Mendengar kata "api", Jason kembali tercengang. Dia teringat bahwa gadis kecil dalam mimpinya itu sangat membencinya.Di tengah malam, semua mimpinya selalu berakhir sama. Gadis kecil itu berlari ke dalam rumah yang terbakar sambil menggandeng seorang wanita yang bersosok samar. Keduanya saling berpandangan dan tersenyum, lalu menghilang dari mimpinya.Janice memanfaatkan kesempatan ini untuk melepaskan diri dari Jason dan berdiri dalam jarak beberapa langkah darinya.Dengan kemarahan yang bercampur dengan permohonan, Janice berkata, "Paman, aku memang nggak bisa menang melawanmu. Apa kalian masih belum cukup menghinaku? Apa kamu benar-benar baru bisa puas kalau semua orang memarahiku sebagai wanita murahan?"Usai bicara, Janice langsung berbalik dan pergi.Jason mengulurkan tangan hendak menariknya, tetapi dia hanya berhasil meraih mantel yang tersampir di pundak Janice.Janice melepas mantel itu dengan tegas dan pergi tanpa menoleh sama sekali. Sosoknya menghilang di tengah salju yan
Rachel tidak menyadari kejanggalan dari ucapan Janice. Dia langsung mengeluarkan ponsel dan berkata, "Lihat nih, kami foto banyak sekali. Aku mau pakai foto ini di acara tunangan dan pernikahan nanti. Kamu bantu aku pilih dong."Janice melirik sekilas ponsel Rachel. Senyum kedua orang itu di dalam foto tampak sangat mencolok. Rachel adalah nona kaya yang dirawat dengan penuh cinta kasih. Ketenangan dan kelembutan yang ada dalam dirinya terpancar begitu alami.Saat tersenyum, auranya begitu menular. Bahkan Jason yang biasanya selalu dingin, terlihat lebih santai saat berdiri di sisinya.Mereka benar-benar serasi. Setiap foto yang diambil tampak begitu sempurna. Namun, Janice justru merasa tidak nyaman. Matanya tidak tahu harus menatap ke mana."Semuanya bagus, kok. Kalian putuskan saja." Janice tersenyum, lalu mengalihkan pembicaraan, "Oh ya, kenapa kamu cari aku?""Oh, iya. Aku terlalu senang sampai lupa. Jepitan dasi yang kamu desain untuk kakakku bagus sekali. Sekarang dia pakai jepi
Gaun pengantin?Saat mendengar dua kata itu, Janice merasa ironis. Ditambah dengan waktu Vania mencoba gaun pengantin, ini sudah kedua kalinya. Selain itu, keduanya adalah pasangan Jason. Seolah-olah semua pernikahan ini tidak akan bisa berlangsung tanpa kesaksian darinya.Janice menatap Rachel. Dia tersenyum dengan bahagia, polos, tanpa tipu muslihat seperti Vania. Undangannya juga memang tulus.Justru karena itulah, Janice semakin merasa dirinya seperti orang jahat. Dia ingin mencari alasan untuk menolak, tetapi saat hendak membuka mulut, ponselnya bergetar.Tiba-tiba, sebuah firasat buruk muncul di benaknya.Benar saja. Begitu dia membuka layar, ada pesan dari Ivy.[ Pak Anwar minta aku bantu siapin pesta pertunangan Jason dan Rachel. ]Janice sontak merasa sesak. Apakah Ivy akan berakhir dengan menyinggung Keluarga Luthan dan Karim, atau baik-baik saja, semua bergantung pada sikapnya.Janice mengetik pesan dengan tangan gemetar.[ Aku tahu. ]Rachel sepertinya menyadari sesuatu, se
