“Briana!”
Suara panggilan melengking itu membuat Briana buru-buru membuka pintu kamar.
Briana sudah berpenampilan anggun dengan gaun yang indah. Dia baru saja bersiap untuk ikut pesta kebun yang diadakan keluarga, tapi sang mertua memanggilnya dengan lantang.
“Ada apa, Ma? Sebentar lagi aku siap,” ucap Briana.
“Untuk apa kamu berpakaian bagus seperti itu? Kamu beli gaun itu lagi? Pemborosan!”
Briana melihat mertuanya menatap sinis dan dengki ke arahnya. Dia pun mencoba bersikap tenang dengan masih memulas senyum meski sang mertua bicara dengan nada ketus.
“Ini gaun lama, Ma. Memang jarang dipakai. Karena hari ini perayaan naiknya jabatan Farhan, jadi aku memakainya agar berpenampilan cantik,” ujar Briana menjelaskan.
“Kamu tidak usah dandan-dandan, apalagi pakai baju bagus begini. Kalau mau merayakan dan dukung suamimu, lebih baik kamu pantau dapur apakah makanan di sana cukup atau tidak. Lagian yang datang di pesta semuanya orang dari kalangan atas, kamu yang sekarang tak layak ikut pesta itu! Buat apa juga ikutan, kamu juga ga ada gunanya di pesta. Bikin malu saja.”
Wanita itu tersenyum sinis ke Briana, membuat Briana hanya diam.
“Buruan ke dapur dan urus makanan juga minuman di sana! Dasar lelet!” bentak sang mertua lantas meninggalkan Briana.
Tepat saat sang mertua membalikkan badan. Farhan terlihat baru saja sampai di lantai dua dan melihat Briana yang hanya diam.
“Bilangin ke istrimu, miskin ya miskin saja, tidak usah sok pakai gaun bagus untuk ikut pesta, bikin mood orang hilang saja!” Wanita itu mengadu ke Farhan, lantas pergi dari tempat itu.
Farhan menatap Briana yang diam di depan pintu. Pria itu pun berjalan mendekat ke Briana.
“Daripada Mama marah, lebih baik kamu menuruti ucapannya,” ucap Farhan lantas masuk kamar karena harus mengambil sesuatu.
Briana sangat terkejut mendengar ucapan Farhan, kenapa pria itu tak membelanya tapi malah memintanya menuruti keinginan wanita itu.
“Tapi Mama memintaku di dapur, Far. Aku istrimu, masa aku tidak menemanimu di pesta?” Briana mencoba menjelaskan jika perintah sang mertua juga salah.
Farhan mengambil sesuatu dari laci, lantas menoleh ke Briana yang sudah menatapnya.
“Nurut saja kenapa, hah? Lagian pesta itu juga yang datang hanya para pria. Kalau Mama minta kamu di dapur, ya sudah di dapur saja. Pakaian itu juga sayang kalau kamu pakai, tidak ada guna juga.”
Briana terkejut karena Farhan ikut membentaknya. Bahkan sekarang pria itu berjalan meninggalkannya.
“Kalau kamu masih menghormatiku dan keluargaku, ikuti saja apa yang diperintahkan Mama.”
Briana mendengar suara pintu tertutup. Dia benar-benar tak menyangka jika Farhan akan membela ibu daripada istrinya sendiri.
Briana mencoba menarik napas dalam-dalam lantas mengembuskan perlahan. Dengan berat hati Briana pun mengganti pakaiannya dengan baju biasa, lantas turun ke dapur.
“Kenapa Nona di sini?” tanya pelayan terkejut melihat Briana malah ke dapur bukan ke taman tempat pesta diadakan.
Briana tersenyum mendengar pertanyaan pelayan, lantas menjawab, “Mama meminta agar aku mengecek kesediaan makanan dan minuman di dapur, jadi aku harus memastikan apakah semuanya cukup atau tidak.”
Pelayan di sana saling tatap, tentu saja mereka tahu jika sudah beberapa bulan ini Briana memang diperlakukan tak adil oleh anggota keluarga lain.
Briana mengecek ketersediaan kue, minuman, hingga makanan berat di dapur. Dia diam sejenak, lantas menoleh ke jendela yang terhubung dengan halaman samping.
