Share

BAB 2

Mata Renita menerawang. Mengingat kembali kejadian menyedihkan yang menimpa dirinya di masa lalu.

Dimulai dari pertemuan pertama dengan Krisna, pernikahan yang tak direstui sang ibu mertua pada awalnya, hingga malam kejadian saat ia diusir dari rumah dalam keadaan sedang mengandung Azzalyn.

Semua ia ceritakan pada Azzalyn sambil berurai air mata. Tak ada lagi yang ditutupi.

“Ibu pikir Bu Narti benar-benar perhatian dan menyayangi Ibu, karena hampir setiap malam dia membuatkan jus semangka kesukaan Ibu. Tapi suatu hari, tanpa sengaja Ibu melihat apa yang ia lakukan. Dia mencampurkan pil KB yang sudah ia haluskan ke dalam jus yang setiap malam ia berikan pada Ibu. Entah sudah berapa lama dia melakukan itu. Dia benar-benar tidak mau memiliki cucu dari Ibu.” Renita menangis.

“Lalu?”

“Saat tahu apa yang ia perbuat, diam-diam Ibu selalu membuang jus yang diberikannya. Dan tak lama Ibu mengandungmu. Tapi belum sempat Ibu memberitahu Krisna, tanpa sengaja pernikahan sirinya dengan Riska saat itu terbongkar. Saat itu Riska sudah hamil. Dan tentu saja dengan mudah Bu Narti mendepak Ibu dari rumah. Malam itu Ibu diusir.” Renita menyeka air matanya.

“Jadi Ibu memilih pergi dan tidak memberitahu mereka kalau Ibu sedang mengandung?”

“Apa gunanya Ibu bilang kalau Ibu sudah hamil? Pernikahan Ibu sudah terlanjur hancur. Ayahmu tega berkhianat dengan dalih berbakti pada Ibunya.” Air mata Renita mengalir deras.

“Tolong jangan sebut dia Ayahku, Bu! Dia nggak pantas!” geram Azzalyn. “ Lagi pula sejak dulu yang aku tahu Ayah sudah meninggal,” lanjutnya.

“Maafkan Ibu, Azzalyn. Ibu terpaksa berbohong. Selama ini Ibu telah mengecewakanmu.” Tangis Renita semakin menjadi.

“Nggak! Bukan Ibu, tapi mereka. Orang yang sebenarnya adalah Ayah dan Nenekku. Mereka telah jahat pada Ibu. Kenapa mereka mencampakkan kita? Aku... Aku...” Azzalyn mulai menangis. Renita meraih kepala anak gadisnya itu dan memeluknya.

“Saat Ibu tahu Oma Narti memberi Ibu pil KB diam-diam setiap malam, kenapa nggak langsung bilang dengan Om Kris?” tanya Azzalyn.

“Nggak ada gunanya. Ibu nggak punya cukup bukti. Krisna itu sangat patuh dan penurut pada Ibunya. Kalau Ibu bilang tanpa bukti, pasti Ibu dibilang mengada-ada.”

“Jahat Sekali Tante Riska. Padahal dia teman Ibu. Sampai hati dia merebut suami temannya sendiri.”

“Bukan cuma teman. Kami sahabat. Riskalah yang dulu selalu mencarikan Ibu pekerjaan menyanyi di kafe-kafe kenalannya. Ibu tidak tahu kalau ternyata ia sudah menaruh hati pada Krisna sejak pertama kali Ibu memperkenalkan Krisna sebagai calon suami Ibu padanya. Riska orang pertama yang Ibu beri tahu soal kabar bahagia itu.”

“Apa Oma Narti sebegitu nggak sukanya dengan Ibu?”

“Iya, bahkan sejak awal dia memang menentang keinginan Krisna yang saat itu ingin menikahi Ibu. Dia tidak mau punya menantu yang hanya seorang penyanyi kafe. Dia pikir selama menjadi penyanyi, Ibu menjual diri. Dia merasa Ibu tak pantas mendampingi anaknya yang kaya dan berpendidikan. Saat itu Ibu masih sangat muda. Yang ada dalam pikiran Ibu hanya cinta dan ingin hidup bersama. Krisna meyakinkan Ibu untuk tetap menikah dan mengabaikan larangan ibunya. Krisna berjanji akan selalu mencintai dan menjaga Ibu. Tapi nyatanya...” Renita kembali tak sanggup melanjutkan kata-katanya. Ia menutup muka dengan kedua tangannya. Bahunya bergetar menahan tangis.

“Hanya karena Ibu saat itu belum mengandung setelah dua tahun menikah, dia tega mengkhianati Ibu dengan diam-diam menikahi Riska yang anak orang kaya itu. Padahal Ibu belum hamil karena Oma Narti yang jahat!” Azzalyn menyimpulkan semua cerita Ibunya.

“Bu Narti malu punya menantu mantan penyanyi kafe. Karena itu, sejak kembali ke rumah Mbah, Ibu tidak pernah lagi menerima pekerjaan sebagai penyanyi. Ibu nggak mau kamu malu. Ibu tahu kamu juga malu karena punya Ibu yang hanya seorang pembantu nelayan. Tapi Ibu pikir itu lebih baik daripada jadi penyanyi malam,” kata Renita.

