Sambil bicara, Janice berlari ke sisi lain tempat tidur dan mengambil dokumen yang jatuh. Setelah menyusunnya dengan rapi di atas tempat tidur, dia kembali ke sisi Jason.Namun, ketika melihat kancing kemejanya sudah setengah terbuka dan perut Jason yang berotot terlihat jelas, dia mendadak merasa tenggorokannya kering.Janice memejamkan mata dan mencoba untuk tetap tenang. Dengan cepat, dia membuka sisa kancing kemeja Jason dan menyeka tubuhnya dengan asal-asalan. "Sudah selesai. Waktu istirahatku hampir habis, aku pergi dulu," ucapnya cepat sambil merapikan dirinya."Janice," panggil Jason dengan suara tenang. "Kamu ke sini untuk menjengukku?"Janice mengepalkan tangannya, lalu menjawab dengan nada santai, "Bukan. Aku datang ngantarin makan siang untuk Paman Zachary! Sekalian saja ... melihat kondisimu."Tanpa menunggu balasan, dia berbalik dan berlari keluar. Jason memandang pintu yang kini kosong dengan senyum samar di bibirnya. "Keras kepala."Tiba-tiba, dia teringat komentar Sera
Hujan musim gugur turun perlahan-lahan, bagaikan kabut es yang menusuk kulit. Udara yang lembap membuat Janice menggigil. Dengan membawa sarapan hangat di tangannya, dia berjalan menuju bangsal rumah sakit. Namun, sebelum dia sampai, ponselnya tiba-tiba berdering.Itu adalah panggilan mendesak dari Ivy."Kamu sudah lihat trending topic belum?""Belum," jawab Janice santai, tidak terlalu memikirkan apa yang terjadi. Dia terus melangkah."Cepat lihat sekarang!" Suara Ivy terdengar lebih tegas dan mendesak daripada biasanya, bahkan sedikit bergetar.Janice tertegun beberapa detik. Dengan tangan gemetar, dia membuka ponselnya dan melihat judul trending topic yang muncul di layar.[ Kerja sama terbesar tahun ini untuk Grup Karim direbut oleh Grup Hariwan sebelum penandatanganan! ]Grup Hariwan.Tracy.Bagaimana bisa?Janice terpaku, pupil matanya melebar dalam keterkejutan. Sarapan hangat yang dibawanya terjatuh dan tumpah berantakan.Suara Ivy di telepon terdengar semakin keras, "Janice, p
"Kalau kamu berani menghancurkan Keluarga Hariwan, aku juga akan menghancurkanmu lagi."Lagi? Apa maksudnya? Janice menatap Tracy dengan ragu. Dia tidak mengkhawatirkan Yoshua, melainkan Keluarga Hariwan. Baru saja Janice hendak berbicara, Yoshua yang berbaring di ranjang tiba-tiba bangun untuk memotong pembicaraan."Janice, cukup. Jangan ribut lagi. Ibu, bagaimanapun Janice sudah membantuku. Jangan bicara begitu sama dia. Tunggu aku di luar saja," ucap Yoshua sambil mendorong Tracy keluar.Tracy memelototinya untuk memberi peringatan, lalu berjalan keluar dari kamaar perawatan. Pada akhirnya, di ruangan itu hanya tersisa Yoshua dan Janice. Yoshua mengulurkan tangannya ke arah Janice, tapi Janice malah menghindarinya.Dia berkata dengan nada dingin, "Kak, apa nggak ada yang mau kamu jelaskan padaku?"Wajah Yoshua menjadi muram, lalu berkata sambil menurunkan tangannya, "Janice, kamu nggak ngerti.""Aku nggak ngerti? Jadi kamu bisa manfaatin aku? Aku menganggapmu sebagai teman dan kelua
Plak!Wajah Yoshua langsung ditampar Janice. Seketika, ekspresinya tampak menakutkan. Detik berikutnya, dia meraih pergelangan tangan Janice. "Bahkan kamu juga begini sama aku?" tanyanya."Lepaskan aku!" Janice berusaha meronta, tetapi tubuhnya dihempas Yoshua ke ranjang. Dokumen yang berada di atas ranjang tidak sengaja dijatuhkan olehnya. Saat kertas-kertas itu bertebaran, Janice melihat salah satu dokumen yang ditandatangani Yoshua.Melihatnya, Janice langsung mengambil kertas itu dari lantai dan mengamatinya berulang kali tanpa memedulikan rasa sakit di tubuhnya."Ini tanda tanganmu?" Janice baru melihat tanda tangan di atas kertas itu."Ya." Melihat kertas itu hanya tagihan rumah sakit, Yoshua tidak terlalu memedulikannya. Saat ini, Janice baru menyadari betapa besarnya kesalahan yang dia lakukan."Gaun perlombaanku itu bukan kamu yang beli, 'kan?"Ekspresi Yoshua menjadi kaku dan dia sontak terdiam seribu bahasa."Surat gugatan kepada penggemar Vania juga bukan dari kamu, bukan?"
