Share

Bab 4 : Pekerjaan Yang Cocok Untukmu!

Adrian hanya tersenyum melihat Baron yang masih saja kebingungan.

Dia pun mengatakan hal yang akan membuat mertuanya itu tidak memikirkan lagi dari mana uang itu datang.

"Mungkin itu adalah uang transferan dari hadiah sesuai yang petugas itu katakan, Tuan. Tuan sedang bernasib baik. Uang itu bisa digunakan untuk membantu keuangan perusahaan saat ini!" ucapnya terlihat sangat yakin.

Baron menganggukkan kepalanya tanda setuju.

"Benar juga, ya? Kenapa aku tidak berpikir kesana. Terserahlah ini uang dari siapa! Toh, aku mendapatkannya dengan cara yang bukan ilegal! Hahaha!" Baron malah tertawa senang karena sudah mendapatkan rezeki nomplok.

Dia tidak jadi menjual mobilnya dan sekarang rekeningnya sudah terisi.

Apalagi yang harus dia pikirkan.

Justru yang dia harus pikirkan sekarang adalah bagaimana caranya agar perusahaannya kembali bangkit dan mereka tidak jadi jatuh miskin.

Mau ditaruh di mana wajahnya kalau sampai mereka terusir dari rumah ini. Bisa-bisa Baron tidak akan lagi berani untuk sekedar mengangkat wajahnya kalau nanti bertemu dengan orang-orang.

Sudah pasti akan mendapatkan penghinaan dari keluarga mereka.

Tentu Baron tidak ingin itu terjadi.

Harga diri dan nama baiknya tidak boleh tercoreng.

Cindy yang baru saja keluar dari kamarnya dan berjalan menuruni tangga, dia sangat khawatir dengan raut wajah cemas melihat suaminya sudah pulang ke rumah.

"Bagaimana, Pa? Apa sudah dapat uangnya?" wanita dengan lipstik merah menyala itu langsung bertanya setelah menghampiri suaminya.

"Tentu, Ma! Dan aku mendapatkan uangnya secara percuma dan mobil kita tidak jadi dijual!" jawabnya dengan penuh semangat.

"Benarkah? Kok bisa, Pa? Apa yang sebenarnya terjadi?" Cindy jadi bingung mendengar penjelasan dari Baron.

"Itu tidak penting, Ma! Sekarang itu jauh lebih penting adalah perusahaan kita. Sudah Papa mau kembali ke kantor! Ada yang harus Papa urus secepatnya!" ucapnya sambil memasang kembali jasnya.

Wajah Cindy yang tadi cemberut berubah menjadi ceria dan berbinar bahagia mengetahui kalau mereka tidak jadi jatuh miskin.

"Oke, Pa! Mama lega akhirnya kita tidak jadi bangkrut!" ujarnya bertepuk tangan girang.

Dia bahkan tidak memperdulikan Adrian yang berdiri disana.

Sudah biasa baginya menganggap menantunya itu seperti tidak ada.

"Adrian! Mana kunci mobilnya? Ingat ya, kamu itu sopir sementara jangan merasa itu adalah mobilmu!" ucap Baron ketus.

"Ini, Tuan!"

Adrian menyerahkan kunci mobil itu dengan lesu.

Ternyata kebaikannya sama sekali tidak dianggap dan Baron tetap bersikap seperti itu padanya.

Dia tidak bisa membantah karena masih harus bersabar sedikit lagi.

Cindy yang malas melihat Adrian, memilih mengantarkan suaminya ke pintu depan.

Adrian ingin kembali ke taman belakang, mengecek kembali pekerjaannya apakah masih ada yang belum selesai.

Saat sedang serius bekerja, suara seseorang yang cukup dia kenal membuatnya menghentikan aktivitas itu.

"Wah, lihat suamimu itu! Dia sangat rajin!" pujinya tapi dengan nada mengejek.

Adrian pun menoleh dan melihat Clara sedang bersama kakak sepupunya yang bernama Ronald.

Dia adalah anak dari pamannya Clara, yaitu kakak dari Papanya.

Pemuda yang selisih lebih tua tiga tahun dari Adrian itu, menatapnya dari atas sampai bawah.

Dia memang jarang sekali ke rumah ini dan hanya bertemu dengan Adrian beberapa kali.

Itu pun hanya sebentar karena Adrian lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah untuk bekerja daripada berkumpul bersama keluarga istrinya itu.

"Sudahlah, Ron. Jangan ganggu dia! Biarkan saja dia menyelesaikan pekerjaannya," ucap Clara dengan ekspresi yang datar.

Andrian mendengar itu, dia tahu Clara selalu membela dirinya. Meskipun tidak terlalu menunjukkan pada semua orang.

Lalu Ronald pun tersenyum miring, "Dia memang cocok jadi tukang kebun!" ujarnya dengan angkuh.

