Sepanjang perjalanan Kumi memilih diam. Arka beberapa kali menerima panggilan telepon.
“Apa? Pak Sakha sudah sampai? Oke – oke 5 menit lagi aku sudah sampai.”
Lelaki itu terlihat gugup. “Ini semua gara-gara kamu! Dasar perempuan tak berguna!” gerutu Arka dengan rahang mengeras.
Kumi menyembunyikan rasa gugupnya saat Arka berhenti di depan Lobby Hotel Cantika. Seorang petugas valet datang dan membawa mobil Arka ke tempat parkir.
Arka berjalan cepat, dan Kumi mengikutinya dengan langkah tergesa. Di depan lounge hotel, mereka bertemu dengan seorang gadis cantik, tinggi semampai. Penampilannya sangat sempurna, membuat Kumi minder melihatnya.
“Rhea, mana Pak Shaka?” Mata Arka celingak-celinguk di lounge hotel.
“Katanya sih menemui temannya, sebentar lagi datang.” Rhea melihat Kumi dari atas ke bawah. Senyumnya mencibir. “Ndeso banget, pantesan Arka gak betah sama kamu.”
Kumi diam dan menelan perkataan Rhea dengan hati terluka. Perutnya mual. “Maaf aku mau ke toilet”
Arka tak mengindahkan perkataan Kumi, dia berjalan beriringan bersama Rhea.
Sementara itu Kumi bergegas mencari toilet.
BRUK
Wanita itu menabrak seorang lelaki di depan pintu masuk toilet. “Maaf…“Kumi membungkukkan badan sebentar, dan berlari masuk ke dalam dan menumpahkan semua isi perutnya. Kumi lega setelah itu dia menekan tombol flash.
“Nona, apakah Anda baik-baik saja?” tanya seorang laki-laki mengetuk pintu toilet.
Kumi membuka pintu. “Iya saya baik-baik saja. Maaf kenapa Anda di sini, bukankah ini toilet wanita?” tanyanya dengan kening berkerut.
Lelaki bermata hazel itu tersenyum tipis. “Ini toilet lelaki.” Dia menunjuk gambar yang ada di depan pintu.
“Berarti tadi saya salah masuk.” Kumi menepuk jidatnya. “Maaf tadi saya terburu-buru masuk, saya sedang menemani suami saya menemui bosnya. Tapi perut saya mual. Terima kasih dengan perhatian Anda.”
Pria itu mengangguk. “Sebentar,” cegahnya. Dia lalu mengambil kotoran yang menempel di rambut Kumi.
“Terima kasih.” Ia pun buru-buru menemui Arka, sebelum suaminya itu memakinya.
“Nah itu Shaka datang,” ucap Rhea.
Kumi melihat lelaki yang membantunya di toilet tadi datang ke meja mereka. Perempuan itu menunduk.
“Apakah kalian sudah memesan minum?” tanyanya ramah. Shaka memandang Kumi sekilas. “Siapa gadis cantik itu Rhea?”
“Dia Kumi Janitra, wanita yang akan menemani kamu malam ini sambil membaca proposal Arka.” Rhea mengedipkan matanya.
Rhea adalah teman lama Shaka.
Shaka tertawa. ”Kukira Kumi istrinya Arka.”
“Owh bukan-bukan,” sela Arka gelagapan. “Saya membawa Kumi sebagai hadiah buat Bapak.”
Hati Kumi menggigil. Dia meremas-remas tangannya yang berkeringat.
Shaka tertawa dengan canggung. “Oh ya Arka, saya sudah melihat proposal kamu. Bagus saya tertarik, dan sepertinya kamu cocok menjadi CEO.” Shaka menyalami Arka yang terlihat senang. “Hmm… kalau begitu. Saya mau mengajak Kumi ke kamar. Kalian pesanlah apa saja. Rhea, nanti masukkan billnya ke saya.”
“Silahkan… silahkan Pak,” jawab Arka bersemangat. Dia tak menoleh sama sekali kepada Kumi.
