Share

Bab 3 : Membantu Secara Diam-Diam

Baron dan Cindy saling pandang setelah mendengar ucapan Adrian barusan.

"Hahahaha!"

Tiba-tiba tawa keduanya pecah. Adrian jadi bingung melihat mereka malah tertawa seperti itu.

"Kamu itu cuma tukang kebun! Tau apa kamu tentang perusahaan! Sudah, pergi sana! Kembali bekerja!" Baron mengusir Adrian dari hadapannya.

"Tapi, Tuan. Sa-"

"Sudah pergi sana! Kamu itu hanya menambah beban saja!" kali ini Cindy tidak ingin kalah saing dalam menghinanya.

Mereka pikir percuma saja mendengarkan Adrian. Apapun yang dia katakan tidak akan bisa membantu menyelesaikan masalah mereka.

Mereka tahu kalau Adrian tidak punya uang, jadi untuk apa buang-buang waktu meladeni si tukang kebun.

Adrian pun tidak jadi mengutarakan niatnya untuk membantu mertuanya. Jadi dia kembali keluar menuju taman belakang.

'Lagipula mana mungkin mereka percaya kalau aku bilang punya uang!' pikirnya lagi.

Adrian masih menahan diri sambil memikirkan bagaimana caranya membantu mertuanya. Siapa tahu mereka akan bersikap lebih baik padanya. Setidaknya menghargai kalau dia adalah suami dari anak mereka.

Clara baru saja keluar dari kamarnya dan turun dari tangga. Dia yang melihat mamanya menangis segera menghampiri mereka.

"Ada apa, Pa? Ma? Kenapa mama menangis?" tanya Clara heran.

"Maafkan Papa, Sayang. Papa gagal dalam mengelola perusahaan kita. Papa kalah dan semua uang perusahaan yang tersisa sudah dibawa kabur oleh rekan bisnis Papa," akunya dengan kepala tertunduk lesu.

Dia merasa malu dan gagal sebagai seorang ayah.

Clara hanya bisa menghembuskan napas dengan berat.

Padahal dulu dia juga bekerja tapi Papanya melarang dan berniat untuk menyiapkannya sebagai penerus perusahaan mereka, tapi sekarang perusahaan itu terancam bangkrut.

Clara tampak berpikir sejenak untuk mencari jalan keluar.

"Bagaimana kalau kita meminta bantuan dari Paman Bryan?" ujarnya memberi usul.

Kakak Papanya itu terbilang cukup sukses dan lebih kaya dibandingkan Baron.

"Siapa tahu Paman bisa meminjamkan dana darurat untuk mengembalikan perusahaan Papa agar stabil!" sambungnya lagi.

Sebenarnya Baron tadi juga berpikir seperti itu tapi dia malu kalau harus berhutang pada orang lain.

Rasa gengsi dan harga diri yang tinggi, membuatnya segan untuk berhutang meskipun pada saudaranya sendiri.

"Aku tidak mau meminjam uang padanya! Bisa malu aku dan digosipkan oleh seluruh keluarga kita!" tolaknya langsung.

Tapi Cindy merasa kalau Clara benar, mereka tidak punya pilihan lain.

"Tapi, Pa! Siapa lagi yang akan membantu kita! Rumah ini juga sudah Papa gadaikan di Bank. kita tidak punya apa-apa lagi sebagai jaminan!" Cindy kembali mengingatkan suaminya.

Baron tetap pada pendiriannya dan memutuskan, "Papa akan menjual mobil yang baru saja kita beli, Ma. Papa rasa itu akan cukup untuk sementara waktu," jelasnya.

"Apa? Tapi, Pa! Mama baru saja pamer pada teman-teman Mama! Mama malu kalau sampai mobil itu dijual!" rengek Cindy tidak terima dengan keputusan suaminya.

"Lalu aku harus bagaimana? Kita harus bisa mempertahankan perusahaan yang sudah aku bangun dengan susah payah!" Baron sudah kehabisan akal untuk menyelamatkan perusahaannya.