Janice selalu mengira bahwa Jason tidak ingin melihat dirinya dan Vega. Agar Vega tidak terkena luapan emosi Jason, Janice selalu membawa Vega untuk sengaja menghindari Jason.Saat sedang memikirkan hal itu, petir tiba-tiba bergemuruh. Langit di atas aula tampak mendung dan mengintimidasi. Seiring dengan suara petir yang menderu, jantung Janice seolah-olah tertusuk. Dia bahkan bisa merasakan darahnya bergejolak karena panik.Saat Janice kemballi tersadar, dia telah dibawa Ivy ke halaman. Ivy mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk."Cepat ganti bajumu di kamar." Setelah berkata demikian, Ivy baru sadar bahwa Janice telah pindah dari rumah itu. Untuk menenangkan hati Anwar, dia bahkan tidak meninggalkan sehelai pun pakaian milik Janice.Dengan mata berkaca-kaca, Ivy berkata, "Kuambilkan bajuku."Janice mengangguk dengan kaku.Setelah selesai mengganti pakaian, Ivy melihat wajahnya yang pucat dan berkata, "Kubuatkan teh jahe untukmu."Janice langsung menarik tangannya. "Ibu, aku
Di dalam aula leluhur Keluarga Karim, yang terletak di puncak tertinggi kawasan kediaman mereka, suasana mencekam menyelimuti ruangan. Bangunan dua tingkat itu berdiri megah, dengan balok-balok tinggi yang dilapisi emas setiap tahunnya. Di atas altar sembahyang, sebuah ornamen dua naga yang berebut mutiara dibuat dari emas murni, melambangkan kekuasaan dan kejayaan keluarga tersebut.Di depan meja persembahan, Anwar yang selama ini dikenal selalu tenang dan berwibawa, untuk pertama kalinya memperlihatkan kemarahan yang begitu jelas hari ini. Wajahnya memerah, matanya menyiratkan api amarah saat dia menatap Jason yang berdiri di tengah aula."Kali ini, kamu buat aku kecewa sekali! Siapa yang bocorin isi kontrak itu?!" Suaranya menggema di seluruh ruangan.Jason berdiri tenang, meskipun hujan deras di luar menambah aura dingin dan muram di sekitar dirinya. Wajahnya yang tajam tampak samar dalam cahaya remang-remang dengan ekspresi yang begitu tak acuh, seolah-olah badai yang mengamuk di
Setelah masuk ke kamar, Jason langsung berbaring di ranjang. Arya membuka jas yang menutupi tubuh Jason, lalu menarik napas dalam-dalam.Pengawal memang tidak mengerahkan tenaga yang terlalu besar, tetapi tiga cambukan pertama menggunakan segenap tenaga. Terutama cambuk yang direndam air, itu seperti duri yang menusuk daging."Kenapa tiba-tiba dicambuk? Sebelumnya karena kamu dan Janice ...." Usai mengatakan itu, Arya sontak memahami sesuatu. "Lagi-lagi dia? Dia memang khusus membuatmu sial ya?"Jason melirik Arya dengan dingin. Zachary yang berdiri di samping bahkan berdeham karena tidak menyukai penilaian Arya terhadap Janice.Arya tentu merasa canggung. Dia memakai sarung tangan untuk membersihkan luka Jason. Setelah beres, dia menghela napas lega. "Cuma tiga luka yang lebih dalam. Sisanya nggak parah. Orang yang mencambukmu juga menghindari titik vital. Jadi, kamu baik-baik saja."Usai berbicara, Arya mengeluarkan obat anti radang dan menyerahkannya kepada Jason. Saat Jason bangkit