Kaki Kumi lemas mengetahui Arka menjadikannya umpan untuk memuluskan karirnya, dia mengikuti Shaka naik lift menuju ke kamar suite yang dipesan laki-laki itu.
Otot-otot di tubuh Kumi menegang. Keringat dingin mulai membasahi tubuhnya meski kamar suite itu berpendingin udara.
“Duduklah,” Shaka menuangkan air minum equil ke gelas dan memberikannya pada Kumi. “Jangan takut Kumi, aku bukan lelaki brengsek seperti suamimu itu!”
“Bagaimana Bapak tahu, Arka itu suami saya?” tanya Kumi, dengan suara parau.
“Kamu tadi yang memberitahuku saat di toilet tadi, dan panggil saja aku Shaka. Aku seumuran dengan Arka.” Gigi Shaka gemeretuk mengetahui betapa jahatnya Arka mengumpankan istrinya kepadanya.
Ponsel Kumi berdering.
“Apa itu dari Arka?” tanya Shaka.
Kumi menggangguk.
“Pake loud speaker, biar aku tahu apa yang mau ia katakan.”
“Halo.”
“Kumi, service dia yang baik, buat dia puas! Besok kamu pulangnya naik ojek online saja.”
Shaka mengepalkan tangannya. “Benar-benar lelaki egois.”
“Aku tebak, Arka dan mertuamu pasti memperlakukanmu dengan buruk ya?” kata Shaka sambil memasukkan pistachio ke dalam mulutnya.
“Bagaimana kamu tahu?”
“Tentu saja aku tahu. Pertama melihat penampilanmu dan Arka, sangat jauh berbeda. Maaf, bukan maksudku menghina penampilan kamu. Aku suka dengan kesederhanaan kamu. Tapi aku tahu gaji Arka, dia branded oriented. Yang kedua tangan kamu, tangan kamu agak kasar. Kamu sepertinya pekerja keras.” Shaka diam, matanya menatap perut Kumi.” Apa mereka tahu kamu sedang mengandung.”
Air mata Kumi seketika merebak, dia menggeleng dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Shaka mendekati Kumi. “Menangislah sepuasmu, lepaskan semua ketakutan dan kesedihan yang menghimpitmu,” ucap Shaka menghibur Kumi.
Keesokan paginya, Kumi mengeliat bangun dengan perasaan nyaman. Baru kali ini dia merasakan tidur nyenyak setelah berbulan-bulan.
Kumi lalu beringsut pelan ke kamar mandi dengan kaki berjingkat karena khawatir membangunkan Shaka yang tidur di sofa.
Kumi melihat ke cermin. “Ada baiknya aku tidak menutup-nutupi kehamilan ini,” katanya pelan. Dia mengelus perutnya lembut. Ada kekuatan yang membuat keberaniannya tumbuh.
“Maaf membangunkanmu,” kata Kumi ketika melihat Shaka sudah membuka laptop dengan ditemani kopi espresso.
“Aku tidak tahu kamu suka apa untuk sarapanmu, maka aku pesan sesuai dengan seleraku. Aku harap selera kita sama.” Shaka menyeruput kopinya.
Ponsel Kumi berbunyi.
Kumi, kemana saja kamu! Tidak ada yang memasak di rumah! Semua perabotan masih kotor. Cepat pulang!”
Shaka memberinya catatan. Kumi membacanya dengan tak mengerti. “Seminggu?” “Maaf Ma, Kumi tidak bisa. Mas Arka menyuruh Kumi menemani bosnya selama seminggu.” “Apa!! Tidak bisa kamu harus pulang!” Perempuan itu berteriak kebingungan di seberang. KLIK. Kumi mematikan ponselnya. Hati Kumi puas. Shaka duduk di sebelah Kumi. “Aku semalam telah meminta ijin pada Arka. Aku beritahu dia aku puas dengan servis kamu dan memintamu menginap selama seminggu. Aku pikir kamu bisa beristirahat di sini, sekalian memeriksa kehamilanmu. Sorry dari semalam aku khawatir kamu belum memeriksakan kehamilanmu ke dokter.”
