnya hilang. "Syarat apa itu, Nyonya?" tanya Arabel dengan polos. "Kontrak pernikahan. Pernikahan itu hanya akan berlangsung selama sekitar sembilan bulan sampai anak itu lahir. Pernikahan kamu dengan Maxime akan cerai setelah lahirnya anak. Kamu tidak perlu khawatir karena saya akan menangani semua urusannya." "Pernikahan tidak boleh dipermainkan karena itu sakral. Arabel dengan tegas menolak tawaran Siska. "Tidak maukah kamu melakukan ini? Kamu ingin anakmu lahir tanpa ayah? Bagaimana jika keluarga kamu mengetahui bahwa kamu hamil di luar nikah? Mereka pasti malu, dan mungkin tidak akan mengakui kamu lagi sebagai anak!" jawab Siska sambil tersenyum licik. "Ada benarnya juga ucapan Siska. Ayah punya penyakit jantung. Gimana kalau sampai Ayah tahu? Aku gak mau keluargaku tahu soal ini," batin Arabel. "Saya akan mengikuti semuanya. Tapi, Nyonya, tolong jangan beritahu keluarga saya soal ini," kata Arabel dengan terpaksa menerima perjanjian itu adalah satu-satunya pilihan yang ada. Siska dan Frans pergi bersama. Arabel terpelongo di tempat dalam keadaan sakit. Rasanya sesak saat pernikahannya dijadikan permainan semata keluarga kaya raya. *** Saat hari pernikahan tiba, Arabel dan Maxime resmi menjadi sepasang suami istri, seperti yang dilakukan orang lain di sana. Keluarga Frans mengadakan pernikahan yang sangat mewah di sebuah hotel mewah. Arabel sangat senang. Dia sangat bersyukur karena Maxime menerima anaknya dan kehamilannya tidak sia-sia. Arabel percaya bahwa ini akan mengubah hidupnya dan meningkatkan status sosialnya. Nanti Arabel akan merasakan bahwa menjadi Nyonya adalah impian setiap wanita. Gelar nyonya Maxime sudah di depan mata dan Arabel tidak sabar akan hal tersebut. "Kamu terlihat sangat tampan hari ini, Maxime," puji Arabel dengan senyuman. "Terima kasih." Maxime membalasnya acuh tak acuh. "Kamu kenapa tidak semangat dengan pernikahan ini? Bukannya semua ini karena salahmu?" kata Arabel. Dia mengorek kejadian itu lagi. "Harusnya kamu juga sadar, menjadi seorang perempuan harus jaga diri baik-baik. Paham?" balas Maxime. Keributan kecil terjadi. Selain itu, para tamu undangan secara rahasia berbicara tentang Arabel, mengatakan. "Wanita itu dulunya asisten pribadi Pak Maxime di kantor, tampak dia biasa saja, dan dari keluarga sederhana. Mungkinkah Pak Maxime ingin menikah dengan wanita yang tidak setara dengannya?" Keluarga Frans dan Arabel secara tidak sengaja mendengar sindiran dari para tamu undangan yang hadir. "Jika bukan karena memikirkan nama baik keluargaku, aku tidak mau menikah denganmu!" Maxime bisik di telinga Arabel, dan wanita itu langsung menjawab dengan sedih. Di pesta itu, banyak orang memberikan ucapan selamat kepada Maxime, termasuk mantan kekasihnya. Tidak sedikit orang yang bertanya tentang keluarga Arabel hingga mereka mendengarkan sindiran pedas. Beberapa dari tamu yang datang, menceritakan Arabel, heran dengan pernikahan yang tidak didatangi oleh keluarga mempelai wanita. Resepsi berjalan satu hari, malam harinya acara berakhir. Arabel dan Maxime terlihat turun dari singgasana pelaminan dan bersiap-siap pulang ke rumah untuk istirahat. "Puas kamu mencoreng nama baik keluarga kami?" tanya ketus Siska. Tidak ada siapa-siapa lagi di sekitar tempat, kecuali wedding organizer dan pengurus acara lainnya. "Maksudnya apa, Mah?" Arabel bingung. "Para tamu menanyakan keluargamu dan kamu tidak tahu di mana mereka? Pernikahan macam apa ini?" bentak Siska. Arabel terdiam. Dia hanya