Hujan turun dengan deras. Zachary berlari masuk ke rumahnya. Kebetulan, dia bertemu Janice."Paman.""Kamu sudah datang? Kenapa nggak masuk saja?""Tadi aku dan Ibu melihatmu ke aula leluhur. Apa ada masalah?" tanya Janice dengan hati-hati.Zachary meliriknya, lalu menghela napas. "Janice, kalau kamu ingin tahu, pergi saja ke tempat Jason."Tatapan Zachary seperti mengisyaratkan sesuatu. Jantung Janice lantas berdetak kencang. Tubuhnya juga terhuyung. Dia segera meraih kusen pintu. Meskipun ada kayu yang menusuk dagingnya, dia malah tidak merasa sakit.Setelah berpikir sejenak, Janice menggeleng. "Sudahlah, nggak usah lagi."Tidak peduli apa pun yang terjadi di aula leluhur, setidaknya tujuannya tercapai. Jason akhirnya menderita kerugian.Zachary menyadari perubahan yang ada pada Janice belakangan ini. Dia bertanya, "Janice, apa yang terjadi? Kenapa kamu begitu membenci Jason? Dia nggak semenakutkan yang kamu pikirkan.""Jangan dibahas lagi, Paman." Janice berbalik untuk menghindari p
"Wanita apa? Panggil aku Wanita Ganas Pengayun Golok Tengah Malam," kata Louise yang berdiri di depan Janice dan melihat pria di depannya dengan tatapan ganas.Pria itu bertanya sambil mendesis, "Kamu penulis komik itu, 'kan?"Louise merapikan rambutnya, lalu berkata dengan suara yang menjadi manis, "Kamu ini penggemar fanatik, 'kan?""Aku bukan penggemar fanatik, aku adalah dewa," kata pria itu dengan kesal, lalu melempar sapunya dan menepuk debu di pakaiannya. Setelah itu, dia berjalan melewati Louise dan mendekati Janice.Melihat pria itu sudah mengejar sampai sini, Janice merasa tidak perlu bersembunyi lagi. Lagi pula, pria ini sudah melihatnya mengantar anak. Dia menepuk bahu Louise dan berkata dengan tak berdaya, "Aku kenal dia."Louise terkejut, lalu mulai menebak-nebak. "Jangan-jangan dia ini ... ayahnya Vega?""Jangan sembarang berbicara. Kalau ada yang mendengar, aku akan mati," kata pria itu dengan marah.Mendengar perkataan itu, Janice tersenyum dan menggelengkan kepala kar
Zion segera maju dan memapah Landon. Saat melihat luka Landon dari dekat, dia langsung mengernyitkan alis. "Pukulan Pak Jason terlalu keras."Landon mengambil handuk dan menyeka sudut bibirnya. "Sudahlah, anggap itu pelampiasan saja. Kalau dia sudah menemukan tempat ini, kita sepertinya nggak bisa menipunya dengan bilang hanya kebetulan saja. Lebih baik beri Janice sedikit waktu lagi.""Tuan Landon, kamu sebenarnya punya niat pribadi juga, 'kan? Kamu ingin lebih dulu menemukan Nona Rachel daripada Pak Jason, 'kan?" kata Zion.Landon sama sekali tidak membantah. Dia sering berpikir apakah semuanya akan berbeda jika dia yang bertemu dengan Janice terlebih dahulu. Oleh karena itu, kali ini dia juga ingin mengambil risiko. "Zion, terus selidiki jejak Janice. Harus lebih cepat dari Pak Jason.""Baik," jawab Zion.....Setelah kembali ke kamar, Jason mengambil handuk dan menyeka tangannya yang terluka dengan tatapan dingin dan ekspresi cuek.Norman baru saja ingin mendekat dan menenangkan, t
"Biar aku saja," kata Dipo."Nggak perlu. Kamu ini baru pulang seminggu sekali, cepat pergi lihat orang tuamu," kata Janice sambil tersenyum dan menggendong Vega, lalu berbalik dan masuk ke penginapan.Dipo terbata-bata sejenak, lalu akhirnya memutuskan untuk pergi.Louise mengikuti Janice dan berkata, "Dokter Dipo sepertinya tertarik padamu dan sangat baik dengan Vega juga. Kenapa kamu malah menolaknya?""Sekarang kehidupanku cukup baik, aku hanya butuh Vega saja," jawab Janice sambil memeluk