Jason mengangkat tangannya dan hendak menyentuh pipi Janice. Namun, sebelum sempat menyentuh, tangannya langsung terjatuh dengan lemas seperti kehilangan kekuatannya. Setelah itu, seluruh tubuhnya terjatuh ke bahu Janice.Janice segera memeluk Jason dengan tangan yang bergetar. "Bangun, jangan mati. Urusan kita masih belum selesai ...."Namun, pada saat itu, terdengar suara dan pintu lift pun terbuka. Terlihat Norman yang datang mendekat bersama beberapa orang dan langsung memapah Jason, lalu bertanya, "Mana dia?""Di lantai atas," jawab Janice sambil menatap tangannya yang berlumuran darah dengan bengong."Aku akan menangani sisanya, kamu pergi ke rumah sakit dulu," kata Norman.Setelah itu, Norman memberikan isyarat mata pada kedua orang di belakangnya. Kedua orang itu pun segera masuk ke lift dan pergi ke lantai atas.....Di rumah sakit.Janice berdiri dengan tatapan kosong di koridor. Tubuhnya penuh dengan darah yang sudah mengering dan menempel erat di kulitnya.Melihat itu, Norm
Saat mendengar kata membebani Jason, Janice berusaha mencari alasan untuk membantah perkataan Anwar. Setelah merenungkan semuanya, dia baru menyadari banyak hal yang sudah menjadi kacau.Melihat Janice tidak berbicara, Anwar melanjutkan, "Kamu benar-benar pikir aku ingin membuang waktu untuk mengurusmu? Salahkan saja dirimu, kamu harusnya nggak melewati garis merah itu."Janice baru menyadari ternyata semua ini berawal dari kesalahan malam itu. Dia langsung tidak bisa membantah karena malam itu dia memang memiliki niat pribadi. Dia pun selalu berusaha untuk meninggalkan Keluarga Karim setelah malam itu, tetapi mereka yang tidak membiarkannya pergi.Anwar langsung tahu apa yang sedang dipikirkan Janice pun tersenyum dengan sombong dan meremehkan. "Janice, jangan pikir aku nggak tahu apa yang sedang kamu pikirkan. Kamu ingin membingungkanku dan merayu Jason juga, kamu ini penipu seperti ibumu. Ibumu sudah menghancurkan satu putraku, aku nggak akan membiarkanmu menghancurkan Jason."Janic
Anwar menatap punggung Janice dan menyindir, "Apa kamu pikir dia melindungimu seperti ini karena dia menyukaimu dan ingin menikahimu? Bukan. Pria bisa mencintai banyak wanita, tapi istri tetap hanya satu saja. Dia bisa hampir mati karena kamu, tapi dia tetap hanya akan menikahi Rachel. Di hatinya, kamu ini nggak pantas menjadi istrinya."Mendengar perkataan itu, tangan Janice yang sedang membuka pintu pun terhenti.Anwar tertawa sinis dan kembali berkata, "Kenapa nggak jadi pergi? Nggak berani melihat kenyataannya?"Setelah mengatakan itu, Anwar langsung melirik para pengawal di pintu. Entah Janice bersedia atau tidak, mereka langsung menutup mulut Janice dan membawanya ke depan pintu kamar pasien di sebelah. Setelah itu, dia membuka pintu dengan lembut dan memaksa Janice untuk melihat ke dalamnya.Jason terlihat jelas baru saja bangun. Melihat Rachel yang menangis dengan sedih, dia bahkan mengangkat tangannya dan menyeka air mata Rachel. "Jangan menangis lagi.""Kamu janji padaku, kel
