Kumi menoleh dan melihat mama mertuanya pergi dengan membawa ponselnya. Kumi mengejarnya. “Ma, Kumi janji akan mematuhi perintah Mama. Tapi tolong kembalikan ponsel Kumi. Kumi mau lihat resep masakan ayam lengkuasnya,” katanya.
“Nih!” Perempuan itu melemparkan ponsel Kumi di rerumputan. “Lucu sekali anak zaman sekarang, semua gak bisa. Beda sekali dengan zamanku dulu,” gerutunya.
Hati Kumi giris. Tangannya memegang dada. “Sabar… sabar!” Dia tak boleh cengeng.
Butuh waktu hampir dua jam buat Kumi memasak permintaan mertuanya. Penampilannya sangat berantakan, muka Kumi yang cantik dihiasi jelaga sedangkan tangannya rusak terkena parutan kelapa.
Arka sudah bangun. Dia sudah berganti pakaian kerja dan duduk di meja makan bersama kedua orang tuanya.
Kumi mengambil piring dan duduk di samping Arka.
Mama mertuanya menarik tangannya agar bangun. “Kumi, pekerjaanmu di belakang masih banyak. Apa kamu tidak melihat kertas yang Mama tempel di dapur?”
Kumi mengambil kertas yang ditempel di kulkas. Daftar pekerjaan yang harus ia kerjakan.
Masak [pagi, siang dan malam] menunya harus beda. Papa dan Mama suka masakan bersantan, ayam goreng dan sambal terasi harus ada tiap hari.
Camilan gorengan [bakwan, tahu isi, pisang goreng] pagi dan sore.
Buat kopi untuk Papa dan Arka, jus sehat untuk Mama pagi dan sore.
Menyiram tanaman sekaligus menyapu halaman pagi dan sore.
Mencuci, menyetrika baju. Bajunya Papa harus di gantung dan diletakkan dalam satu warna. Tidak boleh campur-campur.
Kumi malas membaca karena daftarnya terlalu panjang, dia pergi ke belakang dan mendengar Arka berbicara.
“Berani sekali mau makan bareng sama kita, lihat penampilan dia?” Arka tertawa. “Ma, aku tidak mau tidur sama Kumi, keringatnya bau.”
“Tenang ya Cah Bagus, mulai nanti malam biar Kumi tidur di kamar pembantu saja.” Dia menoleh. “Apa kamu dengar itu Kumi, dan oh ya, semua pakaian kotor yang ada di dalam kamar belakang kamu cuci dengan tangan, karena kami gak mau baju mahal kami rusak.”
“Iya Ma,” sahut Kumi lirih, walau dia ingin bertanya, apa gunanya mereka membeli mesin cuci dan pengering? Apakah untuk pamer saja?
Kumi sadar, menjadi istri Arka hanyalah sebuah kedok yang ditawarkan pada keluarganya. Padahal sejatinya mereka menginginkan seorang pembantu gratis yang membantu mengurus rumah tangga. Air mata Kumi merebak mengaburkan pandangannya saat melihat 3 bak besar penuh dengan cucian kotor.
Dengan perasaan tertekan ia mencuci semua baju kotor, tangannya yang terluka semakin perih. Kumi ingin pulang, ia kangen ibunya.
Setelah selesai, Kumi langsung menjemurnya. Perutnya melilit kelaparan. Ia pergi ke meja makan. Matanya kaget saat melihat meja makan sangat kotor. Ia eneg melihat tumpahan kuah dan tulang-tulang ayam berserakan di atas meja.
Rasa terkejutnya belum hilang. Mereka menghabiskan semua lauknya! Dan hanya menyisakan sedikit nasi beserta kuah sayur lodeh untuknya. Kumi menarik napas panjang.
“Oalah…” katanya masygul.
“Kumiiiii… !!” suara Rini naik beberapa oktaf memanggil Kumi.
Nasi yang dikunyahnya tersangkut di tenggorokan. Cepat-cepat Kumi meminum air. “Iya Ma!”
“Bawakan Mama es cream dan kentang goreng.”
Pekerjaan Kumi seperti tak ada habis-habisnya. Ada saja pekerjaan yang diberikan mama mertuanya. Dia bolak balik melayani mama mertuanya yang sibuk nonton drakor di N*****x. Yang mengesalkan, dia tidak menyuruhnya sekaligus. Setelah camilannya habis, dia minta yang dibawakan camilan yang lain dengan minuman yang berbeda-beda sampai drakor yang ditontonnya selesai.
Kaki Kumi gemetaran setelah 10 kali naik turun tangga Kumi protes. “Ma, Kumi capek. Pekerjaan Kumi masih banyak yang belum dikerjakan.” Muka Kumi kusut sekali.
“Masih muda saja sudah malas. Ya sudah pergi sana!”
“Kamu yang malas bergerak, bukan aku. Dari tadi makan terus,” gumam Kumi lirih seraya melirik mama mertuanya yang sedang rebahan di atas tempat tidur.
