"Ada apa ma?" tanya Bara lagi."Buka dulu pintunya," teriak bu Bira."Tunggu aja di bawah Ma, nanti Bara turun," jawab Bara masih tak beranjak dari tempat tidurnya."Kalian lagi ngapain sih, buka pintunya kenapa?" tanya bu Bira."Gak bisa, Ma, lagi nanggung," jawab Bara tersenyum."Tanggung apanya?" tanya bu Bira lagi."Ya olahraga dong ma," jawab Bara."Kok sore-sore sempat-sempatnya kalian olahraga?" tanya bu Bira."Iya apa bedanya ma sore dan malam," jawab Bara tanpa beranjak dari posisinya.Hingga akhirnya bu Bira menyerah.Terdengar langkah yang menjauh. Bara menghela nafas lega. Anehnya aja ibunya seakan tidak memberinya waktu berduaan dengan Salma kecuali malam hari."Siapa, Mas?" tanya Salma yang baru keluar dari kamar mandi, bau mawar menguar ke seluruh ruangan."Mama," jawab Bara cuek."Kenapa?" tanya Salma mengernyitkan keningnya."Gak tahu, gak Mas bukain pintu," jawab Bara berlalu menuju kamar mandi, sebelumnya sempat mendaratkan kecupan di kening sang istri.Salma hanya
“Pa, Tama dan Ikel hari ini sekolah sama Umi ya pa. Please,” mohon kedua anaknya dengan wajah memelas.“Bik Sri kenapa?” tanya Bara sambil memandang ke arah sang pengasuh tersebut.“Gapapa Pa, hanya mau sama Umi aja sesekali,” jawab Tama.“Kasih tahu alasannya sama Papa dulu,” ujar Bara sambil mengelap mulutnya dengan tissue.“Mau cepelti teman-teman yang ditungguin sama ibunya,” jawab Tama dan Rikel bersamaan sambil menunduk.Bara melihat ada kesedihan di wajah kedua anaknya tersebut.“Boleh. Tapi hati-hati ya,” jawab Bara sambil mengelus kepala Tama.“Horeeee. Makasih, Paa,” jawab Tama dan Rikel sambil berlarian memeluk tubuh sang ayah.Salma hanya tersenyum melihat keceriaan kedua anak tersebut. Sudah berkali-kali keduanya memaksa untuk diantar oleh uminya, dan selalu dilarang oleh Bara.Bukan tanpa alasan Bara melarang Tama dan Rikel di antar oleh Salma.Tapi lebih ke ingin memberi tahu kepada Mamanya kalau di rumah ini ada orang yang bertanggung jawab terhadap suatu pekerjaan buk
“Bu doktel, ayo cepat bantu Papa saya,” teriak Tama membuat Salma tergagap.“Oh iya Nak, ini parah nak lukanya harus segera kita operasi, Nak,” ujar Salma membuat Bara terkekeh geli dan langsung berdiri.“Duh bu dokter, kok langsung operasi sih,” protes Bara.“Biar cepat sembuh,” jawab Salma.Bara duduk di sebelah Salma, Tama dan Rikel kembali melanjutkan mainan yang lainnya.“Maafin Mas ya,” bisik Bara di telinga Salma.“Buat apa?” tanya Salma bingung.“Yang tadi nyuekin kamu. Tadi Nas lagi sibuk konsul sama pak Tigor untuk langkah selanjutnya proses hukum Hernadi Sriwijaya,” ujar Bara memberitahukan kepada sang istri.“Kenapa dengan Hernadi?” tanya Salma bingung.“Bukti-bukti yang didapatkan sudah cukup kuat untuk menjerat dia masuk penjara,” jawab Bara seperti menahan emosi bila mengingat Hernadi.“Alhamdulillah, mudah-mudah setelah ini kehidupan kita bisa tenang ya, Mas,” ujar Salma menatap kearah sang suami.“Iya sayang, Mas juga lelah kalau kita harus seperti ini terus, gerak ki