menundukkan kepala, karena sebenarnya memang tidak ada satu orang keluarganya yang tahu akan pernikahan tersebut. "Maxime, mari kita pulang. Tugas kita sudah selesai dan biarkan wanita ini." Setelah menarik tangan Maxime, Siska masuk ke dalam mobil. Arabel menatap tajam Frans, dan dia tidak mengizinkannya masuk ke mobil keluarga. Akibatnya, Arabel menggunakan taksi untuk pulang ke rumah Maxime. *** Semua anggota keluarga Frans masih terlihat duduk di sofa ruang tamu. Sementara Frans berada di sebelahnya, Siska meletakkan tangannya di kepalanya. Maxime bermain game dengan senang hati, dan beberapa keluarga lainnya ikut serta. Sementara Arabel baru saja tiba di rumah. "Mau apa kamu pulang kemari?" Frans bertanya. "Ini juga rumahku, aku sudah resmi menjadi istri Maxime." balas Arabel. Siska bangkit dari kursinya. Ingatlah janji Anda! Tidak ada hak untuk anak saya karena Anda hanya istri kontrak. Kamu bukan siapa-siapanya Maxime setelah anakmu lahir, bukan?" Arabel menunduk. Dia masih percaya bahwa Siska akan mengubah perspektifnya setelah kelahirannya . Hati keluarga Maxime pasti akan luluh saat melihat bayi kecil itu. Maxime menutup ponselnya dan berjalan menuju kamar. Dia tidak melirik Arabel, yang jelas istrinya. "Permisi Mama, Papa, aku juga mau istirahat. Kita lanjutkan besok ya pembahasan ini." Arabel melangkah mengikuti Maxime. Namun, Frans melarang. "Mau ke mana kamu? Wanita kotor sepertimu tidak pantas tidur di kamar anak saya. Berhenti melangkah!"Arabel terisak. "Aku difitnah di kantor, Bu. Mereka mengatakan aku menggoda atasanku dan sekarang aku dipecat."Alice memeluk Arabel dengan erat. "Kita akan menemukan jalan keluar, sayang. Kita akan menghadapi ini bersama."Namun, di sisi lain, Maxime merasa puas dengan apa yang telah dia lakukan. Dia merasa bahwa dia telah berhasil memberi pelajaran kepada Arabel, tanpa menyadari bahwa tindakan ini hanya akan memperkeruh hubungan mereka dan memperburuk situasi bagi Prince. Dengan ketegangan yang terus meningkat, Arabel harus mencari cara untuk bangkit kembali dan melawan ketidakadilan yang dia alami. Di tengah semua kekacauan ini, hanya ketekunan dan keberanian yang akan membantunya melindungi masa depan Prince dan dirinya sendiri.Arabel merasa ada yang janggal dengan pemecatannya. Setelah beberapa minggu menyelidiki, dia menemukan bukti bahwa Maxime berada di balik fitnah tersebut. Meskipun hancur, Arabel tahu dia harus terus maju untuk Prince. Dia berhasil mendapatkan pekerjaan
Maxime mengangguk, menyadari bahwa dia harus berjuang lebih keras untuk melindungi keluarganya. Dengan dukungan Maura dan Siska, dia tahu bahwa mereka bisa menemukan cara yang lebih baik untuk mendukung Prince tanpa melibatkan uang kotor.Di sisi lain, Arabel merasa lega karena berhasil menolak uang Maxime lagi. Dia tahu bahwa ini adalah keputusan yang tepat demi masa depan Prince. Namun, dia juga tahu bahwa ancaman dari Maxime masih ada.Adrian datang untuk memberikan kabar terbaru. "Arabel, kita harus bergerak cepat. Maxime sedang dalam tekanan besar. Kita bisa menggunakan ini untuk keuntungan kita."Arabel mengangguk. "Aku tahu. Kita harus berhati-hati dan memastikan setiap langkah kita tepat. Maxime tidak akan tinggal diam."Dengan tekad yang kuat, Arabel dan Adrian terus merencanakan langkah mereka berikutnya, sementara Maxime, Maura, dan Siska mencari cara untuk melindungi Prince dan menghadapi ancaman yang ada. Pertarungan mereka semakin sengit, dan hanya waktu yang akan menunj