Mendengar Janice tidak mengubah panggilannya, Landon mengerti bahwa Janice ingin menjaga jarak darinya. Namun, Landon tidak kuasa menahan rasa penasarannya terhadap Janice.Dia bergerak mendekati Janice. Ada aroma teh yang samar dari tubuh Janice, ringan, tetapi sangat menenangkan.Janice yang menunggu jawaban darinya akhirnya menoleh, tetapi begitu sadar bahwa jarak di antara mereka terlalu dekat, dia buru-buru mundur sedikit dan mengingatkannya, "Pak Landon?"Landon baru tersadar. Saat menunduk melihat sisi wajah Janice, matanya tampak kelam dan dia berusaha menekan emosinya. "Boleh."Janice bergumam sejenak, lalu menjauhkan jarak antara mereka. Saat hampir tiba di restoran, ponsel Landon berdering. Di layarnya tertera nama Rachel."Kenapa? Kamu ini ya, selalu saja kelupaan." Landon berhenti beberapa detik, lalu melirik ke arah Janice. "Sekarang aku lagi sibuk."Mungkin karena suasana di mobil terlalu hening, Janice bisa mendengar suara Rachel dari ujung telepon dengan jelas."Kak, j
Begitu mendengar panggilan "Paman", pria di hadapan mereka langsung mengalihkan pandangan dinginnya ke arah Janice. Janice segera menundukkan kepala, berusaha menghindari tatapannya.Namun, justru saat itu matanya menangkap sepasang sandal rumah milik Jason dan Rachel. Sandal pasangan. Dengan desain lucu.Semua orang tahu betapa dinginnya Jason. Dia tidak pernah berubah untuk siapa pun. Bahkan Vania yang berada di sisinya selama lebih dari tiga tahun juga tidak pernah berhasil mengubah kebiasaannya.Di kehidupan sebelumnya, Janice telah hidup bersamanya selama delapan tahun, tetapi Jason tetap hanya memakai sandal rumah yang disediakan untuk tamu.Namun sekarang, dia rela berubah.Jika Vania mengetahui hal ini, dia pasti akan menyadari betapa konyolnya semua hal yang pernah dia lakukan untuk menargetkan Janice. Sebab, satu-satunya orang di hati Jason selalu adalah wanita yang telah menyelamatkannya.Tiba-tiba, suara Rachel memecah keheningan."Ah sayurku! Janice, bisa bantu aku?""Oke.
Mereka berdua menyajikan semua hidangan ke atas meja satu per satu. Tak lama kemudian, keempatnya pun duduk untuk makan.Rachel menyuapkan sepotong daging ke bibir Jason dengan manja. "Jason, coba cicipi, enak nggak?"Jason menundukkan tatapannya, lalu mengubah arah sendok Rachel dengan tenang. "Kamu sudah capek masak. Makanlah dulu."Wajah Rachel langsung merona, lalu tersenyum manis. "Baiklah."Melihat itu, Janice hanya menunduk dan fokus menyendok nasi. Tanpa sadar, dia hanya makan sayur-sayuran di depannya. Itu adalah kebiasaan yang terbentuk selama bertahun-tahun di Keluarga Karim.Meskipun selalu ada banyak hidangan lezat di meja makan, hanya mereka yang memiliki hak yang bisa memutar meja untuk memilih makanan yang diinginkan. Seperti dirinya, makan lebih banyak saja dianggap tidak tahu aturan.Namun, saat dia baru saja menjepit sayuran lagi, meja putar di depannya bergerak sedikit.Sepiring daging beralih ke hadapannya. Janice terdiam sejenak dan mengangkat kepalanya. Saat itu,
Ciuman yang mendadak itu membuat Janice terkejut hingga lupa bagaimana cara melawan. Sampai ketika ciuman pria itu semakin dalam, kesadaran Janice baru kembali sepenuhnya.Tanpa memedulikan tangannya yang masih penuh dengan busa sabun cuci piring, dia langsung mengangkat tangan dan mencoba menamparnya. Namun, seperti biasa, Jason selalu lebih cepat darinya.Sebelum tangannya bisa mengenai wajah Jason, jari pria itu sudah mencengkeramnya erat dan menekannya ke belakang.Posisi ini memaksa Janice untuk menegakkan tubuh dan semakin dekat dengan dadanya. Janice mendongak, tatapannya bertemu langsung dengan mata pria itu. Jason menatapnya dengan kelopak mata yang sedikit turun. Pandangannya dalam dan kelam.Di bibirnya tampak mendominasi dan menyiratkan hasrat. Dengan penuh kemarahan, Janice menarik kembali tangannya dan memaksa Jason untuk melepaskan cengkeramannya. Dia mundur selangkah untuk menciptakan jarak.Hidungnya terasa perih dan dia menarik napas dalam-dalam sambil berusaha meneka