Vega dengan erat. Dia berpikir orang tidak boleh terlalu serakah.Louise mengangkat bahunya dan bertanya dengan penasaran, "Jangan-jangan kamu masih memikirkan ayahnya Vega? Dia itu pria berengsek."Janice langsung menutup telinga Vega. "Jangan sampai anak kecil mendengarnya.""Baiklah. Oh ya. Tadi ada pria yang super tampan datang ke sini, penampilannya itu seperti model," kata Louise sambil terus menggerakkan tangannya.Janice hanya menganggukkan kepala dengan cuek, sama sekali tidak memedulika
Saat Janice dan Dipo sedang membicarakan beberapa hal, Louise pergi keluar sambil memegang lolipop. Namun, Vega ternyata tidak berada di sana, dia pun terkejut sampai berkeringat dingin. Dia segera menarik salah satu karyawan dan bertanya, "Mana Vega?"Karyawan itu menunjuk ke toko hadiah di sebelah dan berkata, "Dia ke sana untuk cari makan dan minum lagi."Tetangga serta orang-orang di sekitar sana sudah sangat akrab dan Vega juga anak kecil satu-satunya di jalan itu, sehingga semua orang sangat menyayanginya.Louise baru saja hendak menghela napas lega, tetapi tatapannya tiba-tiba tertuju ke seberang jalan. "Wah .... Pria super tampan!"Karyawan itu pun terkekeh-kekeh. "Mulutmu jangan terbuka begitu .... Memang tampan, tapi kenapa rasanya agak familier?""Kamu jangan bodoh begitu, lihat aku saja," kata Louise sambil merapikan rambutnya dan hendak berjalan ke arah pria itu.Namun, karyawan itu menghentikan Louise. "Kamu yakin mau pakai piama ke sana?"Mendengar perkataan itu, Louise
Karakter dalam komik itu fiktif dan gambar anak kecil itu juga hanya mirip dengan Vega sekitar 70% sampai 80% saja. Oleh karena itu, tidak bisa dibilang identik dan tidak termasuk dengan pelanggaran privasi juga. Namun, Louise sangat menyukai Vega, tentu saja tidak ingin mempersulit Janice. "Kalau begitu, nanti aku akan klarifikasi dan ubah penampilan bayi itu.""Baiklah," jawab Janice.Begitu percakapan keduanya selesai, televisi di dinding ruang tamu penginapan tiba-tiba menayangkan berita yang sedang viral. Berita itu berisi gambaran Jason yang memapah Rachel masuk ke dalam rumah sakit, sedangkan Rachel terlihat bergerak dengan sangat pelan. Reporter berspekulasi program kehamilan mereka sudah berhasil.Saat melihat gambaran di layar televisi, Janice langsung tercekat. Setelah dia pergi, Anwar selalu mencari kesempatan di berbagai acara untuk mengumumkan pasangan suami istri itu sedang berusaha memiliki anak. Belakangan ini, Rachel juga ikut mengiakan kabar itu. Dia berpikir seperti
Di Moonsea Bay.Janice baru saja menyerahkan kalung yang didesainnya untuk istri Hady si kurir itu.Hady tersenyum dan berkata, "Apa Vega sebentar lagi akan jadi seleb ya?"Janice yang kebingungan pun bertanya, "Apa maksudmu?""Istriku lihat gambar Vega saat sedang melihat-lihat video. Dia bilang sekarang banyak orang yang bilang dia mirip seseorang yang sangat terkenal ... namanya aku sudah lupa."Setelah mengatakan itu, perhatian Hady langsung tertuju pada kalung di dalam kotak. "Wah. Nona Janice, kamu benar-benar hebat. Aku nggak menyangka hanya dengan empat jutaan saja sudah bisa membeli kalung yang begitu bagus. Istriku pasti suka."Hady menutup kotaknya dengan hati-hati, lalu menyimpannya ke dalam saku di dalam jaketnya.Namun, Janice masih memikirkan perkataan Hady tadi. "Hady, gambar Vega apa yang tadi kamu maksud?""Itu komik yang digambar Nona Tukang Jerit di penginapanmu. Istriku bilang ceritanya sangat lucu dan karakter bayi yang baru muncul itu yang begitu mirip dengan Veg
