Semua mata memandang ke arah sumber suara, tampak Ainel dengan kopernya mendekat ke meja makan."Ainel mau pamit pulang kerumah, karena kondisi Tama juga sudah mendingan," pamit Ainel sambil menunduk."Tapi kenapa buru-buru?" tanya Bara."Gua mesti buka toko, Bar," jawab Ainel.Salma berjalan mendekati Ainel dan menuntunnya duduk."Mama mau temana?" tanya Tama lugu.Ainel menatap sendu wajah Tama, anak yang dulu tak diinginkannya dan sekarang rasa sayang kepada anak tersebut melebihi segalanya."Tinggallah disini sampai Tama benar-benar sembuh Nel, dia butuh kamu," ujar Salma pelan.Bu Bira dan bu Aisah hanya diam, mereka juga tidak tahu harus menahan atau membiarkan Ainel pergi. Karena mereka pun bisa melihat kalau Ainel saat ini mulai tertarik sama Bara dan Bara juga belum sepenuhnya melupakan Ainel."Gak enak kalau terus-terusan ninggalin toko Sal, gua titip Tama ya Sal," jawab Ainel lagi."Mama mau pelgi temana?" tanya Tama lagi."Mama harus pulang kerumah Mama nak, Mama harus jua
Bara berjalan mendekat kearah bu Bira di depan televisi, dan tanpa sengaja mendengar bu Bira yang sedang ngedumel entah kepada siapa, tapi saat Bara dengar ternyata sedang ngomel untuk Salma."Bodoh banget sih, ibu kandungnya ada. Mau-maunya di suruh-suruh anak kecil gitu," gerutu bu Bira dengan wajah yang masam."Siapa yang bodoh, Ma?" tanya Bara dari arah belakang yang sontak membuat bu Bira tergagap."Bara! Sejak kapan kamu disitu?" tanya bu Bira mengabaikan pertanyaan Bara."Sejak tadi, Ma," jawab Bara santai duduk di sebelah bu Bira yang tampak salah tingkah."Kamu mau Mama buatin kopi?" tanya bu Bira kepada sang anak."Gak usah, Ma, makasih. Nanti biar Salma aja yang buatin kopinya," jawab Bara santai."Kasihan Salma, tangannya masih sakit," ujar bu Bira."Cuma sekedar buatin kopi gapapa, Ma, yang luka kan tangan kiri Salma.""Kamu gak kasihan sama Salma?" tanya bu Bira."Bara tahu dan paham dengan Salma, Ma. Oh iya tadi Bara dengar Mama bilang bodoh, siapa yang bodoh, Ma?" tany
"Mungkin karena itu Hernadi tega melakukan ini?" gumam Bara."Pak," panggil Ari.Bara kemudian terdiam beberapa saat seperti sedang memikirkan sesuatu."Pak Bara, sebenarnya ada apa?" tanya Ari penasaran."Bapak sedang baik-baik saja kan?" lanjut Ari lagi."Kamu pikir saya kesurupan, Ri?" tanya Bara menatap Ari."Habisnya saya bingung, bapak panggil saya tapi tidak mengatakan apapun kepada saya," protes Ari.Bara hanya tergelak mendengar kejujuran Ari."Jadi gini Ri, dulu waktu ada acara perkumpulan pengusaha-pengusaha tahun lalu, saya sempat ngobrol sama pak Hernadi, dan sambil bercanda beliau mau menjodohkan saya sama putri bungsunya," cerita Bara kepada Ari."Terus, Pak?" tanya Ari penasaran."Saya gak jawab apa-apa, hanya tersenyum. Saya cuma bilang gak mungkin anaknya mau kan saya duda. Hanya sekedar basa basi saya jawabnya, gak saya seriusin," ujar Bara."Beliau maksa?" tebak Ari."Gak, makanya saya pikirkan beliau cuma main-main. Dan memang saya tidak tertarik juga," jawab Bara
Ainel dan seorang wanita paruh baya tersebut saling pandang."Ainel? Ini kamu Ainel kan?""Mama," gumam Ainel pelan.Bu Sirra atau nyonya Hario langsung memeluk Ainel erat."Maafin mama nak, mama kangen sama kamu," ujar bu Sirra yang langsung memeluk Ainel dan menangis.Ainel hanya diam mematung dan pelan-pelan mengangkat tanganya dengan ragu lalu mengusap pundak sang mama.Bara hanya terdiam melihat perjumpaan ibu dan anak tersebut."Sejak kapan kamu tahu Tama kecelakaan?" tanya bu Sirra kepada Ainel."Mereka kecelakaan di depan toko Ainel, Ma. Saat mereka akan berkunjung bermain bersama Ainel," jawab Ainel menunduk."Kamu sudah lama disini?""Iya," jawab Ainel singkat."Kenapa gak pulang ke rumah?" tanya bu Sirra."Untuk apa, Ma? Tidak ada yang mengharapkan Ainel pulang, kan?" tanya Ainel."Kamu dan Bara?" tanya bu Sirra menyelidik."Ainel dan Bara hanyalah mantan suami istri, Ma. Bara sudah menikah dengan Salma, dan kenapa kami bisa bersama saat ini karena Tama anaknya Ainel yang d
"Permisi," ucap suara dari luar yang mendayu.Semua orang melihat ke arah pintu, dan mata yang membulat melihat siapa yang datang.Vina Adiguna.Entah mau apa dan tahu darimana kalau Salma mengalami kecelakaan."Santai dong, kok mukanya kaya terkejut itu gua datang kesini. Gua tahu dari berita di televisi kalau situ mengalami kecelakaan lagi," ujarnya sambil melirik Salma dan meletakkan keranjang buah pada ranjang Tama."Terima kasih," ucap Ainel."Dan gua juga mau mastiin, anaknya pak Bara gapapa udah kecelakaan sama Salma. Takutnya jadi tumbal," ujarnya sambil terkekeh.Bara tampak mengepalkan tangannya, dan mau bangkit namun ditahan oleh Salma."Rigo, bawa wanita ini keluar sebelum saya khilaf!" teriak Bara."Baik, Pak," jawab Rigo."Sadar pak Bara, udah gua kasih tahu kan. Kalau masih gak percaya ya udah," ucap Vina sambil melenggang pergi dan menepis tangan Rigo yang akan menyeretnya keluar."Gua bisa keluar sendiri," ujarnya.Semua orang terdiam, sedangkan Salma menangis memeluk
Braakk."Tamaaa," pekik Salma dan diiringi jeritan suara Ainel yang berlari keluar dari dalam toko.Karena memang toko Ainel terletak di pinggir jalan, dan tidak ada parkir lain selain depan toko, sebuah motor dari seberang jalan dengan kecepatan tinggi langsung menabrakkan Salma yang sedang menunggu Tama dan Rikel turun. Namun naas saat Tama turun, motor tersebut tiba dan langsung pergi, beberapa pengendara lain sudah mencoba mengejar namun mereka licik, ternyata ada beberapa lainnya yang bertugas mengecoh.Jojo yang berusaha menghalangi laju motor juga kena senggol."Jo, ayo bawa Tama ke rumah sakit!" teriak Salma menyadarkan Jojo yang masih linglung karena kepalanya juga sedikit pusing.Darah yang mengalir dari kepala Tama membasahi baju dan jilbab Salma. Sementara Rikel menangis tanpa suara dan terus memanggil Tama."Nak, bangun nak lihat Umi ya, Nak," ujar Salma sepanjang perjalanan ke rumah sakit sambil memeluk Tama."Iya, Umi," jawab Tama lemah.Sementara Ainel hanya menangis