Mereka semua hanya diam dan sibuk dengan pikiran masing-masing.

Ternyata dari tadi Adrian mencuri dengar semua pembicaraan mereka.

Akhirnya terlintas di kepala Adrian sebuah ide dan dia bisa memanfaatkan hal itu.

'Aku bisa membantu mereka!' batinnya yakin.

Siangnya…

Adrian akan membuktikan ucapannya. Meskipun hanya tukang kebun, tapi dia yakin bisa membantu keluarga istrinya itu.

Sekarang dia sudah kembali menjadi Tuan Nata pemilik perusahaan penjualan mobil mewah. Di mana anak cabang perusahaannya sudah tersebar di pelosok negeri.

Adrian masih harus bersembunyi dan akan mengungkap jati dirinya disaat yang tepat.

Baron sudah bersiap untuk pergi ke showroom mobil yang kemarin dia datangi.

Baron berencana menjual kembali mobil itu, meskipun akan kehilangan sedikit uangnya tapi tidak masalah.

Yang penting dia bisa mendapatkan dana darurat secepatnya.

"Adrian!" pekiknya lantang.

"Iya, Tuan!" sahut Adrian yang baru saja selesai bekerja.

"Kamu yang bawa mobil! Buat dirimu berguna kali ini!" Baron melempar kunci mobil itu ke arahnya.

Adrian menangkap dengan sigap, kalau tidak pasti sudah mengenai wajahnya.

Bisa lecet wajah tampan dengan jambang dan kumis tipis itu.

Kalau bukan tukang kebun, mungkin para wanita di luar sana sudah mengantri untuk jadi istrinya.

Seperti saat dulu, sewaktu Adrian dikejar banyak wanita cantik setiap kali bepergian kemanapun.

Adrian menggelengkan kepalanya mencoba mengusir bayangan masa lalunya. Sekarang ada hal penting yang harus dia lakukan.

Saat ini dia mengikuti Baron menuju halaman depan.

Pak Mario dengan cepat membuka pintu gerbang saat Tuannya masuk ke dalam mobil.

Dalam waktu setengah jam, mereka akhirnya sampai ke tempat penjualan mobil itu.

Sebelum masuk Baron berpesan pada Adrian,"Jangan pergi kemanapun! Tunggu aku sampai selesai. Mengerti kamu!" titahnya.

Adrian hanya menjawab dengan anggukan sambil tersenyum.

Baron pun menemui petugas di sana dan menjelaskan apa niatnya datang kemari.

Sementara itu Adrian melihat sekeliling.

Dia mencari celah, bagaimana caranya agar Baron tidak curiga nantinya.

Setelah Baron sudah sedikit sibuk dan lengah. Barulah Adrian pergi ke meja tempat Manager tempat itu.

"Selamat siang, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" ucapnya ramah lalu berdiri dari duduknya.

"Siang, Pak. Saya mau minta tolong sedikit," jawab Adrian tersenyum.

Pria berumur tiga puluhan itu memindai penampilan Adrian dari atas sampai bawah.

Dia menilai Adrian pastikan orang miskin dan tidak punya uang dan dia juga ragu kalau Adrian kemari ingin membeli mobil di sini.

"Maaf, soal apa ya, Pak?" raut wajahnya terlihat datar, bahkan terkesan cuek.

Adrian hanya menjawab dengan senyuman.

Sebentar lagi pria ini akan tersenyum dan menjabat tangannya erat.

"Tolong tolak pengembalian mobil pria yang di sana. Dan berikan nomor rekeningnya. Saya ingin mentransfer sejumlah uang dengan kartu milik saya. Apa Anda bisa membantu saya?" tanya Adrian memastikan lagi.

Pria itu bengong sesaat lalu kembali tersadar.

"Maaf, Pak. Apa Anda bercanda? Anda terlihat tidak punya uang banyak," ujarnya tanpa basa basi lagi.