Saat Janice sampai di rumah, Landon sudah berdiri di depan pintu menunggu dan sedang menelepon seseorang. Saat melihat Janice, dia langsung berkata dengan pelan, "Sudah ketemu."Setelah mengatakan itu, Landon menutup teleponnya dan mendekati Janice. Melihat pakaian Janice penuh dengan lumuran darah, dia berkata dengan nada lembut, "Kamu baik-baik saja?"Janice menganggukkan kepala dan berkata dengan suara serak, "Ya."Landon mengeluarkan sapu tangan dan hendak menyeka darah di leher Janice, tetapi Janice malah menghindar. Melihat tangannya yang terhenti di udara, dia pun mengalihkan topik pembicaraan dan berkata, "Kita masuk dulu dan bicara baik-baik."Janice tidak menolak. Saat pintu rumah terbuka, terlihat ruangan yang berantakan dan bahkan ada noda darah di lantai. Namun, dia seolah-olah tidak melihatnya dan berjalan masuk dengan tenang.Melihat situasi ruangan itu, Landon mengernyitkan alis."Sofa sudah nggak bisa duduk, kamu duduk di ruang makan dulu. Aku ganti pakaian sebentar,"
"Ya," jawab Landon."Tapi, dia tahu Rensia sudah memberitahuku semuanya," kata Janice dengan cemas.Mendengar perkataan itu, Landon langsung menggenggam tangan Janice. "Jangan putus denganku, dia nggak berani menantang Keluarga Luthan secara terbuka."Namun, Janice segera menarik tangannya dan menolak. "Nggak bisa, kamu akan terlibat. Kamu sudah sangat baik padaku dan melakukan banyak hal, aku nggak boleh memanfaatkanmu."Landon menatap Janice dan berkata dengan lembut, "Bagaimana kamu bisa tahu aku nggak punya niat pribadi? Janice, aku tahu ada penghalang di hatimu, biarkan aku menemanimu melewatinya. Jangan menolakku. Ini yang ingin aku katakan padamu setelah pesta lajang itu selesai."Saat mengatakan itu, Landon tersenyum dengan cerita sampai udara di sekitarnya terasa hangat. Dia adalah tipe orang yang lembut.Janice tahu Landon sangat baik, sehingga dia tidak ingin membebani Landon. Dia pun menggelengkan kepala dan tersenyum dengan pahit. "Aku nggak bisa, aku sudah ... nggak panta
Pada saat itu, waktu seolah-olah membeku. Janice hanya bisa melihat cincin di tangannya dengan terpaku dan pikirannya kosong. Jason selalu memakai cincin pria itu, Rachel tidak mungkin bisa melepaskan cincin itu jika tidak ada izin dari Jason. Oleh karena itu, ini bukan hanya peringatan dari Rachel, tetapi kehendak Jason juga. Ini membuktikan Jason pada akhirnya tetap memilih orang lain.Janice tidak terkejut saat memikirkan semua itu, melainkan merasa lega. Namun, napasnya terengah-engah dan hatinya terasa sakit hingga sesak.Melihat situasi itu, Landon langsung mengambil kartu itu dari tangan Janice dengan ekspresi muram. "Aku akan menanyakan hal ini dengan jelas.""Nggak perlu, dia nggak salah," kata Janice sambil mengambil kembali kartu itu, lalu memasukkan cincin itu ke dalam amplop dan menyimpannya di laci pintu masuk.Landon menatap Janice dengan ragu. "Janice ....""Ayo pergi, aku sudah lapar," kata Janice dengan tenang."Baiklah," jawab Landon.....Pernikahan Rachel dan Jason
Janice bertanya dengan bingung, "Kamu berdoa minta apa?"Naura menjawab dengan cemberut, "Aku baru putus cinta, aku sangat kasihan.""Kamu baru putus cinta?" tanya Janice dengan bingung."Sudah putus," kata Naura sambil menyilangkan tangan di pinggang."Kenapa?" tanya Janice lagi. Dia ingat sebelumnya Naura bilang dia baru saja bertemu dengan pria idamannya.Naura cemberut. "Beberapa waktu lalu saat cuaca masih dingin, aku minta dia pakai jaket saat pergi bekerja. Dia malah bilang aku seperti ibunya. Sekarang aku dibilang ibu-ibu karena peduli padanya, berarti kelak aku menjadi pembantu kalau sudah menikah."Janice pun menemani Naura pergi ke kuil untuk menenangkannya. Kuil itu tidak besar, berbentuk tradisional serta sederhana, dan dikelilingi pepohonan yang membuat orang merasa sangat tenang. Cahaya matahari menyinari dinding yang kusam, sehingga terkesan sudah sangat lama.Saat terdengar suara orang membaca doa di dalam kuil, semua orang yang berdiri di luar pun berdoa dengan khusyu
