Share

Bab 4

    Rini mendekati Kumi yang berjalan-jalan tertatih-tatih ke kamar mandi. Dia memandang Kumi dengan sinis. “Jadi perempuan kok banyak ngomong, gimana suaminya mau senang?” cibirnya lagi.

            Kumi tak menanggapi perkataan mama mertuanya. Dia menunduk menekuri dinginnya lantai ubin.

            Rini terus menatap Kumi dengan bengis. “Ingat! Kamu tidak bisa bertingkah seenak perutmu. Kamu tinggal di rumah mertua dan harus mematuhi peraturan di sini! Kamu tidak boleh menolak melakukan apapun yang kami mau!”

            “Baik Ma!”

            “Besok siang kami mau mengundang teman-teman sekitar 20 orang. Menunya sudah mama buat dan mama tempel di kulkas. Tugasmu hanya memasak dan membuat tamu terkesan,” kata Rini sebelum pergi ke kamarnya.

            Setelah memastikan mama mertuanya naik ke kamarnya. Kumi melihat menu untuk acara besok siang.

            Mata Kumi hendak melompat keluar. Mereka akan melakukan barbeque. Ia melihat ke arah jam dinding, masih jam 2 pagi. Otaknya berpikir cepat dan dengan langkah tergesa dia pergi ke dapur belakang memeriksa belanjaan mertuanya yang dibawa Pak Roni sopir Mama.

            Ada dua boks yang berisi ikan dan aneka seafood. Malam itu juga dengan mata terkantuk-kantuk Kumi membersihkan ikan dan seafood di temani suara jangkrik dan angin malam.

            Diam-diam Kumi menangisi nasibnya. “Ibu, Kumi ingin pulang,” rintihnya lirih mengusap tangannya yang mengeriput dan perih tertusuk sirip ikan.

***

“Jeng Nita, lihat pembantunya Jeng Rini, rajin banget ya. Ini gaya penatannya sudah kelas hotel. Kok bisa ya Jeng Rini dapetin dia. Iri aku! Soalnya si Sri, pembantuku itu duh kerjanya malas bukan main. Sukanya main hape melulu.”

            Nita terpukau saat melihat Kumi menata bunga - bunga yang diletakkan di dalam vas kaca untuk mempercantik meja buffet yang telah terisi dengan aneka hidangan mulai dari appetizer sampai dessert.

            “Iya, Jeng Mia sama, aku juga iri.”

Dia lalu mencolek lengan Kumi. “Mba, nanti kalau kamu gak betah kerja, pindah ke rumah saya saja ya. Soalnya Jeng Rini itu orangnya cerewet, mana judes lagi. Pembantunya yang terakhir bertahan 7 hari. Sssttt… jangan bilang-bilang Jeng Rini lho.”

“Iya Bu… “ jawab Kumi sambil menyalakan api.

“Oh ya Jeng Nita, tadi malam aku ketemu dengan Arka dan seorang perempuan di Mal GI, Mereka muesraaaaaa buangettt. Sepertinya mereka pacaran.”

“Itu Rhea Jeng, pacarnya Arka, dia salah satu model terkenal. Jeng Rini pernah menceritakannya kepadaku.”

            Tubuh Kumi membeku, dia menekan rasa sakit hatinya. Oh, jadi Arka punya pacar di luar. Ia mengerti kini, kenapa dia sering bilang ke luar kota.

            “Kumi, ayo cepat bawa jajanan pasar kemari,” perintah Rini. Ia tersenyum menyapa Nita dan Mia.

“Baik Ma, eh maaf Nyonya,” kata Kumi buru-buru meralat.

Rini langsung tertawa yang terdengar sangat palsu di telinga Kumi. “Hahahaha pembantu zaman sekarang memang kayak begitu ya Jeng! Banyak tingkahnya. Saya sering gemes melihat sikap mereka.”

DEG

             Sekuat tenaga Kumi berusaha menopang tubuhnya supaya tidak jatuh. Hatinya seperti di iris silet berkali-kali.

Mengetahui kenyataan yang diperlihatkan keluarga Arka membuat hati Kumi semakin berdarah meski ia telah menyadari kehadirannya di sana hanya untuk dimanfaatkan. Arka dan keluarganya tidak pernah memperlakukan dia sebagai istri dan menantu sebagai mana mestinya.

            Bagi mereka Kumi adalah pembantu dan budak seks.

Kumi menggigit bibirnya hingga berdarah. Ditekannya semua emosi yang mau membludak keluar. Di sini dia sendirian, tak punya kekuatan. Dia berjalan tergesa-gesa menjauh dari mertuanya.

 “Kejam sekali dirimu Ma, mengatakan menantumu sebagai pembantu di depan teman-temanmu,” desis Kumi dengan rahang terkatup. Kedua tangannya mengepal. Air matanya perlahan tumpah.

Seorang gadis kecil memperhatikan dia dan menarik daster Kumi. “Kakak kenapa menangis?” tanyanya polos, Dia mengikuti Kumi ke dapur.

“Mata Kakak perih karena asap,” jawab Kumi dengan senyum terpaksa. “Kamu makan pudding?”

Gadis kecil berambut ikal itu menggeleng. Dia membuka tas kecilnya dan memberikan sebatang coklat Cadbury kepada Kumi. “Celine membawa coklat diam-diam. Jangan bilang-bilang Mommy ya Kak.”

Hati Kumi terhibur. “Makasih adik cantik. Apa kamu mau membantu Kakak membawa jajanan pasar?”

“He-eh.”

Kumi bersikap biasa-biasa saja saat berhadapan dengan mertuanya. Dia diam dan menunggu perintah.

Sore hari, Kumi mendapat kejutan dari Arka. Lelaki itu datang ke kamarnya saat dirinya selesai sholat Ashar. Tiba-tiba dia berlaku baik setelah 4 bulan menikah. “Aku ingin mengajakmu makan malam bertemu dengan bosku. Cepat berdandanlah dan pakai baju terbaikmu.”

“Baik Mas,” kata Kumi datar. “Tapi tolong bilang pada Mama, aku tidak bisa menyiapkan makan malam.”

Arka mengangguk. Dia pergi menemui mamanya sambil bersiul gembira.

Kumi memilih baju warna hitam dengan detail yang menyembunyikan perutnya yang mulai membesar. Kemudian dia menyapukan riasan tipis di wajahnya.

Arka masuk dan terkejut melihat penampilan Kumi yang jauh dari ekspektasinya. “Kenapa memakai baju itu. Aku menginginkanmu memakai baju seksi Kumi! Pakaian seksi yang bisa memikat laki-laki. Supaya Pak Sakha mau mempromosikan aku sebagai CEO di perusahaannya.”

Mata Kumi mendelik. “WHATTTTT!!” Apakah Mas Arka mau menjualku? Tanya Kumi dalam hati.

Pria itu melihat jam di lengannya. Wajahnya tampak gusar. “Ah sudahlah, kita hampir telat. Bersikaplah ramah dan ikuti perintahnya nanti. Awas kalau aksimu gagal! Aku tega meminta Mama agar kamu tidur di pondok belakang!”

   

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status