Adrian tetap santai dan mengeluarkan kartu miliknya dari dompet usang itu.

"Saya akan memakai ini. Tapi kamu jangan beritahukan hal ini padanya. Saya akan memberi kalian uang tip!" pinta Adrian lagi.

Pria itu awalnya ragu dan menatap Adrian jijik karena penampilannya, bahkan dia melipat kedua tangannya di depan dada dengan bibir manyun, tapi dia akhirnya tetap menerima kartu itu.

"Pak, anda jangan coba-coba menipu saya! Apa ini kartu mainan?" ucapnya dengan kekehan geli mengejek Adrian.

Dia membolak balik kartu itu karena desainnya berbeda dengan kartu yang biasa dia terima.

"Sudah cepat lakukan saja perintahku!" perintah Adrian tidak sabar.

"Paling juga saldonya kosong!" gumamnya pelan tapi Adrian masih bisa mendengarnya.

Pria itu mulai mencoba dan mengikuti sesuai permintaan Adrian. Meskipun dengan raut wajah terpaksa.

"Silahkan masukkan kode pinnya, Pak!" ucapnya dengan kening berkerut heran karena ternyata kartu itu berfungsi.

Adrian menekan sederet angka yang masih dihafalnya dengan baik. Dan ternyata Joseph tidak merubah nomor pinnya.

Transaksi berhasil!

Pria itu sampai melongo tidak percaya. Dia sampai mengecek berulang kali untuk memastikan kalau matanya tidak salah lihat.

'Aduh mati aku! Ternyata dia orang kaya! Aku bisa dipecat dari showroom ini!' hatinya kalut.

Pria itu mendadak gelisah dan gugup menyesali sikapnya yang kurang sopan pada pelanggan.

"Maafkan atas sikap kurang ajar saya, Pak. Ini kartunya saya kembalikan," ucapnya sambil menahan malu karena sudah meremehkan Adrian.

"Lain kali lebih teliti!"

Adrian tersenyum puas karena berhasil membuat pria itu menundukkan kepalanya dan meminta maaf berulang kali.

Sementara itu Baron menunggu keputusan dari pihak showroom ini saat dia mengembalikan mobil yang baru sehari dibelinya.

Petugas pria itu akhirnya datang dan duduk di depannya.

"Ok, Pak. Uangnya sudah kami transferkan ke nomor rekening Bapak. Nanti bisa dicek. Dan juga Bapak tetap bisa membawa pulang mobilnya," jelasnya tersenyum sopan.

Baron masih lambat menerima ucapan pria itu dan tidak mengerti maksudnya.

"Apa? Kenapa bisa begitu? Saya tidak paham," tuturnya bingung.

Petugas itu tersenyum dan kembali menjawab, "Anda mendapatkan hadiah, Pak. Itu saja. Terima kasih sudah membeli mobil di showroom kami, Pak. Jangan lupa kembali lagi lain waktu," ucapnya tersenyum.

Baron hanya bisa menganga tidak mengerti.

"Tapi kok bisa? Maksudnya mobil saya tetap menjadi milik saya?" tanyanya sekali lagi.

"Benar, Pak. Anda sudah bisa membawanya pulang kembali ke rumah," jelasnya lagi.

Baron masih tidak percaya dengan apa yang dia dengar barusan.

Adrian menghampiri Baron dan mengajaknya pulang.

"Tuan, Mari kita pulang!" ucapnya sambil menunjukkan kunci mobil itu.

"Eh, o-oke!" Baron sampai terbata menjawab Adrian.

Setelah pulang ke rumah. Baron langsung mengecek saldo rekeningnya. Dan benar saja, ada uang sebesar tiga ratus juta terpampang nyata di sana.

Pria itu sampai menghitung dan mengecek angkanya berulang kali.

"Ke-kenapa bisa sebanyak ini?" ucapnya tidak percaya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status