Hah ... hah ... hah!Rita terengah-engah di pagi yang sudah terasa sangat terik walau waktu masih menunjukkan pukul sembilan, tapi langit sangat cerah dan biru sementara di tanah kuburan ini tidak ada satupun naungan. Lebih tepatnya di bagian tanah sebelah selatan, tempat di mana kuburan untuk para bayi dan anak-anak berada. Sudah satu jam lamanya Rita hilir mudik membaca setiap nisan berkali-kali untuk memastikan bahwa ada nisan bertuliskan Jabang Bayi Kliwon dan itu adalah miliknya tetapi nihil. Saat matanya mulai berkunang-kunang Rita memutuskan untuk berpindah pada sisi utara dan duduk pada bangku beton tepat di bawah pohon mangga. Rita lantas menegak air dari botol yang ia bawa sebelum memeriksa ponselnya. Rita pergi sangat pagi sebelum Arka dan Eshan bangun sehingga kedua pria kesayangannya pasti akan menghubunginya walau Rita sudah meninggalkan pesan dan benar saya 15 panggilan tak terjawab dari Arka dan Eshan. Rita mengusap peluh yang mengalir di pelipisnya sebelum melakukan
Rita merapikan penampilannya begitu sampai di halaman parkir sekolah Eshan. Sudah banyak orang tua atau wali murid yang menunggu jam pulang sekolah. Rita memeriksa jam pada pergelangan tangannya yang menunjuk pada pukul 12 lebih 55 menit masih ada waktu lima menit sebelum bell berbunyi. Ia segera meraih kartu identitas wali dan keluar dari mobil. Namun baru saja ia hendak menutup pintu di depannya telah berdiri seorang wanita yang lebih tua darinya, wanita biasa yang saat ini sedang menenteng tas berisi pakaian yang telah akan di laundry.Rita tertegun tak menyangka akan berhadapan langsung dengan wanita yang diduga adalah ibu dari Ambro yang kini membalas tatapannya dengan tanpa ekspresi. Rita yang masih merasa terkejut berusaha mengingat-ingat nama wanita ini sesuai dengan informasi dari Yuda.Belum juga Rita membuka suara wanita itu lebih dulu berkata, “Saya tahu siapa Anda. Anda majikannya Pak Yuda kan? Tolong jangan tanya-tanya tentang keluarga kami. Kami tidak ada hubungannya d
"Aku merasa tidak akan mudah sekarang ini untuk mendapatkan anakku," ujar Rita saat ini berada dalam pelukan Arka selepas makan siang."Kita belum bisa memutuskan hal itu Sayang. Masih banyak prosedur harus dijalani.""Kamu mematahkan semangatku?!""Tidak ... bukan begitu, hanya saja jangan terlalu berharap bagaimana jika bukan anak itu. Bisa jadi anakmu ada di panti asuhan dan kita harus memastikan bayi siapa yang dikubur Yesi.""Tapi aku yakin jika dia itu anakku," ujar Rita bersikukuh sampai matanya berkaca-kaca dan memerah, "maka dari itu aku ingin memberikan bantuan supaya Eros bisa melanjutkan kuliah dan nanti bisa bekerja di perusahaan. Boleh kan? Tolong jangan menolak."Rita kini memeluk pinggang Arka erat-erat seolah takut jika kekasihnya itu akan menolak permintaannya. Rencananya bisa berantakan tanpa ada dukungan dari Arka. Nathan Alsaki juga belum memberikan informasi apapun perihal kecelakaan yang menimpanya dulu.Mata Rita membulat begitu teringat dengan berita yang disa
Hay semuanya semoga suka dengan cerita baru dari Azeela setelah sekian purnama tak kembali ke sini. ========================== Rita tertegun melihat kesibukan pagi ini di rumah. Mertuanya sedang sibuk di dapur memerintah beberapa pembantu untuk memasak besar hari ini. Sementara setahunya tidak ada acara apapun hari ini. “Jangan lupa buah-buahan itu di cuci dulu baru masukkan kulkas. Ingat makanan sehat harus selalu ada mulai hari ini,” perintah Rakmi. “Ada acara apa, Bu?” tanya Rita. Dirinya merasa tidak enak hati karena hari ini bos besar dari kantor pusat akan datang dan ia tidak bisa membantu karena hari cutinya sudah habis untuk tahun ini. “Tidak ada apa-apa. Kejutan untukmu, Ibu yakin kamu akan senang nantinya.” “Sungguh. Ya, sudah sana siap-siap sarapan terus berangkatlah kerja.” “Maaf ya Bu, Rita tidak bisa membantu.” “Sudahlah, tidak apa-apa. Kamu sudah cukup menemani Ibu saat di Rumah Sakit. Itu saja sudah membuktikan kalau kamu berguna.” Rita tersenyum menanggapi, t
Untuk kesekian kalinya Rita mendengar hal itu, namun dirinya sendiri tidak pernah mengetahui langsung perkara sang mertua ingin mencarikan istri muda untuk sang suami. Suaminya sendiri, Apriyanto juga tidak pernah menyinggung hal itu dengannya. Jujur, sebagai wanita biasa walau tak ingin mempercayai hal itu, tetap saja membuat dirinya cemas. Bahkan kini muncul rasa curiga di hatinya, dan rasa itu semakin kuat seiring berjalannya waktu. Sudah sering ia mencoba meredam rasa khawatir dan curiga itu supaya tidak terjadi tentu saja, namun dengan seringnya sang suami pergi keluar kota demi mengurus ladang dan kebun warisan ayahnya turun temurun tak ayal membuatnya curiga. Menepis rasa curiga dengan berpikir bahwa dirinya hanya kesepian itu bukan perkara yang mudah. Bagi Rita, mendengar suara bayi dan anak-anak di rumah mertuanya saja sudah membuatnya sedih dan terharu. Dua kali kehilangan membuatnya takut untuk memiliki momongan lagi tapi juga rindu memiliki anak dari rahimnya sendiri.