Dia memang selalu bersikap seperti itu dan menyombongkan apa yang dia miliki.

Karena saat ini dialah yang memimpin perusahaan Papanya dan dengan posisi yang tinggi seperti itu, Ronald dengan senang hati menghina Adrian, suami dari adik sepupunya yang tidak berguna di mata keluarga mereka.

Cindy pun datang menghampiri mereka setelah mengantar Baron pergi ke kantor.

"Kenapa kalian disini? Ayo, kita mengobrol di dalam saja! Jangan pedulikan dia!" Cindy memegang lengan anaknya untuk pergi dari sana dengan wajah cemberut ke arah Adrian.

Adria pun berpura-pura tidak mendengar mereka dan kembali melanjutkan pekerjaannya.

Dia sudah terbiasa mendengar Mama mertuanya bicara ketus padanya, jadi dia harus selalu bersikap cuek kalau sudah diperlakukan seperti itu.

"Tunggu dulu, Tante. Aku rasa aku bisa membantu suami Clara ini," gumamnya sambil memegang dagu dengan tangan kanannya.

Cindy dan Clara pun saling pandang tidak mengerti, karena tumben sekali Ronald mau bersikap baik dan peduli dengan Adrian.

"Adrian, apa kamu tidak bosan berada di rumah ini dan menganggur?" tanya Ronald tiba-tiba.

Adrian pun langsung menoleh ke arahnya.

'Yang benar saja? Apa dia buta?!' batin Adrian tidak terima.

"Maksudnya? Aku kan sedang bekerja, Kak! Setiap hari!" jawab Adrian tidak ingin kalah.

Dia memang terlihat pengangguran di mata orang lain, meskipun hampir semua pekerjaan yang ringan maupun berat dia lakukan di rumah ini.

Ronald pun tersenyum, "Clara bilang kalau kamu ingin mencari pekerjaan, kan? Jadi, aku akan memberikan penawaran menarik untukmu," ucapnya penuh arti.

Clara yang merasa kecolongan, langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Dia tidak ingin Adrian jadi besar kepala setelah mengetahui hal itu.

Padahal dia tadi sengaja mengatakan hal itu karena sudah bercerita panjang lebar pada sepupunya kalau saat ini Papanya sedang dalam masalah di perusahaannya. Dan berniat untuk meminta bantuannya.

Meskipun Clara tidak berani mengatakan kalau mereka bangkrut, karena takut Papanya akan marah.

Jadi dia hanya mengatakan kalau saat ini Adrian yang butuh pekerjaan untuk mengalihkan pembicaraannya tadi saat bersama Ronald.

Adrian pun meletakkan gunting tanaman besar itu ke tanah.

Lalu berjalan menghampiri Ronald dan juga Clara yang sedang berdiri di depan pintu.

Adrian tersenyum senang, "Benarkah itu, Kak? Apa kamu akan memberikanku pekerjaan di perusahaanmu? Kalau begitu, aku akan sangat berterima kasih!" ucap Adrian dengan wajah sumringah.

Cindy yang mendengar itu pun menjadi tidak suka dan mengajukan protes pada Ronald.

"Ron, untuk apa memberikan pekerjaannya padanya! Biarkan saja dia disini! Lagipula dia itu pemuda yang tidak jelas! Mana bisa dia bekerja di perusahaanmu. Yang ada nanti dia malah membuat malu keluarga kami!" Cindy mencoba mempengaruhi keponakan suaminya itu.

Clara merasa usahanya sia-sia tapi dia pun mendadak tenang setelah mendengar Ronald kembali bicara.

"Dia bisa kok, Tante! Dia masih muda dan kuat! Sangat cocok!" ujarnya dengan yakin sambil menatap Adrian serius.

Cindy pun mencebikkan bibirnya karena Ronald tidak mau mendengarkan ucapannya.

Adrian yang tidak enak melihat mereka malah berdebat, memberanikan diri untuk kembali bicara.

"Bolehkan aku bekerja? Aku janji akan memberikan semua gajiku kepada Clara! Aku akan membelikan apa saja untuknya!" ucap Adrian percaya diri.

Tentu saja dia bisa melakukan itu karena Adrian sengaja menjadikan pekerjaannya itu hanya sebagai tameng untuk menutupi kekayaannya.

Jadi kalau Adrian nanti bekerja, dia bisa membelikan Clara apa saja untuk memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang suami.

"Terserah kamu saja! Tapi semua tergantung keputusan dari Papa!" putusnya mengalah.

Adrian senang Cindy akhirnya mengijinkannya.

"Lalu aku akan bekerja di bagian apa, Kak?" tanya Adrian antusias.

Ronald melipat kedua tangannya di depan dada dan menatap Adrian dengan seringai jahat.

"Kamu akan bekerja sebagai Cleaning Service!"

"APA?!!!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status