Bara tampak sangat emosi membaca semua lembar demi lembar yang diberikan oleh pak Tigor."Kurang ajar Hernadi," ujar Bara."Iya pak, ternyata sudah lama dia mengincar bapak, tapi bapak gak sadar aja," jawab pak Tigor."Dan dia menggunakan Hardi sebagai pengacara?" kernyit Bara."Iya, Pak," jawab pak Tigor."Atau jangan-jangan selama ini Hardi menjadi mata-mata Hernadi?" tanya Bara sambil memainkan pena di tangannya."Untuk hal itu saya gak tahu, Pak. Yang saya tahu beberapa kasus Sriwijaya biasanya mereka menggunakan Dania yang masih tergabung dalam satu payung dengan Hardi,” jawab pak Tigor lagi.Bara menghela nafas kasar dan baru menyadari akan hal itu."Okelah pak Tigor, saya serahkan semuanya kepada Bapak. Untuk biaya Bapak bisa langsung hubungi Ari, dia yang bertanggung jawab semuanya. Dan saya minta kasus ini diselesaikan secara tuntas, Pak," ujar Bara."Siap, Pak. Kami akan bekerja maksimal," ucap pak Tigor tegas."Thanks, Pak Tigor," jawab Bara sembari menepuk pundak pak Tigor
"Bara! Kamu ngagetin Mama aja," ujar bu Bira."Maaf ma, habisnya Mama dan Salma serius banget sih cerita sampai gak nyadar ada Bara," jawab Bara santai."Kamu dari tadi?" tanya bu Bira panik."Iya, Ma. Sejak Ainel pergi tadi," jawab Bara sambil mencomot satu emping dari toples di depan bu Bira.Wajah bu Bira mendadak pucat mendengar perkataan Bara."Bercanda kamu ih," ujar bu Bira sambil tertawa yang dipaksakan."Lagi bahas apa sih, Ma, Sal?" tanya Bara."Hehehe... Biasa masalah wanita. Mama mau ajak Salma belanja," ujar bu Bira."Kapan? Dimana?" tanya Bara protektif."Salmanya gak mau," jawab Bu Bira."Oh ya? Kenapa, Sal?" tanya Bara membuat Salma tergagap."Eh karena Salma bingung mau belanja apa, Mas," jawab Salma tergugup.Bara duduk disebelah Salma, membuat bu Bira terdiam."Kok udahan?" tanya Bara bingung."Ya gak ada lagi yang mau dibahas, Bara," ujar bu Bira."Yaudah masuk yok kalau udah selesai," ajak Bara kepada Salma."Kalian mau kemana?" tanya bu Bira."Kemana lagi, Ma, ya
"Bukannya kita sama, Tan? Masih mending Ainel, Tama baru lima tahun. Lah tante datangnya Bara umur dua puluh tujuh tahun dan sudah sukses. Selama ini kemana Tan? Menurut cerita ibu, panti itu gak pernah pindah," ujar Ainel sambil melenggang meninggalkan bu Bira yang mematung dan membisu mendengar kata-kata Ainel yang semuanya benar."Dan satu lagi Tan, Ainel statusnya janda meskipun sampai sekarang belum menikah lagi, lah tante apa? Gadis?" tanya Ainel berbalik."Jadi, jangan pernah bilang Salma tidak bisa menjadi istri yang baik, emang tante pernah merasakan jadi istri?" lanjut Ainel yang semakin membuat bu Bira tidak bisa berkata-kata.Beruntung disaat yang sama Salma datang, Salma melihat ketegangan antara Ainel dan mama mertuanya."Nel, kamu pulang diantar Yuda ya," ujar Salma memberitahu dan menyerahkan sebuah kotak kepada Ainel."Ini apa, Sal?" tanya Ainel heran."Ini donatnya. Kamu udah bikin banyak banget, oleh-oleh untuk karyawan kamu ya," jawab Salma sambil menyunggingkan se