Share

Sudah Tiada

“Ya, Sayang,” ucap Luca mengangguk, mengiyakan keterkejutan Visha.

Ia melanjutkan, “Ketika kami menemukanmu di kediaman Adinata, orang yang kuminta mengawasimu memberitahu bahwa kau terlihat bahagia di sana. Ayah berpikir, tak perlu lagi membebanimu dengan kenyataan bahwa kau adalah seorang anak mafia.”

Kerutan di dahi Visha pun mulai terlihat. Ia pun menyuarakan kebingungannya, “Memangnya kenapa kalau aku seorang anak mafia?”

“Well, sasaran. Kalau mereka tahu aku punya seorang anak gadis, itu berarti kau adalah kelemahanku. Itulah kenapa, dulu aku menikahi Vivien dan tinggal di Indonesia.”

Netra Visha membulat takut. “Lalu, bagaimana sekarang?” tanya gadis itu dengan nada panik.

Luca tergelak melihat Visha panik. “Tenang saja,” ujarnya.

“Saat ini, aku sudah punya fondasi yang kuat untuk melindungimu,” lanjut Luca dengan nada penuh kebanggaan.

Luca memeluk Visha lagi, erat, sambil bertanya, “Jadi, sekalian saja kutanyakan padamu, Navisha Cavallo, putriku. Maukah kau ikut bersamaku ke Italia?”

“I—Italia?! Ero—Eropa?!” pekik Visha dengan tatapan tak percaya.

Luca mengangguk sembari terkekeh melihat wajah Visha yang tampak senang namun bingung itu. “Ya, kau benar, Visha. Bagaimana? Kita bisa hidup di sana bersama.”

Baru saja Visha akan membuka mulut untuk mengiyakan ajakan sang ayah, ingatannya menyadarkan dirinya bahwa ia harus memeriksakan kandungannya terlebih dahulu.

‘Ke Eropa naik pesawat kan ya?’ tanyanya dalam hati. Karena ia harus mendapatkan persetujuan dokter untuk berkendara dengan pesawat.

“Ta—tapi itu berarti aku harus naik pesawat, Yah.”

Wajah Luca mulai terlihat serius. Ia berkomentar, “Tentu saja. Tapi kami punya pesawat pribadi, jadi jangan khawatir kau akan terlihat oleh keluarga Adinata.”

Visha menggeleng. “Bukan itu yang Visha takutkan.”

Luca mengerutkan alisnya, melihat Visha tiba-tiba terlihat gugup. Gadis itu menautkan jemarinya, seolah ia ketahuan sudah melakukan kesalahan.

“Lalu, apa yang kau takutkan, Visha Sayang?” tanya Luca dengan nada penuh kesabaran.

Visha mengerutkan dahinya, berpikir keras dan menimbang, haruskah ia memberitahu kondisinya atau diam-diam saja ia pergi ke dokter kandungan.

‘Ini seperti seorang anak gadis yang mengaku pada orangtuanya kalau ia hamil di luar nikah kan?! Apa aku akan dibuang lagi?!’ keluhnya dalam hati.

‘Tapi kehamilan ini takkan bisa kusembunyikan selamanya. Dari pada aku dibuang setelah ketahuan, sebaiknya aku mengakuinya, kan?’ tanyanya pada dirinya sendiri.

Visha akhirnya mengangkat kepala dan menatap Luca dalam-dalam sebelum membuka suara, “Ayah, se—sebenarnya, aku ... aku hamil.”

Wajah sabar Luca kini berubah menjadi murka. ‘Hanya ada dua orang yang mungkin melakukan itu pada putriku.’

Ia bangkit dari pinggir tempat tidur sembari menyebut nama seseorang dengan geram, “Gregory?!”

Wajah Visha bahkan terlihat ngeri membayangkan dirinya melakukan hal seperti itu dengan majikan tuanya itu. Ia segera menggeleng.

“Kalau begitu ... Raffael?! Tuan muda itu, kan?” tanya Luca dengan nada sedikit menyentak

“Kami saling mencintai dan –“

“Kalau memang demikian, mengapa kau kabur dari sana, hm?” Luca memotong kenaifan Visha dengan pertanyaan yang sesungguhnya menyayat hati gadis itu.

Tapi ia sadar, ayahnya benar. ‘Kalau Raffael mencintaiku, dia pasti akan pergi denganku. Tapi dia memilih untuk menggugurkan kandunganku.’

“Aku akan membunuh pria itu, Visha. Dan sebaiknya kau menggugurkan kandunganmu.”

Mendengar ucapan itu keluar dari mulut sang ayah, Visha pun bangkit dengan marah.

“Ayah! Jangan melakukan hal rendah seperti itu! Apa kau yakin kau menyuruhku menggugurkannya?! Kau pernah kehilangan aku yang adalah darah dagingmu. Apa kau tidak kasihan dengan bayi yang tidak bersalah ini?!”

Mendapat bentakan dari sang putri, Luca pun terduduk di lantai. Termakan emosi, ia hampir lupa seperti apa rasanya ketika ia mengetahui Visha menghilang hari itu.

“Maafkan ayah, Visha. Tidak, ayah tidak bermaksud begitu. Kau benar, bagaimanapun bayi ini tidak bersalah. Ada darahmu dan darah ayah mengalir di sana. Juga darah Vivien. Maafkan ayah, Navisha sayang.” Luca sampai tersungkur di lantai karena menyadari kebodohannya.

Visha segera memeluk Luca dan berkata, “Sudahlah, Ayah. Yang terpenting, sekarang  Ayah ada di sini. Ayah mau kan mendukungku?”

