Share

Pembalasan sang Kesatria Iblis Tanpa Tanding
Pembalasan sang Kesatria Iblis Tanpa Tanding
Penulis: Lucky Number 12

1. Pendekar Yang Lemah

“Jurus Cakar Api Beracun!”

Pemuda itu bersuara lantang sembari menghentakkan lengan kanannya. Jemarinya yang laksana ingin mencakar, mendarat tepat di dada Gao Tian lalu melakukan gerakan meremas.

Deps …!

“Ghukh …!”

Tidak dapat mengelak dari serangan lawan, serta-merta Gao Tian terpukul mundur. Sempat melangkah beberapa kali, akhirnya ia jatuh terjerembab di tanah. Gao Tian berusaha untuk bangkit namun dadanya terasa panas. Napasnya pun menjadi berat.

“Hufffth … hufffth …!” Gao Tian berusaha mengatur napas. Jika dia tidak dapat mengendalikan teknik pernapasannya, dirinya tidak dapat mengerahkan qi dengan baik.

Lawan melangkah mendekati Gao Tian dengan mengangkat dagu. Kedua tangannya bersilang di belakang.

“Kenapa, Gao Tian? Kamu baru menyadari bahwa dirimu tidak sekuat yang kamu kira? Kamu melakukan kesalahan. Mengapa berguru di Tujuh Bintang Kejora? Sekte itu hanya bagi mereka yang memiliki bakat kekuatan spiritual yang tinggi. Bukan untuk orang lemah seperti kamu!”

Seraya menyuarakan kalimat yang ia ucapkan belakangan, Liu Tong menaruh kakinya pada bahu kanan Gao Tian dan mendorong lawannya. Sehingga Gao Tian yang berusaha bangkit, kembali merebah di tanah.

“Xiao Mei, apa lelaki seperti dia pantas untuk menjadi kekasihmu?” tanya Liu Tong pada gadis yang berdiri agak jauh di belakangnya.

Yang ditanya terdiam sejurus, lantas berucap, “Sudah cukup, Liu Tong. Jangan hajar dia lagi. Takutnya nanti dia mati. Kau tidak mau bertanggung jawab atas kematian seseorang yang kemampuannya tidak setara dengan dirimu, bukan?”

“Hmh …!“ Liu Tong mendengus seraya tersenyum bangga. “Kau mendengarnya, bukan, Gao Tian? Kamu bahkan membutuhkan belas kasihan seorang wanita untuk bertahan hidup. Jika Xiao Mei tidak berkata demikian, aku mungkin sudah menghabisi nyawamu!”

Singkat cerita. Gao Tian merupakan murid sekte Tujuh Bintang Kejora, sekte yang dekat dengan keluarga Su, keluarga bangsawan kesatria kenamaan di bagian barat Negeri Pertama.

Su Xiao Mei, putri satu-satunya keluarga Su pun datang ke perguruan mereka untuk turut berlatih ilmu bela diri. Berawal dari Gao Tian yang sering ditugaskan gurunya untuk melayani Xiao Mei, mereka pun berkawan.

Tiga kali dalam seminggu terus bertemu dengan gadis itu selama satu bulan, sebagai laki-laki, mulai tumbuh perasaan kasih dalam diri Gao Tian terhadap Xiao Mei.

Entah bagaimana, terbersit kabar burung yang mengatakan bahwa mereka menjalin hubungan asmara. Desas-desus tersebut sampai ke telinga Liu Tong, murid sekte Amukan Penguasa Api yang tengah mendekati Xiao Mei. Sehingga, ia panas hati karenanya.

“N-no-nona … Su …” Gao Tian berbisik lemah. Dengan memegangi dada yang terasa panas dan sesak, ia memandang ke arah Xiao Mei yang menampakkan eskpresi dingin.

Sudah barang tentu, Xiao Mei menyangkali bahwa ia memiliki hubungan istimewa dengan Gao Tian. Emosi, hari itu Liu Tong menantang Gao Tian bertarung satu lawan satu.

Bermaksud membela diri karena merasa dirinya tak bersalah, Gao Tian yang tak memiliki kekuatan spiritual memberanikan diri menerima tantangan Liu Tong.

Konyol memang. Gao Tian berpikir: siapa tahu saja dengan bertarung dengan Liu Tong, ia dapat mempelajari ilmu spiritual. Sekarang, dia tergolek di tanah akibat serangan lawan.

“Liu Tong, biar aku berbicara dengan Gao Tian berdua saja,” pinta Xiao Mei.