Arka mematikan layar laptopnya saat bersamaan pintu kantornya terbuka muncullah sang ayah, Bisma. “Tumben Ayah mampir, bukannya Ayah akan mempercayakan urusan kantor sepenuhnya kepada Arka?” “Tentu saja. Ayah hanya penasaran kepada kamu membatalkan kepindahan ke kantor cabang?” tanya Bisma seraya mendudukkan diri di seberang meja sang anak. “Kekasihku akan pindah ke sini, Yah.” Bisma menyipitkan matanya. “Jangan main-main Arka. Ingatlah dia sudah menjadi istri orang.” Arka menggeleng cepat dan yakin disertai seringai lebar di wajahnya. “Tidak akan lama lagi, dia akan menjadi janda.” “Bagaimana kamu bisa seyakin itu?” “Ayah masih ingat bukan saat aku bersumpah akan merebutnya dari Apri jika pria itu melukainya?” “Iya. Kamu mengatakan dengan sangat yakin saat itu. Tapi itu kan saat kalian bahkan baru lulus kuliah. Ingat Arka, Apri itu sahabatmu.” “Justru karena dia sahabatku dan merebut wanita yang aku sukai maka dari itu aku tidak akan tinggal diam. Dia melukai, Ritaku.” “Apa
Rita mengunci mulutnya rapat-rapat sejak pengumuman yang diberikan oleh Arka tadi. Ia masih kebingungan menelaah semua yang sedang terjadi di depannya saat ini. Pria yang menjadi alasan dirinya menerima pinangan Apriyanto Suhardiman kembali hadir. Lebih tampan, matang dan jelas rupawan dari gambaran terakhir yang masih diingat oleh Rita. Benci pun rasanya mustahil dilakukan olehnya, karir yang susah payah ia bangun bisa berakhir saat ini juga dirinya bereaksi berlebihan. Rita tidak mungkin akan melakukan hal tersebut, karir ini adalah satu-satunya pegangan untuknya agar tetap berpikir waras dan menjadi penghiburannya. Arka sebagai pimpinan pemilik perusahaan tempatnya bekerja, jelas tidak diketahui. CEO yang selama ini menjabat bukanlah pria itu apalagi ayahnya. Bisma Chandara selama ini juga tidak pernah terlihat di kantor pusat. Itulah yang membuat Rita berasumsi tempatnya bekerja tidak ada hubungannya dengan keluarga Chandara. Matanya mengerjap panik baru mengingat bahwa di mobi
Rita membaringkan tubuh lelahnya begitu saja di atas ranjang, bahkan kedua kakinya masih tergantung di tepi ranjang. Ia tidak menyangka pertemuan dengan Arka hari ini walau cukup hangat ternyata menyedot banyak energinya. Beban di pundaknya seolah menguap dan itu membuat fisiknya merasakan kelelahan yang sangat. Rita tahu pasti bahwa selama ini ia sudah berusaha sangat keras untuk mengisi waktu dengan bekerja.Hanya ini hiburan untuknya, sampai ia baru menyadari berjauhan dari suaminya dalam waktu yang lama terasa biasa saja. Rita membuka matanya lebar-lebar dan terduduk dengan cepatnya. Jantungnya berdetak kencang saat memikirkan sang suami tetapi tak merasakan getar kerinduan itu. Berbeda saat sosok tinggi nan gagah itu yang berjalan menjauh. “Gila. Kenapa harus dia sih?” omel Rita kesal dengan apa yang terjadi hari ini dan juga perasaannya. Rita lantas membersihkan diri dan dengan memakai jubah mandi segera menggapai ponselnya yang terlihat bergetar. Ia pun menyunggingkan senyum,