Malamnya tenaga Kumi sudah habis, dia langsung tertidur sesaat setelah merebahkan badannya di kamar pembantu berbaur dengan tumpukan baju yang hendak disetrikanya.
Tok… Tok… Tok…
Tengah malam pintu kamarnya ada yang mengetuk, dengan malas Kumi membukanya. Arka berdiri di depan kamarnya. “Ada apa Mas?”
“Layani aku malam ini?”
Kumi tidak menjawab, dia masih teringat dengan hinaan laki-laki itu. Dalam hatinya dia merutuk. Ngapain dia minta dilayani setelah mengatakan aku bau keringet.
Arka langsung masuk ke kamarnya.
“Jangan di sini Mas, kamarnya kotor dan berantakan, keringatku juga bau,” kata Kumi mengelak.
“Halah bawel!” Dia langsung membuka paksa daster Kumi dan menindihnya dengan kasar di atas kasur.
Kumi tak bisa berkutik. “Mas Arka, bisakah kita melakukan foreplay terlebih dahulu, supaya aku tidak kesakitan,” pintanya menahan rasa sakit.
Arka langsung menghentikan permainannya dan menampar pipi Kumi dua kali.
Kumi menangis sambil memegangi pipinya.
“Apa salahku Mas? Kenapa aku tidak boleh mengungkapkan apa yang kumau?”
Kemarahan Arka semakin menjadi-jadi mendengar perkataan Kumi. Tanpa memedulikan kondisi Kumi, dia lalu menarik tubuh Kumi dan melemparkannya di atas tempat tidur. Dia kembali menggauli Kumi dengan agresif.
“Kamu adalah istriku, terserah aku mau memperlakukanmu seperti apa!! Mengerti kamu!!!”
Kumi diam dan pasrah menerima perlakuan Arka.
Setelah Arka puas dia kembali ke kamarnya. Tubuh Kumi tak bertenaga, dengan langkah gontai dia berjalan ke kamar mandi.
“Makanya jadi istri itu jangan banyak bicara!”
Rini mendekati Kumi yang berjalan-jalan tertatih-tatih ke kamar mandi. Dia memandang Kumi dengan sinis. “Jadi perempuan kok banyak ngomong, gimana suaminya mau senang?” cibirnya lagi. Kumi tak menanggapi perkataan mama mertuanya. Dia menunduk menekuri dinginnya lantai ubin. Rini terus menatap Kumi dengan bengis. “Ingat! Kamu tidak bisa bertingkah seenak perutmu. Kamu tinggal di rumah mertua dan harus mematuhi peraturan di sini! Kamu tidak boleh menolak melakukan apapun yang kami mau!” “Baik Ma!” “Besok siang kami mau mengundang teman-teman sekitar 20 orang. Menunya sudah mama buat dan mama tempel di kulkas. Tugasmu hanya memasa
Sepanjang perjalanan Kumi memilih diam. Arka beberapa kali menerima panggilan telepon.“Apa? Pak Sakha sudah sampai? Oke – oke 5 menit lagi aku sudah sampai.”Lelaki itu terlihat gugup. “Ini semua gara-gara kamu! Dasar perempuan tak berguna!” gerutu Arka dengan rahang mengeras.Kumi menyembunyikan rasa gugupnya saat Arka berhenti di depan Lobby Hotel Cantika. Seorang petugas valet datang dan membawa mobil Arka ke tempat parkir.Arka berjalan cepat, dan Kumi mengikutinya dengan langkah tergesa. Di depan lounge hotel, mereka bertemu dengan seorang gadis cantik, tinggi semampai. Penampilannya sangat sempurna, membuat Kumi minder melihatnya.“Rhea, mana Pak Shaka?” Mata Arka celingak-celinguk di lounge hotel.“Katanya sih menemui temannya, sebentar lagi datang.” Rhea melihat Kumi dari atas ke bawah. Senyumnya mencibir. “Ndeso banget, pantesan Arka gak betah sama kamu.”Kumi
Shaka memberinya catatan. Kumi membacanya dengan tak mengerti. “Seminggu?” “Maaf Ma, Kumi tidak bisa. Mas Arka menyuruh Kumi menemani bosnya selama seminggu.” “Apa!! Tidak bisa kamu harus pulang!” Perempuan itu berteriak kebingungan di seberang. KLIK. Kumi mematikan ponselnya. Hati Kumi puas. Shaka duduk di sebelah Kumi. “Aku semalam telah meminta ijin pada Arka. Aku beritahu dia aku puas dengan servis kamu dan memintamu menginap selama seminggu. Aku pikir kamu bisa beristirahat di sini, sekalian memeriksa kehamilanmu. Sorry dari semalam aku khawatir kamu belum memeriksakan kehamilanmu ke dokter.”