Di hotel.Saat melihat sinar matahari di luar jendela, Jason secara refleks mengelus cincin di jarinya. Namun, setelah merasakan jarinya kosong, dia baru ingat dia sudah mengembalikan cincin itu.Norman memberikan air dan obat pada Jason. "Pak Jason, waktunya sudah hampir tiba."Jason berdiri membelakangi cahaya dari jendela, lalu meminum obat itu dengan tanpa ekspresi dan tatapan yang sangat dingin. "Ayo pergi."Begitu pintu terbuka, bunga-bunga yang terhampar di sepanjang jalan terlihat romantis dan lagu pernikahan pun perlahan-lahan terdengar.Di sisi lain.Setelah makan mi vegetarian di kuil, Janice dan Naura baru turun dari gunung. Begitu naik taksi, mereka langsung bersandar di kursi belakang dengan lemas. Tidak sampai lima menit, Naura sudah tertidur pulas.Janice memang sangat kelelahan, tetapi dia tetap tidak bisa tidur. Saat dia menyesuaikan posisi duduknya, jimat yang ada di kantongnya terjatuh ke bawah kursi. Setelah meraba-raba sebentar, dia akhirnya memungut jimat itu dan
Jason tersenyum. "Baiklah, aku akan menunggu."Saat Jason menerima Vega yang agak memberontak, Hady langsung tertegun saat menatap mereka. "Pantas saja aku merasa kamu begitu familier, kalian berdua ....""Keluarga pasien! Keluarga pasien!" teriak perawat."Aku segera ke sana," jawab Hady.Setelah Hady pergi, Vega mengangkat kepala dan menatap wajah Jason. Namun, dia tidak menangis ataupun marah.Meskipun anak itu ada di depan mata, Jason masih merasa semuanya tidak nyata. Dia memeluk Vega dengan lebih erat dan menarik Vega agar lebih dekat dengan hati-hati. Saat dia bisa mencium aroma khas tubuh Vega dan bahkan ada sedikit bau Janice yang samar-samar, dia baru berani yakin anak ini adalah Vega di mimpinya. Hanya saja, wajah anak ini lebih bulat daripada wajah Vega di mimpinya.Mulut Jason bergerak, seolah-olah ada banyak hal yang ingin ditanyanya. Namun, saat dia hendak membuka mulut, Vega yang berada dalam pelukannya bergerak beberapa kali dan menunjuk mesin penjual otomatis di loron
Saat pria itu hendak memakaikan kalung itu pada istrinya, Jason tiba-tiba menggenggam pergelangan tangan pria itu. "Kalung ini dari mana?"Nada bicara Jason yang dingin membuat pria itu terkejut dan menjawab, "Dari ... Vega Jewelry. Bosnya adalah orang dari desa kami. Dia menjual perhiasan, sangat hebat."Wanita yang baru saja melewati kontraksinya pun meninju suaminya. "Apanya yang penjual perhiasan? Ini namanya desainer perhiasan.""Ya, aku memang mudah lupa," kata pria itu.Jason menatap desain pita yang pita yang istimewa itu. Dari lekukan hingga ukiran yang kecil-kecil di atasnya, semuanya itu adalah gaya khas Janice. Tenggorokannya terasa kering dan bertanya dengan suara serak, "Siapa?""Ja .... Ah! Sakit sekali!" teriak wanita itu tiba-tiba sebelum selesai menjawab pertanyaan Jason, lalu mencengkeram suaminya dan Jason dengan erat.Begitu pintu lift terbuka, kebetulan ada seorang perawat yang melihat kejadian itu dan segera memanggil orang untuk membantu. Saat dokter bertanya te