Kumi menoleh dan mulutnya terkunci saat melihat Ibu dan Ayahnya berdiri di depan pintu. Dia langsung menubruk Ibu dan Ayahnya yang belum dilihatnya selama berbulan-bulan. “Ibu, Kumi kangen sekali.” Putri memeluk anaknya sambil berlinang air mata. Hatinya hancur sekali melihat Kumi diperlakukan jahat oleh menantu dan besannya. “Maafkan Ayah dan Ibu Nak. Ibu tidak menyangka mereka memperlakukanmu buruk seperti ini.”Rini ketus, ia marah sekali melihat besannya mendadak datang. ”Tamu kok gak punya sopan-santun, langsung masuk ke rumah orang tanpa permisi. Lagipula, Kumi itu menantu kami, kami berhak melakukan apa saja kepadanya. Sedangkan kalian tidak punya hak sama sekali!”Teguh datang. “Benar apa kata istri saya, kalian tidak usah ikut campur dengan rumah tangga anak kami. Sebaiknya Tomo dan Putri pulang, daripada memperk
Kumi membuka tas, mengambil uang lima ribuan dan memberikannya pada perempuan tersebut. Tanpa sadar Kumi mengelus perutnya. Ketakutan tiba-tiba menyergapnya. Tidak-tidak, dia tak mungkin terlempar di jalanan seperti wanita itu.Putri memegang tangan anak perempuannya. “Kamu jangan khawatir Nak. Ibu dan Ayah akan menjagamu. Kamu sekarang aman bersama kami, juga anak yang ada dalam perutmu.”“Bagaimana Ibu dan Ayah bisa pas datang saat kami bertengkar?” tanya Kumi mengalihkan pikiran sedih yang mulai menginvasi otaknya.Ayah menjawab pertanyaan Kumi.“Ibu dan anak itu punya ikatan bathin kuat Nduk. Ibumu sering bersedih dan menangis tanpa sebab. Tiap tengah malam ia selalu terbangun dan ingat sama kamu. Dia memaksa Bapak untuk menengokmu. Tapi Bapak tunda terus. Kemudian seminggu yang lalu, ibumu menyuruh Khandra datang diam-diam mengecek keadaanmu. Dia melihatmu lari ke sana ke mari mempersiapkan acara makan-maka
Yuni berdiri di depan pagar, matanya yang belok melihat ke Kumi. “Siang Tante,” sapa Kumi ramah. “Hati-hati Kak, dia tukang gossip, jangan disuruh masuk,” bisik Khandra. “Oh ya, Khandra punya uang, uang Kakak sebaiknya disimpan saja.”“Beneran? Darimana dapat uangnya?” Kumi mengernyitkan dahi. “Aku buat stiker dan kujual online. Hasilnya kutabung buat bayar kuliah nanti,” kata Khandra bangga. “Kakak mau makanan apa, biar sekalian Khandra belikan.” Ada gerimis di mata Kumi, ia terharu dengan kebaikan adiknya. “Tidak usah, Kakak tidak pengen apa-apa.”Khandra l
Bab 10 Kumi lalu berlutut di depan ayahnya sambil berurai air mata. “Ayah, tolong sekali ini saja, bantu Kumi mengurus perceraian Kumi. Maaf, Kumi tidak bisa menyenangkan hati Ayah tapi Kumi ingin hidup bahagia sesuai dengan keinginan Kumi.” Walaupun usianya masih muda, Kumi selama ini mengamati lelaki setelah menikah kebanyakan condong kepada keluarga istrinya, karena keterikatan dengan istri dan anak perempuannya. Contohnya seperti Ibu, setiap ada masalah atau keperluan, Ibu lebih memilih bercerita pada ibunya sendiri daripada dengan mertuanya. Sementara Arka adalah anak semata wayang keluarga Teguh. Ia memahami kasih sayang mertuanya terutama mama mertuanya yang begitu besar pada Arka sehingga sulit bagi Arka untuk melepaskan perhatian dan pemikiran kedua orang tuanya. Sedikit banyak Arka mencontoh apa yang orang tuanya lakukan. Kumi bisa melihat itu, setelah tinggal bersama mertuanya. Mertuanya adalah tipe keluarga konservatif
