Sissy hanya bisa terdiam.Chelsea langsung menindih Sissy, mencengkeram segenggam rambutnya. "Lihat baik-baik! Ini yang disebut kondisi emosi nggak stabil! Dan ini akibatnya kalau berani mengusikku!""Ah! Tolong!"Dalam sehari, Sissy sudah dua kali ditarik rambutnya. Pertama oleh Janice, sekarang oleh Chelsea.Setelah itu, Chelsea bahkan menendangnya keluar dari ruang rawat.Chelsea menarik napas panjang. "Pantas saja orang bilang menahan diri itu bikin sakit, ternyata gila-gilaan seperti Janice begini rasanya enak juga."Landon tidak mengomentarinya, hanya menatap lengannya. "Ayo, waktunya pemeriksaan."Chelsea menoleh dengan penasaran. "Kamu ... kamu nggak punya komentar lain?""Nggak, yang dipukul juga bukan aku.""Kalau begitu, mau coba rasakan tinju kecilku?"Landon tak tahu harus berkata apa, langsung menariknya pergi untuk diperiksa.Setelah mereka pergi, Sissy mencengkeram gaunnya erat-erat, menatap penuh dendam. "Chelsea, kenapa kamu bisa tetap baik-baik saja?"Dia segera meng
Setelah keluar dari ruang rawat, lengan Chelsea terasa sakit tak tertahankan. Sebagai seorang dokter, Arya langsung menyadari dia sedang memaksakan diri."Aku akan mengatur pemeriksaan untukmu, jangan sampai cederamu semakin parah.""Terima kasih."Chelsea mengingat kembali semua yang terjadi, ketakutannya belum juga mereda. Saat berbalik kembali ke ruang rawat, tubuhnya terasa lemah. Baru saja ingin berpegangan pada dinding, tangannya sudah lebih dulu digenggam seseorang.Chelsea mendongak, menatap pria bertubuh tegap itu, lalu tersenyum tipis. "Terima kasih, sponsorku ....""Kata terakhir itu nggak perlu diucapkan," sela Landon segera.Chelsea menghela napas pelan. Pria ini memang keras kepala, tak bisa dibujuk dengan cara lembut maupun keras.Setelah kembali ke ruang rawat, Landon berbalik keluar untuk mencari perawat, menanyakan jadwal pemeriksaan.Tak lama kemudian, pintu terbuka. Chelsea mengira Landon sudah kembali. Sambil tersenyum, dia pun bangkit. Tak disangka, yang masuk jus
Rensia berkata dengan serius, "Nggak perlu begitu rumit, yang penting ada korban jiwa saja. Keluarga Azhara sudah mengasuransikan semua orang, terutama para penggemar yang diundang untuk naik kapal gratis. Lagi pula, kapal pesiar itu beroperasi di wilayah Keluarga Karim. Kalau terjadi sesuatu, Keluarga Karim juga nggak akan lepas dari tanggung jawab.""Keluarga Azhara yang dapat uang, Keluarga Karim yang memikul tanggung jawab. Pantas saja saat membahas kerja sama, mereka memberikan begitu banyak keuntungan. Ternyata mereka dari awal memang nggak berniat membiarkan Keluarga Karim mendapat keuntungan sedikit pun," kata Arya yang kagum dengan siasat Keluarga Azhara yang begitu licik.Mendengar perkataan itu, Janice secara refleks menggenggam pakaian Jason dengan erat. Dia memaksa dirinya untuk tetap tenang karena tidak ingin menambah beban Jason. "Kalau begitu, bagaimana kalau kita mengumumkan agar semua orang jangan naik kapal pesiar itu?"Chelsea menunjuk layar ponselnya. "Sudah terlam
Landon tersenyum, lalu melanjutkan, "Sebelumnya kita semua hanya fokus pada Bayu sampai melupakan Moris yang dianggap sudah mati. Setelah menyelidiki aku menyadari ternyata dulu aset Keluarga Azhara semuanya atas nama Moris. Sebelum kecelakaan, dia sudah membuat surat wasiat dan memindahkan seluruh aset itu ke Morgan.""Makanya saat menyelidiki Bayu, kita nggak pernah menemukan kejanggalan apa pun. Nama Morgan sendiri sudah cukup membuat semua orang di Angrada ketakutan, tapi aset Keluarga Azhara dalam dua tahu ini malah makin menyusut."Janice bertanya dengan penasaran, "Kalau dia begitu hebat, kenapa asetnya malah menyusut?"Landon menjelaskan, "Kalau semua kekuasaan dan kekayaan berkumpul di tangan satu orang, bawahannya pasti mulai punya niat lain. Dia pun dijebak dan dipermainkan. Ditambah dengan tekanan ganda dari dalam dan luar negeri, Morgan jadi kewalahan. Inilah alasan mereka begitu terang-terangan memakai pameran seni untuk melakukan perdagangan manusia."Intinya adalah Kelu
Sepuluh menit kemudian, foto yang dibuat melalui komputer pun ditampilkan di hadapan semua orang.Janice hanya melihat foto itu sekilas, lalu menganggukkan kepala dengan tegas. "Ya, memang dia.""Siapa?" tanya Jason sambil buru-buru menenangkan Janice saat melihat emosi Janice begitu terguncang.Janice menarik napas dalam-dalam. "Dalang utama dari kasus penculikan.""Bagaimana kamu bisa tahu?" tanya Jason lagi."Aku ...."Janice tertegun sejenak saat melihat beberapa pasang mata di depannya yang sedang menatapnya dengan penuh keraguan. Dia segera berpikir dengan cepat, lalu menjelaskan, "Saat gadis itu mau membunuhku, dia terus mengoceh yang aneh-aneh. Dia bilang orang Keluarga Azhara menculik orang Keluarga Azhara.""Saat tadi aku membuka mata dan melihat Morgan, aku merasa tatapannya padaku sangat aneh. Dia bahkan mengungkit kematian gadis itu untuk memancing emosiku, jelas dia mau menguji apa aku tahu sesuatu."Gadis itu sudah berada di bawah kendali Keluarga Azhara selama setahun l
Saat gadis itu melompat dari gedung, Janice dan yang lainnya berada di tempat kejadian. Gadis itu tidak rela meninggalkan ibunya, bagaimana mungkin gadis itu tega bunuh diri? Kecuali, gadis itu memang didesak untuk mati.Chelsea pernah berinteraksi dengan gadis itu, sehingga sering mendengar cerita tentang orang tua gadis itu. Orang tuanya juga yang menjadi harapan gadis itu untuk bertahan hidup saat berada di sangkar itu. Dia menatap Janice dengan penuh ketakutan. "Dia diancam."Janice berkata, "Dia terus bilang dia nggak mau ibunya melihat hal-hal itu. Apa maksudnya dengan hal-hal itu?""Apa maksudnya hal-hal yang ada di komputer direktur galeri seni itu? Tapi, bukankah semuanya sudah dihapus Sissy?" gumam Chelsea. Selain hal ini, dia benar-benar tidak tahu apa lagi yang bisa mengancam mereka.Landon berspekulasi, "Bukti yang ada di tangan direktur memang sudah dihancurkan, tapi bukan berarti Keluarga Azhara nggak punya bukti lain.""Keluarga Azhara? Tapi, orang terakhir yang bertemu