Arabel menatap Maxime dengan mata yang penuh ketegasan. "Kalau begitu, berhenti melakukan hal-hal ilegal. Uang ini hanya akan membawa masalah bagi kita semua." Maxime terdiam, merenungkan kata-kata Arabel. Dia tahu bahwa hidupnya penuh dengan kejahatan dan intrik, tetapi melihat dampaknya pada anaknya membuatnya berpikir ulang. "Aku akan mempertimbangkan apa yang kau katakan, Arabel." Arabel berdiri, siap untuk pergi. "Pertimbangkan baik-baik, Maxime. Karena ini bukan hanya tentang kita, ini tentang masa depan Prince." Maxime melihat Arabel pergi dengan perasaan campur aduk. Dia tahu bahwa keputusan-keputusan yang dia buat ke depan akan menentukan nasib banyak orang, termasuk anaknya sendiri. Pertarungan besar antara mereka dan Arabel semakin dekat, tetapi di balik semua itu, ada seorang anak yang membutuhkan masa depan yang lebih baik. Maxime kembali ke rumah dengan pikiran yang berat. Dia harus menemukan cara untuk menyeimbangkan tanggung jawabnya sebagai seorang ayah dengan
Arabel tersenyum lebih lebar. "Baik. Kita akan memainkan permainan ini dengan hati-hati."Sementara itu Maura, mencoba mencari cara untuk mendapatkan lebih banyak informasi tanpa mengandalkan siapa pun. Dia tahu bahwa dia harus bertindak hati-hati, karena Maxime semakin curiga. Dia memutuskan untuk mencari bantuan dari luar lingkaran mereka, seseorang yang tidak terlibat dalam intrik ini.Dia menghubungi seorang mantan detektif swasta, Daniel, yang sekarang bekerja sebagai konsultan keamanan. Mereka bertemu di sebuah tempat rahasia untuk membahas rencananya."Daniel aku butuh bantuan Anda," kata Maura langsung. "Aku dalam situasi yang sangat rumit. Ada ancaman dari Arabel, dan Maxime semakin curiga. Aku perlu informasi lebih banyak tanpa menarik perhatian mereka."Daniel mendengarkan dengan serius. "Baik, Maura. Aku akan membantu sebaik mungkin. Kita harus bekerja dengan hati-hati dan memastikan tidak ada yang mengetahui kerjasama kita."Di sisi lain, Maxime terus meningkatkan pengawa
Maura menoleh kepada Maxime dengan ekspresi terkejut dan sedikit panik. "Maxime, aku sedang berbicara dengan Arabel tentang beberapa masalah pribadi."Arabel segera memanfaatkan kesempatan ini untuk memperjelas situasi. “Kami baru saja membahas beberapa hal yang penting. Sepertinya Anda datang di waktu yang kurang tepat.”Maxime tidak menunjukkan tanda-tanda memahami sepenuhnya percakapan mereka, tetapi dia dapat merasakan adanya ketegangan di udara. “Apa pun yang kalian bicarakan, aku tidak suka rahasia,” katanya dengan nada menuduh.Maura berusaha keras untuk tetap tenang. “Maxime, aku bisa menjelaskan ini. Ini adalah masalah yang berkaitan dengan Arabel dan timnya. Aku hanya mencoba untuk menyelesaikan beberapa hal.”Arabel, melihat kesempatan untuk menambah tekanan, berkata, “Mungkin ini saat yang tepat untuk mengungkapkan semuanya, Maura. Aku yakin Maxime akan tertarik untuk tahu mengapa kamu begitu tertekan.”Maxime menatap Arabel dengan tatapan tajam. “Apa yang kau bicarakan, A
Maura mengangguk, merencanakan langkah-langkah strategis untuk melindungi lokasi-lokasi penting dan memastikan tidak ada celah yang bisa dimanfaatkan oleh lawan mereka.Pada malam hari, tim Arabel berhasil menemukan lokasi yang tampaknya sangat mencurigakan—a sebuah bangunan tua yang terlupakan di pinggiran kota. Bangunan itu tampaknya tidak digunakan dan sangat terjaga. Mereka memutuskan untuk menyelidiki tempat itu dengan hati-hati.“Ini mungkin lokasi yang kita cari,” kata Arabel dengan suara berbisik. “Kita harus memeriksa setiap sudut dan memastikan tidak ada yang terlewat.”Mereka menyusup masuk ke dalam bangunan dengan hati-hati, menggunakan peralatan canggih untuk memastikan mereka tidak terdeteksi. Di dalam, mereka menemukan beberapa petunjuk penting: dokumen rahasia dan beberapa barang berharga yang tampaknya berhubungan dengan operasi Maxime dan Maura.Saat mereka memeriksa lebih lanjut, mereka menemukan sebuah ruang penyimpanan tersembunyi di balik dinding yang dipasang de
