Share

Bab 3

Kumi menoleh dan melihat mama mertuanya pergi dengan membawa ponselnya. Kumi mengejarnya. “Ma, Kumi janji akan mematuhi perintah Mama. Tapi tolong kembalikan ponsel Kumi. Kumi mau lihat resep masakan ayam lengkuasnya,” katanya.

            “Nih!” Perempuan itu melemparkan ponsel Kumi di rerumputan. “Lucu sekali anak zaman sekarang, semua gak bisa. Beda sekali dengan zamanku dulu,” gerutunya.

            Hati Kumi giris. Tangannya memegang dada. “Sabar… sabar!” Dia tak boleh cengeng.

            Butuh waktu hampir dua jam buat Kumi memasak permintaan mertuanya. Penampilannya sangat berantakan, muka Kumi yang cantik dihiasi jelaga sedangkan tangannya rusak terkena parutan kelapa.

            Arka sudah bangun. Dia sudah berganti pakaian kerja dan duduk di meja makan bersama kedua orang tuanya.

            Kumi mengambil piring dan duduk di samping Arka.

            Mama mertuanya menarik tangannya agar bangun. “Kumi, pekerjaanmu di belakang masih banyak. Apa kamu tidak melihat kertas yang Mama tempel di dapur?”

            Kumi mengambil kertas yang ditempel di kulkas. Daftar pekerjaan yang harus ia kerjakan.

Masak [pagi, siang dan malam] menunya harus beda. Papa dan Mama suka masakan bersantan, ayam goreng dan sambal terasi harus ada tiap hari.

Camilan gorengan [bakwan, tahu isi, pisang goreng] pagi dan sore.

Buat kopi untuk Papa dan Arka, jus sehat untuk Mama pagi dan sore.

Menyiram tanaman sekaligus menyapu halaman pagi dan sore.

Mencuci, menyetrika baju. Bajunya Papa harus di gantung dan diletakkan dalam satu warna. Tidak boleh campur-campur.

Kumi malas membaca karena daftarnya terlalu panjang, dia pergi ke belakang dan mendengar Arka berbicara.

             “Berani sekali mau makan bareng sama kita, lihat penampilan dia?” Arka tertawa. “Ma, aku tidak mau tidur sama Kumi, keringatnya bau.”

            “Tenang ya Cah Bagus, mulai nanti malam biar Kumi tidur di kamar pembantu saja.” Dia menoleh. “Apa kamu dengar itu Kumi, dan oh ya, semua pakaian kotor yang ada di dalam kamar belakang kamu cuci dengan tangan, karena kami gak mau baju mahal kami rusak.”

            “Iya Ma,” sahut Kumi lirih, walau dia ingin bertanya, apa gunanya mereka membeli mesin cuci dan pengering? Apakah untuk pamer saja?

            Kumi sadar, menjadi istri Arka hanyalah sebuah kedok yang ditawarkan pada keluarganya. Padahal sejatinya mereka menginginkan seorang pembantu gratis yang membantu mengurus rumah tangga. Air mata Kumi merebak mengaburkan pandangannya saat melihat 3 bak besar penuh dengan cucian kotor.

            Dengan perasaan tertekan ia mencuci semua baju kotor, tangannya yang terluka semakin perih. Kumi ingin pulang, ia kangen ibunya.

            Setelah selesai, Kumi langsung menjemurnya. Perutnya melilit kelaparan. Ia pergi ke meja makan. Matanya kaget saat melihat meja makan sangat kotor. Ia eneg melihat tumpahan kuah dan tulang-tulang ayam berserakan di atas meja.

Rasa terkejutnya belum hilang. Mereka menghabiskan semua lauknya! Dan hanya menyisakan sedikit nasi beserta kuah sayur lodeh untuknya. Kumi menarik napas panjang.

“Oalah…” katanya masygul.

“Kumiiiii… !!” suara Rini naik beberapa oktaf memanggil Kumi.

Nasi yang dikunyahnya tersangkut di tenggorokan. Cepat-cepat Kumi meminum air. “Iya Ma!”

“Bawakan Mama es cream dan kentang goreng.”

Pekerjaan Kumi seperti tak ada habis-habisnya. Ada saja pekerjaan yang diberikan mama mertuanya. Dia bolak balik melayani mama mertuanya yang sibuk nonton drakor di N*****x. Yang mengesalkan, dia tidak menyuruhnya sekaligus. Setelah camilannya habis, dia minta yang dibawakan camilan yang lain dengan minuman yang berbeda-beda sampai drakor yang ditontonnya selesai.

Kaki Kumi gemetaran setelah 10 kali naik turun tangga Kumi protes. “Ma, Kumi capek. Pekerjaan Kumi masih banyak yang belum dikerjakan.” Muka Kumi kusut sekali.

“Masih muda saja sudah malas. Ya sudah pergi sana!”

“Kamu yang malas bergerak, bukan aku. Dari tadi makan terus,” gumam Kumi lirih seraya melirik mama mertuanya yang sedang rebahan di atas tempat tidur.

Malamnya tenaga Kumi sudah habis, dia langsung tertidur sesaat setelah merebahkan badannya di kamar pembantu berbaur dengan tumpukan baju yang hendak disetrikanya.

Tok… Tok… Tok…

Tengah malam pintu kamarnya ada yang mengetuk, dengan malas Kumi membukanya. Arka berdiri di depan kamarnya. “Ada apa Mas?”

            “Layani aku malam ini?”

Kumi tidak menjawab, dia masih teringat dengan hinaan laki-laki itu. Dalam hatinya dia merutuk. Ngapain dia minta dilayani setelah mengatakan aku bau keringet.

Arka langsung masuk ke kamarnya.

“Jangan di sini Mas, kamarnya kotor dan berantakan, keringatku juga bau,” kata Kumi mengelak.

“Halah bawel!” Dia langsung membuka paksa daster Kumi dan menindihnya dengan kasar di atas kasur.

Kumi tak bisa berkutik. “Mas Arka, bisakah kita melakukan foreplay terlebih dahulu, supaya aku tidak kesakitan,” pintanya menahan rasa sakit.

Arka langsung menghentikan permainannya dan menampar pipi Kumi dua kali.

Kumi menangis sambil memegangi pipinya.

“Apa salahku Mas? Kenapa aku tidak boleh mengungkapkan apa yang kumau?”

Kemarahan Arka semakin menjadi-jadi mendengar perkataan Kumi. Tanpa memedulikan kondisi Kumi, dia lalu menarik tubuh Kumi dan melemparkannya di atas tempat tidur. Dia kembali menggauli Kumi dengan agresif.

“Kamu adalah istriku, terserah aku mau memperlakukanmu seperti apa!! Mengerti kamu!!!”

Kumi diam dan pasrah menerima perlakuan Arka.

Setelah Arka puas dia kembali ke kamarnya. Tubuh Kumi tak bertenaga, dengan langkah gontai dia berjalan ke kamar mandi.

“Makanya jadi istri itu jangan banyak bicara!”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yanie Abdullah
bikin cerita gk usah keterlalun deh, sebusuk busuknya manusia tak ada mertua dn suami yang memperlakukan menantu atau istri sampai kayak di cerita ini ! orang Indonesia tak seburuk seprti di cerita ini jangn bikin nek orang yang belum pernah menikah.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status