Nama yang tertera di sepatu itu adalah Vega.Saat itu, seorang guru yang sedang menjaga ketertiban di lokasi itu segera berlari mendekat. "Mama Vega, Vega nggak ada di sini. Anak-anak yang terluka parah sudah segera dibawa ke rumah sakit kota.""Terluka parah?" tanya Janice dengan suara bergetar.Guru itu menggigit bibirnya, lalu berkata, "Kepala sekolah sudah pergi ke sana, kamu juga segera pergi ke sana saja."Janice baru saja hendak berbalik, tetapi tubuhnya langsung ambruk.Arya segera memapah Janice. "Aku antar kamu ke rumah sakit."Janice hanya bisa menahan air matanya dan menganggukkan kepala. Setelah berlari ke rumah sakit dan diberi petunjuk oleh perawat, dia pun menemukan lantai tempat para korban kecelakaan TK dirawat. Di tengah kerumunan, dia langsung menemukan gurunya Vega. "Guru, mana Vega? Dia baik-baik saja, 'kan?""Vega baik-baik saja. Saat aku membawanya untuk menghindar, aku terpaksa membawanya bersamaku ke rumah sakit karena aku harus buru-buru mengantar para korban
Begitu mendengar terjadi kecelakaan di TK, Janice tanpa ragu langsung berlari keluar. Arya dan Louise segera mengikuti dari belakang."Kenapa bisa terjadi kecelakaan mobil di TK?" tanya Arya."TK ini dibangun di lereng. Saat bus pariwisata turun dari bukit, sopirnya juga nggak tahu kenapa nggak menginjak rem dan langsung menerobos masuk ke TK. Saat itu banyak anak-anak yang sedang bermain .... Aduh, tunggu aku!" jelas Louise.Hanya mendengar penjelasan singkat dari Louise, naluri menyelamatkan sebagai seorang dokter membuat Arya langsung tahu kecelakaan ini sangat parah.Saat ini, sebuah bus besar terjepit di tembok TK. Bagian depan bus sudah menerobos masuk ke lapangan bermain sepenuhnya, sedangkan bagian belakangnya tergantung. Banyak orang di sekitar yang sedang membantu dan banyak anak yang diangkut keluar dengan menangis terisak-isak.Janice segera berlari mendekat dan menarik seorang anak yang sedang memegang lengannya. Anak itu adalah teman sekelas Vega. "Mana Vega?"Anak itu me
"Wanita apa? Panggil aku Wanita Ganas Pengayun Golok Tengah Malam," kata Louise yang berdiri di depan Janice dan melihat pria di depannya dengan tatapan ganas.Pria itu bertanya sambil mendesis, "Kamu penulis komik itu, 'kan?"Louise merapikan rambutnya, lalu berkata dengan suara yang menjadi manis, "Kamu ini penggemar fanatik, 'kan?""Aku bukan penggemar fanatik, aku adalah dewa," kata pria itu dengan kesal, lalu melempar sapunya dan menepuk debu di pakaiannya. Setelah itu, dia berjalan melewati Louise dan mendekati Janice.Melihat pria itu sudah mengejar sampai sini, Janice merasa tidak perlu bersembunyi lagi. Lagi pula, pria ini sudah melihatnya mengantar anak. Dia menepuk bahu Louise dan berkata dengan tak berdaya, "Aku kenal dia."Louise terkejut, lalu mulai menebak-nebak. "Jangan-jangan dia ini ... ayahnya Vega?""Jangan sembarang berbicara. Kalau ada yang mendengar, aku akan mati," kata pria itu dengan marah.Mendengar perkataan itu, Janice tersenyum dan menggelengkan kepala kar
Zion segera maju dan memapah Landon. Saat melihat luka Landon dari dekat, dia langsung mengernyitkan alis. "Pukulan Pak Jason terlalu keras."Landon mengambil handuk dan menyeka sudut bibirnya. "Sudahlah, anggap itu pelampiasan saja. Kalau dia sudah menemukan tempat ini, kita sepertinya nggak bisa menipunya dengan bilang hanya kebetulan saja. Lebih baik beri Janice sedikit waktu lagi.""Tuan Landon, kamu sebenarnya punya niat pribadi juga, 'kan? Kamu ingin lebih dulu menemukan Nona Rachel daripada Pak Jason, 'kan?" kata Zion.Landon sama sekali tidak membantah. Dia sering berpikir apakah semuanya akan berbeda jika dia yang bertemu dengan Janice terlebih dahulu. Oleh karena itu, kali ini dia juga ingin mengambil risiko. "Zion, terus selidiki jejak Janice. Harus lebih cepat dari Pak Jason.""Baik," jawab Zion.....Setelah kembali ke kamar, Jason mengambil handuk dan menyeka tangannya yang terluka dengan tatapan dingin dan ekspresi cuek.Norman baru saja ingin mendekat dan menenangkan, t