“Apa aku benar-benar sudah tak ada harganya sama sekali sampai di acara suamiku sendiri, aku diperlakukan seperti ini?”
Briana terdiam sejenak, rasanya perih karena sang suami seperti tak membutuhkannya sama sekali padahal dia istri yang seharusnya mendampingi suami.
Briana menarik napas dalam-dalam, lantas mengembuskan perlahan untuk menahan emosinya. Hingga saat Briana akan membantu membuat minum, dia melihat beberapa tamu wanita hadir di pesta itu.
“Farhan membohongiku, dia bilang hanya ada tamu pria?”
Briana benar-benar kesal, kenapa Farhan melarangnya ikut dengan dalih hanya tamu pria yang hadir, tapi ternyata sekarang ada tamu wanita di sana.
Briana berjalan keluar dari dapur untuk mencari Farhan, hingga langkahnya terhenti saat melihat dua manusia berdiri tak jauh dari tempatnya berada sekarang.
“Apa yang dilakukan mereka?”
Briana pun membungkam mulutnya.
Dhira dan Sean pergi ke IGD rumah sakit mereka berada sekarang. Renata di sana karena mengantar Briana yang mau melahirkan.“Ma.” Dhira langsung memanggil sang mama.“Kenapa kamu cepat sekali ke sini?” tanya Renata keheranan.“Karena aku baru periksa, jadi waktu Mama telepon, aku ada di sini,” jawab Dhira.“Periksa? Kamu sakit?” tanya Renata dengan kepanikan berlipat karena ucapan Dhira.Dhira melebarkan senyum, lantas menunjukkan hasil USG. “Tidak sakit, tapi sedang hamil. Ini, cucu kedua Mama dan Papa.”Dhira memberitahu dengan bangga, sampai membuat Renata sangat syok dan senang.“Ya Tuhan, mama tak percaya. Mama senang sekali mendengar kabar ini.” Renata langsung memeluk karena sangat bahagia.Dhira juga bahagia karena bisa menyenangkan hati sang mama.Saat keduanya saling berpelukan, tiba-tiba terdengar suara bayi yang membuat mereka terkejut.“Sudah lahir? Cepat sekali?” Dhira terkejut, apalagi melihat perawat keluar masuk ruang penanganan.Briana sudah melahirkan di ruang IGD se
“Dhira, kamu di mana?”Sean keluar dari ruang ganti mencari keberadaan Dhira yang tak menyahut padahal dia sudah memanggilnya sejak tadi. Dhira keluar dari kamar mandi, tentu saja hal itu membuat Sean keheranan.“Kenapa masuk kamar mandi lagi?” tanya Sean karena Dhira sudah mandi sejak tadi.Dhira menutup mulutnya seolah merasakan sesuatu yang ingin keluar, tapi dia tetap berjalan menghampiri Sean.Usia pernikahan mereka sudah berjalan tiga bulan. Sean sudah menerima Dhira sepenuhnya, hingga hubungan rumah tangga mereka berjalan dengan sangat baik.“Kamu baik-baik saja?” tanya Sean karena Dhira agak pucat.“Entah, sejak tadi rasanya pusing dan mual,” jawab Dhira.Sean langsung menyentuh kening Dhira, tapi tak merasa panas.“Apa sangat pusing?” tanya Sean memastikan.Dhira sibuk mengikat dasi Sean saat mendengar pertanyaan itu.“Iya lumayan, tadi seperti berputar lalu aku mual,” jawab Dhira kemudian menatap Sean dengan wajah memelas.“Kita ke rumah sakit untuk memastikan kamu sakit apa
