"Memang dulu aku pernah gila, tapi sekarang nggak lagi dan itu pun nggak sepadan. Aku dan ibunya Yosep sebenarnya sama saja, nggak tertarik dengan urusan Keluarga Karim. Semua ini hanya demi anak. Kamu mau mengakui Yosep, tapi nggak mengakui anak perempuanmu. Maksudnya apa?"Cheria hampir saja mengatakan Anwar lebih mengutamakan anak laki-laki daripada perempuan.Anwar mengatupkan bibirnya rapat-rapat, sadar bahwa mencari alasan lagi tidak ada gunanya. Lagi pula, dia tidak butuh alasan."Kenapa aku harus mengakui seorang anak perempuan yang berkelakuan buruk seperti dia? Dia menyalahgunakan dana perusahaan, mengambil komisi di belakang. Kalau aku menuntut, kamu kira dia masih bisa berdiri di sini? Menurut kalian, apa aku pantas mengakui anak seperti itu?"Ini adalah penyakit sebagian pria. Dunia boleh salah, tetapi mereka tidak akan pernah salah. Kalaupun ada kesalahan, itu pasti karena orang lain.Saat Cheria hendak berbicara lagi, Rensia menahannya. "Ayah, hanya berdasarkan satu emai
"Kalau begitu, sudah diputuskan." Anwar kembali mengangkat gelas.Begitu mendengar bahwa waktu yang baik sudah ditentukan, semua orang tahu tidak ada jalan untuk mundur. Mereka pun ikut mengangkat gelas.Anwar sangat puas dengan reaksi semua orang. Pandangannya melirik ke arah Jason, bahkan ada sedikit peringatan di matanya.Melihat itu, hati Janice ikut tegang. Dia khawatir Anwar akan mempersulit Jason. Tak disangka, Jason justru mengangkat gelasnya ke arah Anwar sebagai tanda hormat.Hal ini membuat Anwar dan Yosep sedikit terkejut. Kapan Jason mengalah semudah ini?Saat Janice masih merasa khawatir, terdengar suara langkah sepatu hak tinggi di pintu."Ayah, kenapa nggak memberitahuku ada pesta keluarga? Aku jadi terlambat." Suara dingin dan datar seorang wanita perlahan terdengar.Yosep terkejut sejenak, gelas di tangannya jatuh ke meja dan pecah. "Rensia!""Kenapa? Nggak ingat aku lagi?" Rensia maju dengan sepatu hak tingginya. Setiap langkah kakinya seperti ingin menghancurkan kep
Janice melihat isi pesan itu dan tertegun cukup lama.Ivy pun mendorongnya sedikit, memberi isyarat. "Lihat ke depan."Janice mendongak dan melihat Yosep mendampingi Anwar berjalan ke arah mereka. Jason dan Zachary berdiri di sisi lain.Janice dan Ivy segera berdiri ke samping. Sebagai tamu, sopan santun tetap harus ada.Anwar berjalan melewatinya tanpa berhenti, bahkan tidak menoleh sama sekali. Sebaliknya, Jason memandangnya dengan makna yang sulit ditebak.Janice berpura-pura tidak melihat dan menurunkan pandangan. Tak lama kemudian, aroma yang familier berhenti di hadapannya beberapa detik. Jari panjang menyentuh ringan punggung tangannya. Rasanya geli.Saat Janice menoleh, Jason sudah pergi. Namun, ponselnya bergetar dua kali.[ Tanganmu agak dingin, jangan di luar terus. ]Janice tak sempat menanggapi kepedulian Jason. Dia buru-buru memberi tahu kabar dari Arya.[ Rensia menghilang. ]Setelah mengirim pesan itu, dia menatap Jason yang menjauh. Hatinya terasa semakin gelisah. Bebe
Saat menutup pintu, Norman membungkuk dan berbisik, "Bisnis Keluarga Azhara di Eroma sebenarnya nggak ada yang terlalu menonjol. Meski harga produknya tinggi, penjualannya sangat bagus. Bahkan galeri seni milik Amanda pun ikut terdongkrak berkat popularitasnya. Dia punya banyak penggemar, baik di dalam maupun luar negeri. Termasuk kalangan sosialita, artis ternama, hingga influencer terkenal.""Galeri seni?" Jason mengulang pelan sambil berpikir sejenak."Akan saya suruh orang untuk menyelidikinya.""Nggak perlu menimbulkan kegaduhan. Kamu cari tahu dulu soal Bu Verica."Ada sesuatu yang mencurigakan pada wanita itu."Baik."....Ketika Janice bangun, sisi ranjang di sebelahnya sudah dingin. Dia melirik ponselnya. Di layar, ada beberapa pesan dari Jason.[ Ingat sarapan. ][ OK. ]Janice membalas dengan sebuah emoji, lalu bangkit dan bersiap.Hari ini dia harus ke rumah Keluarga Karim, jadi dia memilih pakaian yang mahal tetapi tidak mencolok. Kebetulan sejak Ivy hamil, dia sering meng
Janice terbangun dari tidurnya dengan tubuh gemetar karena ketakutan. Napasnya masih belum teratur ketika tiba-tiba tubuhnya dipeluk erat oleh seseorang."Ini aku. Jangan takut."Suara Jason terdengar tenang dan lembut. Telapak tangannya yang hangat menelusuri punggung Janice dengan perlahan, menenangkan setiap degup cemas di dada.Mendengar suara yang begitu dikenalnya, Janice sempat mengira dirinya masih bermimpi."Aku ... masih mimpi ya?"Bukankah Jason seharusnya bermalam di rumah keluarga?Jason hanya tersenyum samar, tangannya dengan lembut mengusap wajah Janice. "Menurutmu sendiri bagaimana?"Janice menatap ke dalam matanya. Wajah Jason terlihat begitu lelah, seolah baru saja pulang dari perjalanan panjang. Janice mengangkat tangannya untuk menyentuh pipi Jason yang masih menyimpan sisa dinginnya malam.Gerakan tangan Jason terhenti sejenak, tapi dia membiarkan Janice menyentuhnya dalam diam.Di kamar yang sunyi itu, napas mereka terdengar jelas. Keheningan seolah memperbesar se
Begitu sampai di rumah, Janice langsung mengabari keselamatannya pada Jason. Saat itu, Louise serta Vega juga sudah pulang dan membeli banyak oleh-oleh dari galeri seni. Melihat Vega tersenyum ceria, semua ketegangannya tadi langsung hilang.Saat makan malam, Louise tiba-tiba menepuk dahinya. "Oh ya. Saat pulang tadi, aku lihat iklan Chelsea di jalanan. Dengan dandanan seperti itu, dia makin mirip denganmu.""Iklan? Aku nggak menyangka dia benar-benar terkenal," kata Janice dengan kagum.Louise menggelengkan kepala, lalu memutar video di ponselnya. "Nggak seperti yang kamu pikirkan. Lihatlah."Di video itu, ada enam pria dan enam wanita yang memperkenalkan diri. Saat muncul, Chelsea mengenakan pakaian dan juga perhiasan yang dikirim Janice. Riasannya juga dibuat mirip dengan Janice agar cocok dengan gaya pakaiannya, sehingga banyak orang yang mengira dia adalah Janice. Padahal wajah dan aura keduanya sangat berbeda saat tanpa riasan.Chelsea tampil memukau dan banyak penonton yang meni