Kumi menoleh dan mulutnya terkunci saat melihat Ibu dan Ayahnya berdiri di depan pintu. Dia langsung menubruk Ibu dan Ayahnya yang belum dilihatnya selama berbulan-bulan. “Ibu, Kumi kangen sekali.” Putri memeluk anaknya sambil berlinang air mata. Hatinya hancur sekali melihat Kumi diperlakukan jahat oleh menantu dan besannya. “Maafkan Ayah dan Ibu Nak. Ibu tidak menyangka mereka memperlakukanmu buruk seperti ini.”Rini ketus, ia marah sekali melihat besannya mendadak datang. ”Tamu kok gak punya sopan-santun, langsung masuk ke rumah orang tanpa permisi. Lagipula, Kumi itu menantu kami, kami berhak melakukan apa saja kepadanya. Sedangkan kalian tidak punya hak sama sekali!”Teguh datang. “Benar apa kata istri saya, kalian tidak usah ikut campur dengan rumah tangga anak kami. Sebaiknya Tomo dan Putri pulang, daripada memperk
Kumi membuka tas, mengambil uang lima ribuan dan memberikannya pada perempuan tersebut. Tanpa sadar Kumi mengelus perutnya. Ketakutan tiba-tiba menyergapnya. Tidak-tidak, dia tak mungkin terlempar di jalanan seperti wanita itu.Putri memegang tangan anak perempuannya. “Kamu jangan khawatir Nak. Ibu dan Ayah akan menjagamu. Kamu sekarang aman bersama kami, juga anak yang ada dalam perutmu.”“Bagaimana Ibu dan Ayah bisa pas datang saat kami bertengkar?” tanya Kumi mengalihkan pikiran sedih yang mulai menginvasi otaknya.Ayah menjawab pertanyaan Kumi.“Ibu dan anak itu punya ikatan bathin kuat Nduk. Ibumu sering bersedih dan menangis tanpa sebab. Tiap tengah malam ia selalu terbangun dan ingat sama kamu. Dia memaksa Bapak untuk menengokmu. Tapi Bapak tunda terus. Kemudian seminggu yang lalu, ibumu menyuruh Khandra datang diam-diam mengecek keadaanmu. Dia melihatmu lari ke sana ke mari mempersiapkan acara makan-maka
Yuni berdiri di depan pagar, matanya yang belok melihat ke Kumi. “Siang Tante,” sapa Kumi ramah. “Hati-hati Kak, dia tukang gossip, jangan disuruh masuk,” bisik Khandra. “Oh ya, Khandra punya uang, uang Kakak sebaiknya disimpan saja.”“Beneran? Darimana dapat uangnya?” Kumi mengernyitkan dahi. “Aku buat stiker dan kujual online. Hasilnya kutabung buat bayar kuliah nanti,” kata Khandra bangga. “Kakak mau makanan apa, biar sekalian Khandra belikan.” Ada gerimis di mata Kumi, ia terharu dengan kebaikan adiknya. “Tidak usah, Kakak tidak pengen apa-apa.”Khandra l
Bab 10 Kumi lalu berlutut di depan ayahnya sambil berurai air mata. “Ayah, tolong sekali ini saja, bantu Kumi mengurus perceraian Kumi. Maaf, Kumi tidak bisa menyenangkan hati Ayah tapi Kumi ingin hidup bahagia sesuai dengan keinginan Kumi.” Walaupun usianya masih muda, Kumi selama ini mengamati lelaki setelah menikah kebanyakan condong kepada keluarga istrinya, karena keterikatan dengan istri dan anak perempuannya. Contohnya seperti Ibu, setiap ada masalah atau keperluan, Ibu lebih memilih bercerita pada ibunya sendiri daripada dengan mertuanya. Sementara Arka adalah anak semata wayang keluarga Teguh. Ia memahami kasih sayang mertuanya terutama mama mertuanya yang begitu besar pada Arka sehingga sulit bagi Arka untuk melepaskan perhatian dan pemikiran kedua orang tuanya. Sedikit banyak Arka mencontoh apa yang orang tuanya lakukan. Kumi bisa melihat itu, setelah tinggal bersama mertuanya. Mertuanya adalah tipe keluarga konservatif
Bab 11 “Kalau kamu tahu siapa saya, antarkan Kumi sekarang! Jika tidak aku akan memporak-porandakan hidup Kumi!” Teguh langsung menutup telponnya. Ancaman Teguh tidak membuat Sutomo gentar. Dia mencari istri dan anaknya di kamar. “Keluarga Mas Teguh mengancam kita, Bu. Dia mau membuat hidup Kumi sengsara. Tapi Ayah sudah bulat mau mengurus perceraian Kumi secepatnya,” kata Sutomo kalem, meski hatinya takut. Putri tersenyum. “Nah, gitu dong Yah. Ibu sangat bangga sekali dengan tindakan Ayah,” pujinya haru. “Soal ancaman, Ibu gak takut, kita sudah punya bukti kuat. Seandainya kita beberkan ke public apa ya mereka gak tambah malu.” “Khandra juga telah mengumpulkan beberapa foto Mas Arka bersama pacarnya,” kata Khandra tiba-tiba. Dia memberikan beberapa lembar foto pada Kumi. Kumi mengambil dan memperhatikannya. “Eh, bukankan ini tempat hotel saat kami honeymoon dulu.” Dia tersenyum kecut. “Kenapa dia Nduk? Apa