Gao Tian melangkah berhati-hati karena dirinya enggan sial untuk yang kesekian kali. Dia menelusuri lorong gua yang landai.
“Ah, ya. Siapa tahu, di sini aku menemukan sebuah pedang sakti …, atau pisau, tongkat sekalipun tak mengapa. Asal bisa membuat diriku memiliki kekuatan yang dahsyat. Sehingga, aku dapat membutikan pada Xiao Mei bahwa aku—”
Turun mengulir dua kali, Gao Tian tiba pada dasar gua. Ia terdiam, tatkala melihat ada sebuah undakan dengan batu layaknya nisan tertanam di atasnya.
“I-ini … makam …?”
Dalam hatinya Gao Tian bertanya-tanya. Penasaran, ia terus mendekat pada makam yang ada di hadapannya.
Tidak ada ukiran atau tulisan apapun pada batu yang tampak seperti nisan yang sudah sumbing di beberapa bagian karena dimakan oleh waktu itu.
“Siapa orang yang dimakamkan di sini? Orang kayakah ... atau, seorang pendekar! Mungkin saja, di dalamnya terdapat …”
Belum juga Gao Tian selesai mengucapkan kata-katanya, dia merasa kepalanya berat dan disergap oleh kantuk yang sangat. Sekonyong-konyong, badannya tumbang tak berdaya.
Ia tidak mengetahui. Di saat yang bersamaan, pada nisan tersebut muncul simbol-simbol tertentu yang tak dapat dipahami.
Simbol-simbol itu timbul dengan sendirinya, kemudian meleleh layaknya tinta hitam yang lumer lantas menghilang.
“Siapa yang berani menggugah diriku?”
“Ha …?”
Seketika itu Gao Tian terpekur. Ia sendiri terheran-heran. Dirinya sekonyong-konyong berada di sebuah bangunan yang hanya diterangi oleh cahaya obor seadanya.
Di depan dia, ada seorang pria tengah duduk sembari mengangkat kaki dan memangku kepala. Lelaki itu menempati tahtanya yang terbuat dari tulang belulang, mungkin juga senjata-senjata tajam.
Laki-laki tersebut bertanya dengan suara yang dalam dan berat. Artikulasinya pun seperti sedang menggumam.
“Ak-aku … Gao Tian,” lugu Gao Tian menjawab pertanyaan orang tersebut.
“Aku tidak peduli dengan namamu. Yang aku tanyakan adalah: bagaimana bisa kau menjumpai diriku seperti ini?”
Bingung. Gao Tian benar-benar tidak tahu harus berkata apa. Walau demikian, mulutnya bergerak-gerak dan akhirnya mampu berbicara.
“Ma-maafkan aku, T-tuan … aku seorang yatim piatu. 20 tahun sudah aku menjadi murid di sekte Tujuh Bintang Kejora. Akan tetapi … guruku tidak kunjung mengajariku cara menggunakan ilmu spiritual. Baru saja … aku bertarung dengan murid Amukan Penguasa Api …”
Polos, Gao Tian menuturkan semua yang dirinya alami pada pria yang berada di singgasananya tersebut. Masih dengan gayanya yang terlihat seperti malas-malasan, lelaki berbusana putih juga mengenakan jubah berwarna senada itu memperhatikan lawan bicaranya.
Dalam hati, laki-laki itu berkata-kata, “400 tahun sudah …, tidak ada orang yang dapat menjumpaiku. Tetapi hari ini …, seorang bocah dungu tahu-tahu saja ada di hadapanku. Siapa dia? Apa yang ia lakukan sehingga bisa berhadapan denganku?”
Sementara Gao Tian terus memaparkan bagaimana dia sampai dihajar hingga nyaris tidak dapat berdiri oleh Liu Tong dan tiba di situ.
“It-itulah semua yang aku alami, Tuan. Seandaikan saja … aku mampu lebih kuat dari sekarang.”