Rachel mendekat dan mencium aroma sabun cuci piring. "Aku beli yang wangi melati, apa terlalu menyengat?" Dia segera meraih spons dari tangan Janice."Lepaskan saja, biar aku yang bereskan. Lagian, kamu ini tamu, malah cuci piring. Aku jadi nggak enak hati."Tidak ada nada pamer dalam suaranya, dan Janice bisa mendengarnya dengan jelas. Namun, melihat Rachel tersenyum polos tanpa curiga, Janice semakin merasa bersalah dan wajahnya semakin pucat.Rachel memperhatikan perubahan ekspresinya dan langsung cemas. "Astaga, kamu nggak alergi melati, 'kan? Wajahmu pucat sekali! Duduklah sebentar, aku akan buatkan teh untukmu.""Terima kasih."Janice mengikuti Landon keluar dari dapur.Di belakangnya, Rachel berkata dengan manja, "Jason, kenapa kamu tega biarin Janice cuci piring? Biar aku saja."Baru saja Rachel hendak mengulurkan tangannya, Jason langsung menghalanginya, "Nggak usah, biar aku saja."Mendengar itu, Janice hanya bisa tersenyum dingin dalam hati, lalu mempercepat langkahnya menin
"Wanita apa? Panggil aku Wanita Ganas Pengayun Golok Tengah Malam," kata Louise yang berdiri di depan Janice dan melihat pria di depannya dengan tatapan ganas.Pria itu bertanya sambil mendesis, "Kamu penulis komik itu, 'kan?"Louise merapikan rambutnya, lalu berkata dengan suara yang menjadi manis, "Kamu ini penggemar fanatik, 'kan?""Aku bukan penggemar fanatik, aku adalah dewa," kata pria itu dengan kesal, lalu melempar sapunya dan menepuk debu di pakaiannya. Setelah itu, dia berjalan melewati Louise dan mendekati Janice.Melihat pria itu sudah mengejar sampai sini, Janice merasa tidak perlu bersembunyi lagi. Lagi pula, pria ini sudah melihatnya mengantar anak. Dia menepuk bahu Louise dan berkata dengan tak berdaya, "Aku kenal dia."Louise terkejut, lalu mulai menebak-nebak. "Jangan-jangan dia ini ... ayahnya Vega?""Jangan sembarang berbicara. Kalau ada yang mendengar, aku akan mati," kata pria itu dengan marah.Mendengar perkataan itu, Janice tersenyum dan menggelengkan kepala kar
Zion segera maju dan memapah Landon. Saat melihat luka Landon dari dekat, dia langsung mengernyitkan alis. "Pukulan Pak Jason terlalu keras."Landon mengambil handuk dan menyeka sudut bibirnya. "Sudahlah, anggap itu pelampiasan saja. Kalau dia sudah menemukan tempat ini, kita sepertinya nggak bisa menipunya dengan bilang hanya kebetulan saja. Lebih baik beri Janice sedikit waktu lagi.""Tuan Landon, kamu sebenarnya punya niat pribadi juga, 'kan? Kamu ingin lebih dulu menemukan Nona Rachel daripada Pak Jason, 'kan?" kata Zion.Landon sama sekali tidak membantah. Dia sering berpikir apakah semuanya akan berbeda jika dia yang bertemu dengan Janice terlebih dahulu. Oleh karena itu, kali ini dia juga ingin mengambil risiko. "Zion, terus selidiki jejak Janice. Harus lebih cepat dari Pak Jason.""Baik," jawab Zion.....Setelah kembali ke kamar, Jason mengambil handuk dan menyeka tangannya yang terluka dengan tatapan dingin dan ekspresi cuek.Norman baru saja ingin mendekat dan menenangkan, t
