Share

BAB 4

Wajah Krisna pucat. Jantungnya mendadak berdebar cepat, membuat dadanya terasa menyempit. Susah payah ia mengambil napas.

Abyl yang melihat ayahnya kepayahan ikut panik. Cepat ia masuk ke dalam dan mengambil obat milik ayahnya. Krisna memang punya penyakit jantung, karena itu ia pensiun dini dari perusahaannya.

“Papa kenapa?” Abyl khawatir melihat wajah dan tangan ayahnya yang sama sekali seperti tak dialiri darah.

“Nggak pa-pa,” Krisna menelentangkan badannya. Setelah meminum obat, keadaannya mulai pulih.

“Maaf kalau Abyl buat Papa sakit,” kata Abyl menyesal.

“Di mana rumah mereka?” tanya Krisna.

“Di pinggiran kota. Di perkampungan nelayan. Sekitar dua jam dari sini. Papa mau ke sana?”

Krisna tak menjawab.

“Mau apa Pa?” tanya Abyl penasaran.

“Tolong kamu rahasiakan ini. Papa ada urusan yang harus Papa selesaikan. Ada sesuatu yang mau Papa pastikan,” ujar Krisna.

“Kapan Papa mau pergi? Apa perlu Abyl antar?”

“Jangan! Tolong bantu saja Papa untuk mencari alasan supaya Papa bisa pergi sendiri. Biar Mama kamu nggak tahu. Tolong Abyl.”

“Sebenarnya ada apa Pa? Apa benar kita ada hubungan dengan Ibunya Azzalyn?”

“Papa belum bisa bilang sekarang, Abyl. Setelah dari sana Papa akan cerita semua ke kamu.”

Abyl hanya mengangguk mengerti.

***

Renita sangat terkejut hingga menjatuhkan piring berisi sayur yang sedang ia pegang. Baru saja ia dipanggil tetangganya dan diberi sayur kesukaannya. Ketika sampai di halaman rumah, ia melihat seorang lelaki yang berdiri sambil mengetuk pintu rumahnya.

Saat ia menyapa dan lelaki itu berbalik, Renita bagai melihat hantu di siang bolong. Tangannya gemetar dan mendadak lemas. Lelaki dari masa lalu yang pernah sangat menyakiti hatinya kini kembali muncul.

Hal ini sebenarnya sudah ia duga sebelumnya. Mengingat beberapa hari yang lalu ia sudah bertemu dengan anak dari mantan suaminya itu. Maka tak menutup kemungkinan ia juga akan bertemu kembali dengan Krisna maupun Riska. Hal yang sangat tak ia harapkan.

Renita berusaha untuk cepat masuk ke dalam rumah. Tapi Krisna dengan cepat meraih tangannya dan menarik Renita ke dalam pelukannya. Renita meronta, tapi Krisna semakin mengeratkan pelukannya. Ia sungguh sangat merindukan wanita yang dulu pernah menjadi pendamping hidupnya.

“Lepaskan!! Tolong pergi dari sini! Lepaskan, atau aku akan teriak!?” Renita menangis.

“Reni, tolong dengarkan Mas. Beri kesempatan Mas untuk bicara.” Krisna memelas.

“Nggak ada lagi yang perlu dibicarakan! Tolong jauhi saja kami!”

“Reni, apa Azzalyn adalah anakku? Dia seumuran dengan Abyl, hanya lebih muda beberapa bulan. Dan Abyl bilang padaku kalau kau tidak pernah menikah lagi sejak Azzalyn lahir.”

“Apa pedulimu? Dia tidak ada sangkut pautnya denganmu! Dia bukan anakmu! Pergi dari sini!” Renita masih berusaha memberontak. Tapi tenaga Krisna begitu kuat. Ia memeluk Renita dengan kuat, meski wanita itu memukul-mukul dadanya.

Akhirnya Renita hanya bisa menangis dalam dekapan Krisna. Tenaganya sudah habis.

“Tolong izinkan aku bicara,” pinta Krisna.

Renita tak lagi bisa menjawab. Tangisnya semakin menjadi. Sejujurnya ia pun rindu pada Krisna. Selama ini ia masih belum bisa melupakan Krisna. Alasannya tak menikah lagi, selain karena Azzalyn, juga karena ia belum bisa menghapus bayang-bayang Krisna. Bahkan Azzalyn adalah nama yang dulu ia sepakati bersama Krisna untuk diberikan seandainya anak mereka adalah perempuan.

“Aku tahu kesalahanku tak mungkin bisa dimaafkan. Aku telah menerima hukumanku karena telah mengkhianatimu Reni. Aku merasa bersalah setiap hari. Aku tak pernah merasa bahagia dengan pernikahanku bersama Riska. Dan aku mencarimu, beberapa hari setelah kau pergi. Tapi kau sudah pindah.”