“Azzalyn nggak pernah malu apa pun keadaan Ibu. Ibu sudah berjuang keras sampai saat ini,” Azzalyn semakin kuat memeluk ibunya. Tangisnya semakin menjadi. Dada Renita basah terkena air mata Azzalyn. Baru ia sadari betapa menderita Ibunya selama ini.

“Apa karena itu sampai saat ini Ibu tak menikah lagi? Ibu trauma?” tanya Azzalyn.

“Ibu tak menikah lagi karena ingin fokus merawat dan membesarkanmu Azzalyn. Ibu takut kasih sayang Ibu terbagi kalau menikah lagi dan punya anak. Ibu sedih membayangkan kau yang tak mendapat kasih sayang seorang Ayah, harus kehilangan kasih sayang dari Ibu juga.”

Azzalyn semakin mengeratkan pelukannya. Hatinya pedih. Selama ini ia terlalu egois, membiarkan Ibunya yang menanggung semua sendiri.

“Ibu bisa minta tolong?” tanya Renita.

Azzalyn melepaskan pelukannya, memandang Renita dengan mata yang membengkak akibat menangis sejak tadi.

“Tolong lupakan Abyl, dan berhenti bekerja. Cari pekerjaan di sini saja. Jangan kembali ke kota itu,” pinta Renita.

Azzalyn mengangguk. “Tapi Azzalyn tetap harus ke kantor, selain masih banyak barang yang tertinggal di sana, Azzalyn juga harus menghadap HRD, untuk meminta Surat Pengalaman Kerja. Biar Azzalyn punya kesempatan untuk diterima bekerja di perusahaan lain. Ibu tenang aja, Azzalyn akan mengakhiri semuanya,” kata Azzalyn mantap.

Renita tersenyum. Beban di dadanya selama 25 tahun ini akhirnya terlepas. Azzalyn sudah mengetahui semuanya, dan kini ia tak menyembunyikan apa pun dari anak semata wayangnya itu.

“Bu, apa setelah Ibu pergi, tak pernah sekalipun Om Kris mencari kita?”

Renita menggeleng. “ Ibu nggak tahu. Setelah kejadian itu, Mbah mengajak pindah ke sini, di mana tempat ini tak ada siapa pun yang mengenal kami. Mbah tak ingin berurusan lagi dengan mereka. Begitu pula dengan Ibu.”

Azzalyn kembali memeluk Ibunya.

***

Abyl berjalan dengan tergesa-gesa menuju ruang HRD. Sekitar setengah jam yang lalu, Bu Endang, Kepala HRD di kantornya mengirim chat kalau Azzalyn datang dan mengajukan surat pengunduran diri. Saat itu Abyl sedang duduk dengan Krisna, hendak menanyakan perihal tentang ibu Azzalyn yang sepertinya mengenal keluarga mereka.

Begitu mendapat kabar kalau Azzalyn akan berhenti kerja di kantornya, Abyl merasa ada yang tidak beres. Ia pergi tanpa mempedulikan pertanyaan heran dari sang ayah.

“Mana Azzalyn?” tanya Abyl saat sampai di ruang kantor Bu Endang. Tak dilihatnya ada Azzalyn di situ.

“Emangnya Bapak nggak berpapasan tadi? Dia baru keluar sekitar lima menit yang lalu. Oh, mungkin dia singgah ke ruang kerjanya. Katanya mau ambil barang tertinggal sekaligus pamitan sama yang lain,” jawab Bu Endang. Dia termasuk salah satu yang mengetahui hubungan asmara antara Abyl dan Azzalyn.

Saat Azzalyn mengantarkan surat pengunduran dirinya tadi, ia merasa heran. Karena itu ia memberi kabar pada Abyl, yang merupakan Bos muda di kantornya itu. Perusahaan ini adalah milik keluarga Krisna Hadi, dan kini Abyl yang bertanggungjawab memegang kepemimpinan di perusahaan.

Abyl berbalik dan berlari menuju ruang karyawan. Tapi sesampainya di sana pun tak dilihatnya Azzalyn.

“Tadi dia sebentar aja di sini Pak. Kayaknya terburu-buru. Habis pamitan, ambil barang terus pergi. Tapi kayaknya belum jauh,” kata sindy.

Lagi-lagi Abyl berlari. Kali ini tujuannya ke luar, ke tempat parkir. Benar saja, dilihatnya Azzalyn yang sedang meletakkan kardus berisi barang dan mengikatnya di bagian belakang sepeda motor.

“Azzalyn, kau mau ke mana? Kenapa kau berhenti bekerja di sini?” Abyl menangkap tangan Azzalyn. Membuat gadis itu terkejut. “Jangan bilang kau benar-benar menuruti Ibumu dan memutuskan hubungan kita,” imbuhnya.

“Kita selesai sampai di sini, Abyl!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status