Tanpa perlu dijelaskan, Norman tahu Arya pasti mengerti orang yang dimaksudnya adalah Janice. Dia meminta Arya melakukan itu karena merasa foto itu mungkin bisa membantu Jason di saat krusial.Saat terpikir Jason, Arya tersenyum pahit. Dia adalah orang yang paling mengerti kondisi Jason selama tiga tahun ini. Hanya saja, rencana seperti ini sering tiba-tiba berubah.Setelah mengajukan cuti dan hendak memesan tiket pesawat ke Kota Genggi, ponsel Arya tiba-tiba menerima pesan dari Zion.[ Aku menemani tuan mudaku dinas ke Kota Genggi. Bagaimana kalau aku terbang ke Kota Pakisa untuk bertemu denganmu? Tenang saja, aku nggak membawa anak. ]Arya langsung menyadari Zion juga sudah tahu dan merasa ada firasat buruk.Firasat buruk Arya memang benar. Pada detik berikutnya, Norman pun menerima perintah dari Jason. "Pak Jason sudah tahu Pak Landon pergi ke Kota Genggi. Dia suruh aku mengatur perjalanannya ke sana juga.""Habis sudah ...." Arya langsung merasa kesulitan.Keduanya pun akhirnya sep
Lima menit kemudian, Arya sudah terikat di kursi kantornya. Dia menatap Norman dan berkata sambil tersenyum, "Jangan main-main lagi, sebentar lagi aku harus keliling kamar pasien."Norman bersandar di meja dan berkata dengan ekspresi serius, "Minggu ini giliranmu jaga klinik, jadi kamu nggak perlu keliling kamar pasien. Jangan harap bisa menghindar. Cepat katakan, itu anak siapa?""Punya Zion," jawab Arya dengan sangat serius dan tegas.Sudut bibir Norman berkedut, lalu mengernyitkan alisnya dan berkata, "Kamu tahu maksudku."Arya mengalihkan pandangannya. "Hanya komik, kebetulan saja.""Kalau hanya kita bertiga yang mirip dengan karakter di komik itu, masih bisa dibilang kebetulan. Tapi, penampilan anak kecil itu hanya kamu, aku, dan Pak Jason saja yang tahu, siapa yang bisa gambar sampai begitu detail? Kecuali dia benar-benar ada. Perlu aku teruskan lagi?" jelas Norman."Bisakah kamu nggak seperti Pak Jason? Aku benar-benar nggak tahu," kata Arya sambil memalingkan wajahnya dengan gu
Saat Janice mengatakan itu, Louise merasa makin bersemangat. "Aku tiba-tiba dapat inspirasi, aku naik ke atas dulu."Melihat Louise berlari dengan cepat, Janice juga tidak terlalu memikirkannya karena kebetulan jam di dinding menunjukkan sudah waktunya untuk menjemput anak. Dia berjalan kaki menuju TK di kota. Pukul setengah empat, kelas penitipan anak pun pulang terlebih dahulu. Seorang anak kecil memakai topi kuning dan rambutnya dikepang dua berlari terhuyung-huyung ke arahnya."Mama, aku rindu kamu," kata Vega.Janice menggendong Vega, lalu mengeluarkan sebuah permen dari sakunya. "Guru bilang hari ini kamu paling baik, jadi ini hadiah untukmu.""Wah. Mama, terima kasih," kata Vega dengan sepasang mata yang terlihat bersinar, bahkan sempat mengecup pipi Janice.Setiap kali Vega mengecupnya seperti ini, Janice selalu merasa sangat bersyukur telah pergi dari kehidupan sebelumnya karena sekarang Vega akhirnya kembali lagi ke sisinya. Tanpa kehidupan yang mewah sekaligus menyesakkan se