Bab 11 “Kalau kamu tahu siapa saya, antarkan Kumi sekarang! Jika tidak aku akan memporak-porandakan hidup Kumi!” Teguh langsung menutup telponnya. Ancaman Teguh tidak membuat Sutomo gentar. Dia mencari istri dan anaknya di kamar. “Keluarga Mas Teguh mengancam kita, Bu. Dia mau membuat hidup Kumi sengsara. Tapi Ayah sudah bulat mau mengurus perceraian Kumi secepatnya,” kata Sutomo kalem, meski hatinya takut. Putri tersenyum. “Nah, gitu dong Yah. Ibu sangat bangga sekali dengan tindakan Ayah,” pujinya haru. “Soal ancaman, Ibu gak takut, kita sudah punya bukti kuat. Seandainya kita beberkan ke public apa ya mereka gak tambah malu.” “Khandra juga telah mengumpulkan beberapa foto Mas Arka bersama pacarnya,” kata Khandra tiba-tiba. Dia memberikan beberapa lembar foto pada Kumi. Kumi mengambil dan memperhatikannya. “Eh, bukankan ini tempat hotel saat kami honeymoon dulu.” Dia tersenyum kecut. “Kenapa dia Nduk? Apa
“Bukan Ayah mau mengusirmu dari rumah ini. Hanya saja, Ayah mau jujur dengan kondisi keuangan Ayah. Hingga Ayah mau pensiun, hutang Ayah di Bank masih ada. Sekarang dengan kamu pulang ke rumah dalam kondisi hamil, beban Ayah semakin berat.” Mendengar penuturan Ayah, tangis Kumi jatuh. Ia tahu kondisi keluarganya. Ibu merangkul Kumi. “Kamu di sini saja Nduk, di rumah ini. Kamu perlu dukungan kami, gak bisa menyelesaikan masalah ini sendiri.” Ibu menatap lurus-lurus wajah suaminya. dia tahu apa yang lelaki itu pikirkan. “Apa Ayah tega menelantarkan Kumi sendirian di kos. Dia sedang kesusahan dan hamil! Ibu tidak akan pernah mengijinkan Kumi keluar dari rumah ini!” “Ayah tidak usah takut kita kekurangan. Siapa tahu kehamilan Kumi membawa keberkahan bagi keluarga kita!” “Iya, Khandra setuju dengan Ibu. Khandra akan bantu Kakak. Biarkan Kakak tinggal bersama kita.” “Tapi Bu… bagaimana dengan gossip nanti?” Ayah masih keukeuh dengan pendiriannya. “Ngapain kita takut sama
“Pasti dengan wanita ini bukan?” Ibu datang dan melemparkan foto-foto Arka dan Rhea di atas meja saking jengkelnya. “Kami memang miskin, tapi kami masih punya attitude yang baik. Berani sekali Mba Rini mencaci maki dan menampar anak saya di rumah saya sendiri. Ck…ck… ck… saya makin gak respek dengan keluarga kalian!” Ingin sekali dia menjambak sanggul yang dipakai Rini. Sutomo ikut geram. “Mba Rini, biar nanti kita selesaikan masalah ini di pengadilan agama. Mba Rini pulang saja sekarang.” Shaka menggeleng-gelengkan kepala melihat sikap mamanya Arka. Dia lalu menelpon Arka menggunakan video call. “Halo Arka, meeting besok saya batalkan. Saya masih ada urusan. Oh ya, apa kamu kenal dengan wanita cantik ini?” Shaka lalu menyorot ponselnya ke arah Rini. “Dia mama saya Pak,” tampak keterkejutan dalam mata Arka melihat mamanya bersama Shaka. Dia hendak bertanya tapi Shaka sudah menutup saluran telponnya. “Apakah Ibu sudah jela