Mendengar permintaan putrinya, Luca pun segera membalas pelukan gadis itu dan berjanji, “Apapun jalan yang kau pilih, selama itu adalah kebenaran dan baik untukmu, ayah akan selalu mendukungnya, Sayang. Ayah bersumpah akan membahagiakan hidupmu.”

“Terima kasih, Ayah. Terima kasih sudah datang menyelamatkanku.”

Setelah mereka berkasih-kasihan, Luca membawa mereka duduk kembali di atas tempat tidur hotel itu.

“Lalu, apa yang ingin kau lakukan, putriku?” Luca meraih kedua tangan Visha dan menggenggamnya erat.

“Untuk saat ini, kalau aku harus ikut ayah ke Italia, aku hanya perlu ke dokter kandungan dan mendapat persetujuannya untuk bisa naik pesawat.”

Luca mengangguk paham. Ia pun segera keluar dan langsung memanggil Javier untuk menanyakan beberapa hal.

Sesaat kemudian, Luca berbalik dan tersenyum pada Visha sembari berkata, “Baiklah. Ayah akan meminta dokter kandungan untuk datang ke sini, karena kemungkinan keluarga Adinata itu masih mencarimu.”

Hati Visha terasa begitu lega. Setelah semua pengakuannya ini, tidak ada lagi yang ia sembunyikan. Hidupnya kini, ia yakin, akan lebih bahagia dari pada sebelumnya.

Setidaknya, ia punya orangtua kandung yang sudah bersumpah akan membahagiakannya.

Visha tersenyum dengan penuh syukur, “Iya, Ayah. Terima kasih banyak. Sekali lagi, terima kasih sudah menyelamatkanku.”

“Kita keluara, Visha. Sudah jadi kewajiban dan hakku menyelamatkanmu, Sayang.”

Pandangan Luca kembali serius ketika ia menatap Javier yang berdiri tegap di depan ambang pintu kamar Visha. “Dan, Javier, bersiaplah. Besok, kita akan menghancurkan keluarga itu rata dengan tanah!”

Mendengar itu, kepala Visha langsung menyentak naik sementara netranya membulat. “Tidak!” serunya tanpa ragu.

“Visha, mereka sudah menyakitimu! Membuangmu ketika kau hamil seperti ini, berarti mereka tidak menerima keberadaan bayimu, bukan?!”

Tapi Visha menggeleng. Ia berkata dengan geram, “Pembalasan itu adalah milikku. Ayah akan mendukungku kan? Kalau benar aku adalah keturunan Ayah, aku pasti bisa membalaskan semua rasa sakit yang mereka berikan padaku!”

Luca tampak berpikir sejenak. ‘Apa yang dikatakan Visha sangat benar. Aku tak sabar juga melihat otak siapa yang diturunkan padanya. Kalau dia seperti Vivien, jelas dia akan sangat pintar dalam pelajaran. Kalau sepertiku, dia punya ambisi dan keinginan kuat.’

Luca menghampiri Visha dan menangkup pipi kanannya sambil berkata, “Kau adalah anakku dan Vivien, kau pasti lebih dari sanggup untuk melakukan itu Visha. Kau pasti punya otak encer Vivien dan hati yang kuat dari kami.”

Visha pun tersenyum bahagia. “Terima kasih.”

“Matahari mungkin akan segera terbit. Istirahatlah, Visha sayang. Kalau kau sudah bangun, beritahu saja anak-anak di depan. Mereka akan berjaga di depan pintumu.”

“Mm. Terima kasih, Ayah.”

***      

Sementara itu, di kediaman Gregory.

Pria tua itu tengah menghisap cerutu gendutnya dengan wajah datar.

“Jadi, kalian tak sengaja membunuhnya?” tanya Gregory dengan nada setengah tak percaya.

“Be—benar Tuan. Saya bermaksud menakut-nakutinya, tetapi ia terjatuh ke sungai di daerah barat.”

Pria bayaran yang lain pun menambahkan, “Ketika kami cari jasadnya, sudah tidak ada. Sepertinya sudah terbawa arus.”

Mereka sudah diancam oleh anak buah Javier untuk memberikan laporan palsu tersebut. Dan tentu saja, sebagai pembunuh bayaran, mereka tahu siapa Javier dan kelompoknya.

Tapi sepertinya, kali ini Gregory terlihat puas dengan laporan mereka. Ia pun segera menyuruh mereka pergi dengan bersumpah bahwa mereka tidak akan membocorkan apa yang terjadi malam ini.

Sementara Raffael terlihat cukup kalut. Ia tidak tahu kenapa Visha pergi tiba-tiba, tapi ia bisa menebak kalau gadis itu pasti mendengar percakapannya dengan sang ibu di ambang pintu.

‘Benarkah kau sudah tiada Visha? Apa aku sudah bisa tenang dan tidak terancam kehilangan warisanku?’ batin Raffael yang masih tidak percaya dengan laporan para pesuruh itu.

Ia takut kalau suatu saat nanti, Visha akan mengacaukan warisannya.

“Raffael! Ini terakhir kalinya kau berbuat bodoh! Anggap saja semua kejadian ini tak ada! Mengerti kamu?!” Suara lantang Gregory membangunkannya dari lamunan.

Gregory pun menambahkan, “Sebaiknya kau segera menikah. Ibumu akan mengurusnya.”

Raffael terlihat sedikit terkejut, namun ia segera mengangguk mantap sebagai respon atas ucapan ayahnya.

“Baik, Pah.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status