Pembalasan Saudara Kembar ( Tiara )"Benar dugaanku, samping kamarku ada ruangan lain yang terletak di lantai 1. Pintu tersebut berada di samping gudang persis dengan apa yang dikatakan Mimi. Posisi di bawahku adalah dapur dan jendela yang pernah aku lihat mengarah ke ruangan samping. Tapi bagaimana cara ke sana." Gusar itu yang dirasakan Angel. "Apa yang terjadi? Apa wanita itu sudah mati?" Jantungnya bergemuruh, ia tak ingin melihat darah lagi hari ini. Tadi siang adalah hari terburuknya. Melihat Mimi tergeletak di tanah dengan noda merah melekat di kepala. "Ya Tuhan, apa yang terjadi dengan wanita itu."Perasaannya gusar dan tak bisa tenang, menutup mata agar semua pikirannya kembali ke semula seolah-olah semua baik-baik saja. Angel memilih memejamkan mata ketika mendengar suara-suara aneh dari samping kamarnya. Membuang semua pikiran hingga suara itu tak terdengar kembali. Keesokan paginya Angel berniat untuk menjenguk Mimi. Ia ingin tahu keadaan gadis itu, pelayan yang telah m
Angel menuruni tangga, melangkah perlahan tanpa bersuara sedikitpun. Tak ada cahaya masuk di ruangan itu. Bau pengap dan debu yang tebal tercium menusuk penciuman. Angel turun hingga sampai paling bawah. Sebuah pintu hitam bertulisan dan bergambar mobil balap terlihat di kayu pintu. Angel mengusap debu di papan tersebut dan membaca tulisan hingga terlihat jelas. Karena penerangan ruangan yang sedikit gelap, ia menajamkan matanya. Perlahan menyentuh papan ukiran tersebut. Mengeja huruf satu persatu. "BEAN ROOM sepertinya ini kamar," lirihnya pelan. Ia juga mencium sesuatu yang amis. Mengibas-ngibas tangannya ke hidungnya dan menggaruk pelan.Angel menempelkan telinganya ke pintu, memastikan apa ada orang di dalam. Sunyi tak ada pergerakkan sekalipun. Ia memutar knop pintu perlahan. "Terkunci," ucapnya pelan. Ia menoleh ketika melihat bayangan hitam berdiri di pojok bawah tangga. Ia terkejut dan menutup mulutnya dengan kedua tangan. Menahan suara agar tak berteriak.Tubuhnya bergetar h
Angel hendak pulang ke rumah. Namun ia urungkan, ingin berjalan-jalan ke taman kota. Rasa bosan dan frustasi membuat pikirannya menjadi tak karuan. Masalah dan misteri di dalam rumah Antoni menjadi dirinya tak fokus. "Lebih baik aku jalan-jalan ke Kota. Melihat keindahan langit," lirihnya dalam taksi. Angel memberitahukan tujuan perjalanan kepada supir taksi."Taman Kota, Pak." "Baik, Non." Suasana kota yang hiruk pikuk, dan asap kendaraan yang keluar dari knalpot kendaraan lain membuat polusi udara semakin parah. Hawa panas sinar matahari seolah-olah membakar kulit. Angel menatap keluar jendela menikmati keindahan kota. Hingga taksi sampai ke tempat tujuan. Angel duduk di bawah pohon sambil memakan es krim yogurt. "Indah sekali pemandangannya." Angel memejamkan mata sejenak. Ia bangkit dari duduknya dan menelusuri taman kota."Itu bukannya adiknya Antoni?" lirihnya pelan. Ia mendekati lelaki yang duduk dan memainkan jarinya di atas kertas. Angel mengintip gambar yang telah dibua
Angel membawa paket itu ke dalam kamar. Membuka paket itu dengan mengunting bungkus plastik tersebut. Plastik hitam kecil dan di dalam bungkus itu sebuah kotak kecil. Senyum terukir di bibirnya. "Bagus, akhirnya aku bisa mengetahui rahasia di balik pintu itu." Benda besi serba guna, dengan alat itu ia bisa membuka apa saja yang ada di rumah ini. Angel memesan khusus hanya untuk darinya. Apa saja bisa didapatkan asal ada uang. Barang-barang yang diinginkan Angel pasti tercapai. Hingga ke ujung dunia para anak buahnya akan mencari. Mereka tak ingin mengecewakan bosnya. Angel bukan penjahat atau mafia. Ia berniat menolong orang yang mengalami masalah. Walaupun, Angel anak angkat ia memiliki warisan yang berlimpah dan sangat fantastic. Angel memikirkan rencana untuk hari ini. "Aldo, aku akan mendekatinya." Semua penghuni rumah ini akan Angel dekati tanpa kecuali. Angel hanya bisa mendekati Mimi. Angel keluar kamar mendengar suara Aldo yang sedang menyanyi di kamar samping kamar