“Ada jalan keluar darurat di ruang bawah tanah. Kita harus bergerak cepat!” kata Rakha, menunjuk ke arah pintu rahasia yang tersembunyi.Mereka memutuskan untuk mengikuti instruksi tersebut dan melarikan diri melalui jalur darurat. Dengan kecepatan tinggi, mereka turun ke ruang bawah tanah, berusaha untuk tetap diam dan tidak menarik perhatian pria-pria bersenjata.Saat mereka tiba di ruang bawah tanah, Arabel merasa tercekik oleh ketegangan dan rasa sakit. Mereka bersembunyi di balik rak penyimpanan, berusaha mendengar apa yang sedang terjadi di atas.Tidak lama kemudian, mereka mendengar suara langkah kaki dan obrolan dari pria-pria bersenjata. “Kami sudah memeriksa seluruh rumah. Tidak ada tanda-tanda mereka di sini,” salah satu dari mereka melaporkan.Salah satu pria lain menjawab, “Jika mereka tidak ada di sini, cari mereka di sekitar kawasan. Kami harus menemukan mereka sebelum mereka melarikan diri.”Arabel dan timnya tahu bahwa mereka tidak bisa tinggal di ruang bawah tanah se
“Kita harus menemukan Prince,” kata Arabel dengan nada putus asa. “Maxime dan Maura telah menculiknya.”Adrian mencoba menenangkan Arabel. “Kita perlu merencanakan dengan hati-hati. Mereka tidak akan membiarkan kita menemukannya dengan mudah.”Mereka segera memulai pencarian untuk menemukan jejak Maxime dan Maura. Dengan bantuan dari jaringan mereka, mereka melacak lokasi-lokasi yang mungkin digunakan oleh Maxime dan Maura.Sementara itu, Maxime dan Maura merencanakan langkah berikutnya. Mereka tahu bahwa dengan menculik Prince, mereka memiliki kekuatan tawar yang besar. Mereka memutuskan untuk menghubungi Arabel dengan ancaman untuk menuntut sesuatu sebagai tebusan, sambil memastikan bahwa Prince berada di tempat yang sangat aman."Berikan kami semua bukti yang kalian miliki terhadap kami, atau Prince akan berada dalam bahaya," kata Maxime melalui pesan yang dikirimkan kepada Arabel.Arabel merasa tertekan dan berjuang untuk tetap tenang. “Kita harus bertindak cepat. Jika kita tidak
Setelah pertempuran sengit di pabrik, Maxime dan Maura kembali ke markas mereka dengan kekalahan yang membara di hati mereka. Kekalahan tersebut membuat mereka semakin bertekad untuk menghancurkan Arabel dan timnya. Mereka tahu bahwa mereka perlu merancang rencana yang lebih kejam dan licik untuk memastikan kemenangan."Arabel berhasil menyelamatkan Reza," kata Maxime dengan wajah penuh kebencian. "Kita tidak bisa membiarkan mereka terus lolos dari kita."Maura mengangguk setuju. "Kita harus memukul mereka di tempat yang paling sakit. Sesuatu yang akan menghancurkan mereka secara emosional dan mental."Maxime berpikir sejenak, kemudian sebuah senyum kejam muncul di wajahnya. "Prince," katanya dengan suara rendah. "Anak kita dengan Arabel. Kita akan menculiknya dan membuat Arabel menderita. Kita akan mencelakakan Prince untuk memancing Arabel ke dalam perangkap kita."Maura mengangkat alisnya. "Prince masih sangat kecil. Bagaimana kita bisa memastikan rencana ini berhasil?""Kita akan