"Biar aku saja," kata Dipo."Nggak perlu. Kamu ini baru pulang seminggu sekali, cepat pergi lihat orang tuamu," kata Janice sambil tersenyum dan menggendong Vega, lalu berbalik dan masuk ke penginapan.Dipo terbata-bata sejenak, lalu akhirnya memutuskan untuk pergi.Louise mengikuti Janice dan berkata, "Dokter Dipo sepertinya tertarik padamu dan sangat baik dengan Vega juga. Kenapa kamu malah menolaknya?""Sekarang kehidupanku cukup baik, aku hanya butuh Vega saja," jawab Janice sambil memeluk Vega dengan erat. Dia berpikir orang tidak boleh terlalu serakah.Louise mengangkat bahunya dan bertanya dengan penasaran, "Jangan-jangan kamu masih memikirkan ayahnya Vega? Dia itu pria berengsek."Janice langsung menutup telinga Vega. "Jangan sampai anak kecil mendengarnya.""Baiklah. Oh ya. Tadi ada pria yang super tampan datang ke sini, penampilannya itu seperti model," kata Louise sambil terus menggerakkan tangannya.Janice hanya menganggukkan kepala dengan cuek, sama sekali tidak memedulika
Saat Janice dan Dipo sedang membicarakan beberapa hal, Louise pergi keluar sambil memegang lolipop. Namun, Vega ternyata tidak berada di sana, dia pun terkejut sampai berkeringat dingin. Dia segera menarik salah satu karyawan dan bertanya, "Mana Vega?"Karyawan itu menunjuk ke toko hadiah di sebelah dan berkata, "Dia ke sana untuk cari makan dan minum lagi."Tetangga serta orang-orang di sekitar sana sudah sangat akrab dan Vega juga anak kecil satu-satunya di jalan itu, sehingga semua orang sangat menyayanginya.Louise baru saja hendak menghela napas lega, tetapi tatapannya tiba-tiba tertuju ke seberang jalan. "Wah .... Pria super tampan!"Karyawan itu pun terkekeh-kekeh. "Mulutmu jangan terbuka begitu .... Memang tampan, tapi kenapa rasanya agak familier?""Kamu jangan bodoh begitu, lihat aku saja," kata Louise sambil merapikan rambutnya dan hendak berjalan ke arah pria itu.Namun, karyawan itu menghentikan Louise. "Kamu yakin mau pakai piama ke sana?"Mendengar perkataan itu, Louise
Karakter dalam komik itu fiktif dan gambar anak kecil itu juga hanya mirip dengan Vega sekitar 70% sampai 80% saja. Oleh karena itu, tidak bisa dibilang identik dan tidak termasuk dengan pelanggaran privasi juga. Namun, Louise sangat menyukai Vega, tentu saja tidak ingin mempersulit Janice. "Kalau begitu, nanti aku akan klarifikasi dan ubah penampilan bayi itu.""Baiklah," jawab Janice.Begitu percakapan keduanya selesai, televisi di dinding ruang tamu penginapan tiba-tiba menayangkan berita yang sedang viral. Berita itu berisi gambaran Jason yang memapah Rachel masuk ke dalam rumah sakit, sedangkan Rachel terlihat bergerak dengan sangat pelan. Reporter berspekulasi program kehamilan mereka sudah berhasil.Saat melihat gambaran di layar televisi, Janice langsung tercekat. Setelah dia pergi, Anwar selalu mencari kesempatan di berbagai acara untuk mengumumkan pasangan suami istri itu sedang berusaha memiliki anak. Belakangan ini, Rachel juga ikut mengiakan kabar itu. Dia berpikir seperti