“Silahkan, pujaan hatiku,” manis Liu Tong membalas.

Dengan langkah pasti, Xiao Mei mendekat ke arah Gao Tian yang setengah merebah di tanah. Pemuda itu tertunduk dengan memegangi dada.

“Gao Tian, mengapa kau menyebar berita bahwa kita telah menjadi sepasang kekasih?”

Dengan lesu Gao Tian menatap ke arah Xiao Mei melalui kelopak mata. Gadis itu memang cantik. Paras berdagu lebarnya memiliki mata berkesan jenaka yang teduh, seolah menyorot lugu begitu memikat.

“Ak … aku …, hosh … ti … tidak pernah, hosh … menyebut bahwa kita …, hosh … adalah … sepasang kekasih, Nona,” Gao Tian berucap lambat dengan tersenggal-senggal.

“Lalu mengapa kabar itu juga sampai ke telingaku?!” tanya Xiao Mei kebingungan sembari mengernyit.

“N-no-nona … Su …, hosh … a-aku … berkata yang sesungguhnya. Ak … aku sendiri …, hosh … ti-tidak tahu … hosh …, bagaimana bisa … kabar itu … tersebar.”

Sekarang Xiao Mei tertegun. Ia berjongkok agar bisa semakin mendekat pada orang yang sebelumnya berkawan dengan dia.

“Maafkan aku, Gao Tian. Aku tidak bisa membiarkan orang menganggap kita akan, atau, telah memiliki hubungan istimewa. Meski begitu, aku ingin berterimakasih untuk kebaikanmu. Sepertinya, aku tidak akan lagi berguru di sekte Tujuh Bintang Kejora,” ujar Xiao Mei.

“ak … hosh …, aku lah yang seharusnya … hosh … meminta maaf. Se … hosh … seandaikan aku … hosh …, aku telah … menyinggung perasaanmu.”

Bersuara dengan terbata-bata akibat serangan Liu Tong tadi, Gao Tian beranjak. Teknik yang dikerahkan Liu Tong terhadapnya membuat tubuh Gao Tian lemas. Sebisa mungkin ia memutar badan.

Ia merangkak dari hadapan Xiao Mei yang memandanginya dengan setengah merengut. Terus menyeret tubuhnya menjauh dari wanita muda itu, semampunya Gao Tian memaksa badannya bangkit berdiri.

Dengan membungkuk dan sempoyongan, dia melangkah terseok-seok. Sangking lemahnya, ia kembali terjerembab.

“Hei, apakah kamu mabuk, Gao Tian? Jalan yang benar …, jangan seperti orang teler seperti itu! Hahaha …!” ujar Liu Tong mentertawakan lawan. Xiao Mei pun mengajak dia untuk pergi dari tempat mereka berada.

Kembali bangkit dengan gemetaran, Gao Tian melanjutkan langkah. Ia terhuyung-huyung. Dalam hatinya, dia berkata-kata.

“Liu Tong … saat aku telah menjadi kuat nanti … kau adalah orang yang akan aku datangi pertama kali. Aku bersumpah … akan mengalahkan kamu dalam sekali pukul!”

Sesuai namanya, serangan Liu Tong membuat badan Gao Tian meriang rasanya. Napasnya mulai normal, namun persendiannya ngilu. Walau demikian, dia terus melangkah pelan-pelan.

Skraaakh …, jedar!

Petir menyambar dan guntur menggelegar. Gao Tian memandang ke arah langit. Awan mendung telah melingkupi kawasan tersebut.

“Dasar sial …, sudah dihajar oleh Liu Tong, aku akan kehujanan pula!” batin Gao Tian mengeluh.

Dari jalan utama, Gao Tian bisa melihat sebuah mulut gua kecil tidak jauh di sebelah kanannya. Gerimis mulai turun. Buru-buru walau tubuhnya nyeri jika ia melakukan gerakan mendadak, Gao Tian mendekati gua tersebut.

“Tepat pada waktunya!” lega Gao Tian dalam hati. Hujan turun dengan deras begitu dirinya tiba dalam mulut gua.

Terdiam sejenak merenungi nasib, Gao Tian memandang ke arah lorong dari gorong-gorong tempat ia berteduh tersebut.

Karena sakit hatinya terhadap Liu Tong yang tak terbalaskan dan sikap Xiao Mei, dia ingin menyendiri rasanya. Sehingga, Gao Tian memutuskan untuk memasuki gua itu lebih dalam.

“Aku juga penasaran. Apakah ada sesuatu di dalam sana …?”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
mantap bah
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status