"Biar aku saja," kata Dipo."Nggak perlu. Kamu ini baru pulang seminggu sekali, cepat pergi lihat orang tuamu," kata Janice sambil tersenyum dan menggendong Vega, lalu berbalik dan masuk ke penginapan.Dipo terbata-bata sejenak, lalu akhirnya memutuskan untuk pergi.Louise mengikuti Janice dan berkata, "Dokter Dipo sepertinya tertarik padamu dan sangat baik dengan Vega juga. Kenapa kamu malah menolaknya?""Sekarang kehidupanku cukup baik, aku hanya butuh Vega saja," jawab Janice sambil memeluk Vega dengan erat. Dia berpikir orang tidak boleh terlalu serakah.Louise mengangkat bahunya dan bertanya dengan penasaran, "Jangan-jangan kamu masih memikirkan ayahnya Vega? Dia itu pria berengsek."Janice langsung menutup telinga Vega. "Jangan sampai anak kecil mendengarnya.""Baiklah. Oh ya. Tadi ada pria yang super tampan datang ke sini, penampilannya itu seperti model," kata Louise sambil terus menggerakkan tangannya.Janice hanya menganggukkan kepala dengan cuek, sama sekali tidak memedulika
Saat Janice dan Dipo sedang membicarakan beberapa hal, Louise pergi keluar sambil memegang lolipop. Namun, Vega ternyata tidak berada di sana, dia pun terkejut sampai berkeringat dingin. Dia segera menarik salah satu karyawan dan bertanya, "Mana Vega?"Karyawan itu menunjuk ke toko hadiah di sebelah dan berkata, "Dia ke sana untuk cari makan dan minum lagi."Tetangga serta orang-orang di sekitar sana sudah sangat akrab dan Vega juga anak kecil satu-satunya di jalan itu, sehingga semua orang sangat menyayanginya.Louise baru saja hendak menghela napas lega, tetapi tatapannya tiba-tiba tertuju ke seberang jalan. "Wah .... Pria super tampan!"Karyawan itu pun terkekeh-kekeh. "Mulutmu jangan terbuka begitu .... Memang tampan, tapi kenapa rasanya agak familier?""Kamu jangan bodoh begitu, lihat aku saja," kata Louise sambil merapikan rambutnya dan hendak berjalan ke arah pria itu.Namun, karyawan itu menghentikan Louise. "Kamu yakin mau pakai piama ke sana?"Mendengar perkataan itu, Louise
Karakter dalam komik itu fiktif dan gambar anak kecil itu juga hanya mirip dengan Vega sekitar 70% sampai 80% saja. Oleh karena itu, tidak bisa dibilang identik dan tidak termasuk dengan pelanggaran privasi juga. Namun, Louise sangat menyukai Vega, tentu saja tidak ingin mempersulit Janice. "Kalau begitu, nanti aku akan klarifikasi dan ubah penampilan bayi itu.""Baiklah," jawab Janice.Begitu percakapan keduanya selesai, televisi di dinding ruang tamu penginapan tiba-tiba menayangkan berita yang sedang viral. Berita itu berisi gambaran Jason yang memapah Rachel masuk ke dalam rumah sakit, sedangkan Rachel terlihat bergerak dengan sangat pelan. Reporter berspekulasi program kehamilan mereka sudah berhasil.Saat melihat gambaran di layar televisi, Janice langsung tercekat. Setelah dia pergi, Anwar selalu mencari kesempatan di berbagai acara untuk mengumumkan pasangan suami istri itu sedang berusaha memiliki anak. Belakangan ini, Rachel juga ikut mengiakan kabar itu. Dia berpikir seperti
Di Moonsea Bay.Janice baru saja menyerahkan kalung yang didesainnya untuk istri Hady si kurir itu.Hady tersenyum dan berkata, "Apa Vega sebentar lagi akan jadi seleb ya?"Janice yang kebingungan pun bertanya, "Apa maksudmu?""Istriku lihat gambar Vega saat sedang melihat-lihat video. Dia bilang sekarang banyak orang yang bilang dia mirip seseorang yang sangat terkenal ... namanya aku sudah lupa."Setelah mengatakan itu, perhatian Hady langsung tertuju pada kalung di dalam kotak. "Wah. Nona Janice, kamu benar-benar hebat. Aku nggak menyangka hanya dengan empat jutaan saja sudah bisa membeli kalung yang begitu bagus. Istriku pasti suka."Hady menutup kotaknya dengan hati-hati, lalu menyimpannya ke dalam saku di dalam jaketnya.Namun, Janice masih memikirkan perkataan Hady tadi. "Hady, gambar Vega apa yang tadi kamu maksud?""Itu komik yang digambar Nona Tukang Jerit di penginapanmu. Istriku bilang ceritanya sangat lucu dan karakter bayi yang baru muncul itu yang begitu mirip dengan Veg