"Bean! Siapa Bean?" Aldo mengingat-ingat nama itu. "Sepertinya pernah dengar, tapi di mana ya." Aldo mengingat-ingat siapa pemilik nama itu. "Oh, Bean? Siapa ya?" Aldo masih berusaha mengingatnya. Otaknya tak sampai ke pemiliknya. "Coba kamu ingat lagi. Mungkin ada saudara, sepupu atau keluarga yang lain yang pernah tinggal di sini. "Angel memelankan suaranya dan berhati-hati dengan ucapannya."Aku tak tahu. Papa dan mama tak memiliki saudara atau keluarga di sini. Mereka tak pernah datang atau saling menanyakan kabar. Entah mengapa aku tak mengerti. Pernah, berjumpa dengan sepupuku di sekolah. Kami satu sekolah, setelah melihatku ia seperti ketakutan. Tak berapa lama lagi, ia pindah ke sekolah.""Mengapa bisa begitu? memangnya apa yang ditakutkan mereka?" "Aku tak tahu. Mungkin papa yang telah membuat ulah." Aldo terkekeh mengingat kejadian sewaktu dulu. Ronald tak pernah memaafkan orang lain yang telah menyenggol
Angel kembali ke ruang kerja, membuka laptop milik papa mertuanya. Mencari CCTV di rumah ini. "Mengapa tak ada? Ke mana ia memantau CCTV tersebut." Rasa penasaran membuat dirinya tak bisa berhenti mencari. Angel keluar mengikuti kabel kecil berwarna hitam hingga sampai keluar, mengikuti kabel kecil berwarna hitam hingga sampai di tembok ruang kerja papa mertua. Bola mata hitam dengan bulu mata lentik mengikuti arah kabel itu.Angel bernapas lega, setidaknya tak ada kamera yang mengawasi gerak geriknya di dalam rumah. Kabel CCTV terputus artinya kamera pengingai itu tidak menyala."Bagus, aku bisa bebas dan leluasan. Tindakanku tak akan mereka ketahui. Aku akan menyusun rencana lebih matang." Angel melangkahkan kaki ke halaman samping rumah. Ia membawa alat serba guna yang kemarin ia terima untuk membuka pintu tersebut. Sebuah besi kecil untuk mencongkel lubang kunci. Senyum menyeringai terpasang di wajahnya. A
Matanya menelusuri lemari besi dengan asap mengumpal. Angel menoleh ke belakang, merasakan bayangan seseoang melintas begitu saja. Bayangan lain melintas begitu cepat di depannya ketika Angel menatap ke belakang. Angel membuang semua pikiran negatif agar semua teka teki ini cepat selesai. "Tiara, keluarga suamimu penuh misteri apa mereka yang telah membunuhmu." Monolog Angel. 'Semua ini adalah mayit. Mereka adalah pembunuh berdarah dingin." Angel takut melihat pemandangan di dalam lemari pendingin. Ia keluar dengan tubuh bergetar. Menutup kembali pintu besi tersebut. "Astaga, mereka semua piskopat. Kejam dan Sadis." Jantungnya berdegup kencang, tak menyangka akan melihat pemandangan yang sangat menakutkan. Angel memilih keluar tak melanjutkan pencarian berikutnya. Tak lupa menyusun rencana setelah mengetahui hal ini.Tangan lentik Angel mengunci kembali pintu itu dengan tangan bergemetar. Gadis itu b
"Tidak apa. Aku hanya lupa saja." Angel tersenyum tipis. Setelah selesai mengorek informasi dari adiknya Antoni. Angel kembali ke kamar. "Aku tak akan membiarkan papa melakukan itu. Mengapa papa jahat sekali. Jangan-jangan papa yang menyiksa Tiara. Aku tidak bisa begini terus." Angel harus menyusun rencana selanjutnya. Ia tak akan memberi ampun kepada papa mertua. "Apa mereka tahu bisnis papa?" Angel berpikir keras. "Tidak mungkin mereka tak tahu. Uang papa mereka juga yang merasakannya." Angel bermain dengan pikirannya. Semua ucapan Will terngiang di kepala. Tatapan Angel menerawang jauh. Mengingat keadaan Tiara yang amat menyakitkan. Hatinya teriris sembilu. "Tiara, semoga engkau tenang di sana. Aku janji akan mencari pembunuhnya." Aroma tubuh Angel berubah, keringat membasahi tubuh rampingnya. Menatap jam tangan sudah sore. "Aku mandi saja biar terasa segar dan bugar." Angel melangkahkan kaki ke ruang