“Apa gunanya Mas katakan ini sekarang? Lebih baik Mas pulang dan tolong biarkan kami kembali menjalani hidup seperti biasa,” Renita memohon.

“Aku sudah menemukanmu Reni. Aku tak akan melepaskanmu lagi.”

“Apa maksud Mas? Jangan serakah! Mas sudah memiliki Riska, dan punya anak darinya. Bukankah dulu Mas lebih memilih dia? Mas memasukkan dia ke rumah kita dan membuangku seperti sampah,” kata Renita dengan penuh emosi.

“Mas hanya ingin berada di sampingmu Reni. Kesehatan Mas yang setiap hari semakin menurun membuat Mas ingin berada di dekat orang yang benar-benar Mas cintai. Penyakit jantung Mas membuat sewaktu-waktu Mas bisa mati kapan saja,” Krisna berkata dengan sedih. Matanya berkaca-kaca.

Sementara Renita yang mendengar itu hanya bisa terdiam dan menatap Krisna. Tangisnya terhenti. Pandangannya lekat menatap sosok yang sampai kini masih sangat ia cintai itu. Krisna tampak begitu kurus dan tua. Keriput di wajah dan uban di kepalanya terlihat banyak.

“Pulanglah Mas. Aku tak mau lagi berurusan dengan keluarga Mas. Aku tak ingin lagi dihina Ibumu. Dan aku takut berurusan dengan Riska. Dia bukan orang yang mudah dihadapi.”

Kali ini intonasi suara Renita merendah. Tapi ia tak mudah untuk mengubah keputusannya. Ia tetap ingin Krisna pergi dari sini.

“Setidaknya tolong beritahu Mas dengan jujur. Apa Azzalyn adalah anak kandung Mas?” taya Krisna dengan penuh harap.

“Apa pentingnya itu sekarang Mas?”

“Jawab saja Reni. Dan itu sangat penting bagi Mas, meski terlambat.”

“Iya, dia memang anak kandung Mas.” Sahut Renita singkat.

“Kapan kamu tahu kalau kamu sedang mengandung?”

“Hari di saat Mas membawa pulang Riska ke rumah, belum sempat aku memberi kabar baik, Mas dan Ibu dengan bangganya memamerkan Riska yang sedang hamil, sementara Ibu mengata-ngataiku mandul,” kata Renita pilu.

Krisna hanya diam. Ia dapat merasakan betapa pedih hati Renita saat ini. Dan ia tak berani untuk berkata maaf, mengingat betapa buruk kelakuannya dulu.

“Mas sudah merasakan ikatan batin dengan Azzalyn saat Mas pertama kali bertemu dengannya. Saat pertama kali Abyl membawanya ke rumah. Memperkenalkannya pada kami sebagai pacar.” Krisna berkata pelan.

Renita memandang Krisna. Tak tampak kebohongan dari sorot mata lelaki itu.

“Bagaimana bisa?”

“Saat menjabat tangannya, Mas merasa ada sebuah perasaan yang ganjil, perasaan seakan Mas sangat mengenalnya. Dan dia sangat mirip denganmu, kamu tahu? Potongan rambut hitam panjangnya, matanya, dan dia punya kebiasaan yang sama denganmu. Dia selalu memegang telinga kanannya saat sedang merasa grogi atau malu. Dan Mas makin terkejut saat ia menyebutkan namanya. Mas ingat, nama itu adalah nama yang dulu pernah Mas buat untuk anak perempuan Mas. Nama unik yang belum pernah ada yang memiliki,” jelas Krisna panjang lebar.

Renita menatap tak percaya. Ia tak menyangka Krisna sampai sedetail itu. “Apa karena kemiripan itu juga yang membuat Riska dan Ibu tak merestui hubungan Abyl dan Azzalyn?” tanyanya. “Atau karena Azzalyn tak selevel dengan derajat keluarga Mas?” lanjutnya.

Krisna tak menjawab. Ia sendiri pun tak tahu pasti alasannya.

“Mas akan ke sini dalam beberapa hari lagi. Mas harap kamu mau berpikir untuk kembali.” Krisna memecah kesunyian setelah beberapa lama mereka sempat terdiam.

“Sebaiknya jangan ke sini lagi Mas. Kalau Mas ke sini sekali lagi, aku akan pindah!” Renita mengancam.

Krisna kembali diam. Dia tak mau membuat Renita pergi lagi tanpa diketahui rimbanya. Untuk sementara dia sudah merasa lega dan senang setelah mengetahui bahwa Azzalyn adalah anak kandungnya. Krisna bertekad akan tetap datang lagi.

Sementara dari kejauhan terlihat sepasang mata yang memperhatikan mereka sejak tadi. Dia membuka HPnya dan menekan nomor seseorang. Panggilan tersambung.

“Ya Nyonya. Tuan masih ada di sini. Tapi sepertinya sudah mau pulang. Nanti akan saya kirimkan foto-fotonya.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status