Tanpa perlu dijelaskan, Norman tahu Arya pasti mengerti orang yang dimaksudnya adalah Janice. Dia meminta Arya melakukan itu karena merasa foto itu mungkin bisa membantu Jason di saat krusial.Saat terpikir Jason, Arya tersenyum pahit. Dia adalah orang yang paling mengerti kondisi Jason selama tiga tahun ini. Hanya saja, rencana seperti ini sering tiba-tiba berubah.Setelah mengajukan cuti dan hendak memesan tiket pesawat ke Kota Genggi, ponsel Arya tiba-tiba menerima pesan dari Zion.[ Aku menemani tuan mudaku dinas ke Kota Genggi. Bagaimana kalau aku terbang ke Kota Pakisa untuk bertemu denganmu? Tenang saja, aku nggak membawa anak. ]Arya langsung menyadari Zion juga sudah tahu dan merasa ada firasat buruk.Firasat buruk Arya memang benar. Pada detik berikutnya, Norman pun menerima perintah dari Jason. "Pak Jason sudah tahu Pak Landon pergi ke Kota Genggi. Dia suruh aku mengatur perjalanannya ke sana juga.""Habis sudah ...." Arya langsung merasa kesulitan.Keduanya pun akhirnya sep
Lima menit kemudian, Arya sudah terikat di kursi kantornya. Dia menatap Norman dan berkata sambil tersenyum, "Jangan main-main lagi, sebentar lagi aku harus keliling kamar pasien."Norman bersandar di meja dan berkata dengan ekspresi serius, "Minggu ini giliranmu jaga klinik, jadi kamu nggak perlu keliling kamar pasien. Jangan harap bisa menghindar. Cepat katakan, itu anak siapa?""Punya Zion," jawab Arya dengan sangat serius dan tegas.Sudut bibir Norman berkedut, lalu mengernyitkan alisnya dan berkata, "Kamu tahu maksudku."Arya mengalihkan pandangannya. "Hanya komik, kebetulan saja.""Kalau hanya kita bertiga yang mirip dengan karakter di komik itu, masih bisa dibilang kebetulan. Tapi, penampilan anak kecil itu hanya kamu, aku, dan Pak Jason saja yang tahu, siapa yang bisa gambar sampai begitu detail? Kecuali dia benar-benar ada. Perlu aku teruskan lagi?" jelas Norman."Bisakah kamu nggak seperti Pak Jason? Aku benar-benar nggak tahu," kata Arya sambil memalingkan wajahnya dengan gu
Saat Janice mengatakan itu, Louise merasa makin bersemangat. "Aku tiba-tiba dapat inspirasi, aku naik ke atas dulu."Melihat Louise berlari dengan cepat, Janice juga tidak terlalu memikirkannya karena kebetulan jam di dinding menunjukkan sudah waktunya untuk menjemput anak. Dia berjalan kaki menuju TK di kota. Pukul setengah empat, kelas penitipan anak pun pulang terlebih dahulu. Seorang anak kecil memakai topi kuning dan rambutnya dikepang dua berlari terhuyung-huyung ke arahnya."Mama, aku rindu kamu," kata Vega.Janice menggendong Vega, lalu mengeluarkan sebuah permen dari sakunya. "Guru bilang hari ini kamu paling baik, jadi ini hadiah untukmu.""Wah. Mama, terima kasih," kata Vega dengan sepasang mata yang terlihat bersinar, bahkan sempat mengecup pipi Janice.Setiap kali Vega mengecupnya seperti ini, Janice selalu merasa sangat bersyukur telah pergi dari kehidupan sebelumnya karena sekarang Vega akhirnya kembali lagi ke sisinya. Tanpa kehidupan yang mewah sekaligus menyesakkan se