Riana memang bertindak kejam, tapi semua itu semata-mata dilakukan untuk melindungi Sean dari hal-hal yang tak diinginkan.Milia diam mendengar ucapan Riana. Dia hanya menunduk sambil meremas jemari karena tak bisa berbuat apa-apa.Ibu Milia juga diam karena takut, lalu memberanikan diri menatap Riana.“Kalau kami pergi dari kota ini, bagaimana dengan usaha pakaian kami? Masa mau ditinggal begitu saja? Misal mau dijual juga tidak bisa cepat laku,” ujar ibu Milia yang takut jika masih di kota itu akan dipersulit Riana.Milia terkejut mendengar ucapan sang ibu, apa itu artinya ibunya mau pindah karena ancaman Riana.“Aku akan membelinya, kalau perlu rumah sekalian akan aku beli dua kali lipat dari harga aslinya, asal kalian pergi dari kehidupan putraku!” Riana tak segan memuluskan keinginan ibu Milia asal pergi dari kota itu.Ibu Milia membayangkan uang sangat banyak yang akan diterimanya jika dijual ke Riana. Dia yang mata duitan langsung setuju begitu saja.“Baik, saya setuju menjualny
Saat sore hari, Sean pulang dan menemui Riana yang sedang bersantai di ruang keluarga.“Sudah pulang? Kamu sudah mengosongkan jadwal agar minggu depan tidak ada kendala, kan? Ingat, pernikahanmu itu minggu depan,” ucap Riana langsung mengingatkan, jangan sampai Sean lupa dan masih membuat jadwal kegiatan di perusahaan.“Mama tenang saja, Vino sudah mengatur semuanya,” balas Sean.Riana mengangguk-angguk senang karena sekarang Sean mudah diatur.“Ma, aku mau menceritakan sesuatu, tapi aku harap Mama tidak berpikiran buruk atau panik dulu,” ucap Sean ingin memberitahu soal Milia.Sean hanya ingin sang mama tahu saja, agar kelak jika terjadi sesuatu atau Milia membuat ulah, sang mama tak benar-benar syok karena sudah tahu dan mendengar sendiri darinya.Riana menoleh Sean saat mendengar apa yang dikatakan oleh putranya itu. Dia menurunkan satu kaki yang sejak tadi disilangkan, dahinya berkerut halus karena penasaran.“Memangnya kamu mau menceritakan apa?” tanya Riana dengan pikiran negati
Dhira langsung bicara tegas agar Milia sadar diri. Dia tak akan kasihan meski Milia sedang hamil, dia sadar kalau wanita seperti Milia, tidak akan puas jika hanya dikasih hati. Begitu mendapat kebaikan, wanita itu akan melunjak tak tahu diri.Milia terdiam mendengar ucapan Dhira, hingga Dhira kembali bicara.“Kamu pikir dengan datang menemui Sean, kamu bisa memintanya bertanggung jawab atas janin yang bukan miliknya? Kamu mungkin tak tahu, Sean sudah tahu segalanya tentang kebusukanmu.” Dhira terus bicara untuk menyadarkan Milia.Milia sangat terkejut mendengar ucapan Dhira, hingga Dhira kembali bicara.“Bahkan tahu kalau kamu selama ini sering tidur dengan pria lain. Sungguh aku ingin tertawa, baru kali ini melihat wanita tak tahu diri sepertimu, sudah selingkuh dan tidur dengan pria lain, tapi minta pertanggungjawaban ke pria yang kamu buang.” Dhira menjejali telinga Milia dengan fakta bahkan tak peduli itu bisa mempengaruhi pikiran dan janin Milia.
Sean mulai nyaman bersama Dhira. Sikap Dhira yang apa adanya saat bicara, membuat Sean merasa tenang.Sean keluar dari lift sambil menatap ponsel, dia mencoba menghubungi Dhira karena ingin mengajak makan siang, tapi Dhira tak menjawab panggilan darinya.“Ke mana dia?” Sean bertanya-tanya karena Dhira mengabaikan panggilan darinya.Sean berpikir apa mungkin Dhira sedang rapat atau bertemu klien, membuatnya memilih mengirim pesan kalau akan datang ke perusahaan Dhira.Saat Sean baru saja keluar dari lobi, Sean terkejut karena ada yang mencegah langkahnya.“Sean.” Milia muncul di sana dengan mata bengkak dan wajah penuh linangan air mata.“Apa lagi yang kamu inginkan?” tanya Sean mulai malas, apalagi dia sudah tahu semua kebusukan Milia.“Sean, kumohon maafkan aku. Saat ini aku tidak tahu harus bagaimana, aku membutuhkanmu,” ucap Milia sambil menggenggam telapak tangan Sean.Sean me