Kalimat yang diucapkan Gao Tian belakangan menggelontor begitu saja dari bibirnya seperti tengah mengeluh.
Dalam kepalanya, dia berpikir: apa yang ia alami sekarang merupakan efek samping dari jurus yang dilepaskan Liu Tong.
“Aku sedang berhalusinasi, melindur atau apapun namanya,” pasrah dia dalam benaknya.
“Hmmm …,” gumam sang pria misterius. Terdiam sejenak tanpa ekspresi yang berarti, dia bangkit dari tahtanya seraya berucap. “Jadi …, kau ingin menjadi kuat. Benar, bukan?”
Serasa menemukan orang yang memahami dirinya, mata Gao Tian melebar. Ia menjawab, “Y-ya …, betul, Tuan. Aku ingin menjadi kuat.”
Dari platformnya, si pria memandang pada Gao Tian yang ada di bawah. Terdiam sejurus, laki-laki itu kembali bersuara. “Aku bisa memberikan kekuatan untukmu.”
Karena berpikir dirinya sedang berhalusinasi, Gao Tian tidak langsung bereaksi. Dia hanya termangu. Lelaki tersebut berkata lagi.
“Tetapi, ada syaratnya. Pertama: biarkan aku menyatu dengan dirimu. Kedua: turuti semua instruksiku. Ketiga …, ini yang penting. Apa kau siap mendengarkanku?”
“Aku menyimak, Tuan.”
“Aku adalah Xuanwu. 400 tahun yang lalu, ada 6 iblis yang menyegel jiwaku di sini. Aku ingin kamu dan aku …, kita, menaklukkan mereka. Kamu mau melakukannya?”
“Bagaimana caranya?”
Untuk sekejap, Xuanwu merasa pertanyaan Gao Tian konyol. Tetapi dia tetap bersabar. Mengambil napas, dia menjelaskan.
“Jika kau menyatu denganku, aku akan membangkitkan kekuatan spritualmu. Namun, ada … katakanlah beberapa hal yang mesti kamu lakukan agar semakin kuat. Itulah mengapa kau harus menurut padaku.”
Usai dia mengucapkan kata-katanya, Xuanwu tersenyum tipis. Sedangkan Gao Tian terdiam mematung.
Selama ini, dia bercita-cita untuk menjadi pendekar yang perkasa. Sayang, guru-gurunya tidak kunjung mengajari dirinya mengerahkan ilmu spiritual.
Sekarang, ada seseorang yang entah nyata atau tidak berdiri di hadapan dia dan berjanji untuk memberikan kekuatan padanya.
“Apakah aku harus …”
“Bagaimana, apakah kau bersedia menyatu denganku, Gao Tian?”
Tidak sempat Gao Tian menyelesaikan apa yang dirinya pikirkan, Xuanwu sudah bertanya. Kata ‘tidak’ bagai sudah berada di ujung bibir Gao Tian.
Menurutnya, siapa tahu saja guru-gurunya di Bintang Kejora memiliki cara untuk mendidik. Mungkin di usianya yang ke-20 ini, mereka akhirnya akan mengajarkan dia menggunakan kekuatan spiritual.
“Tapi rasanya tidak mungkin. Tak ada tanda-tanda bahwa mereka akan membuatku mempelajari ilmu spiritual dan aku akan begini terus hingga 20 tahun yang akan datang. Menjadi bahan olok-olok dan tertawaan …”
Itulah yang terlintas dalam kepala Gao Tian. Sehingga, ia mendongak sedikit sambil berucap pada Xuanwu. “Ya, Tuan Xuanwu. Aku bersedia.”
Pada tempat dia berdiri, bibir Xuanwu bergerak membentuk senyum yang tak kentara. Sorot matanya menatap Gao Tian dalam lagi lekat.
“Anak ini …, apakah dia sudah memikirkan jawabannya dengan masak-masak? Masa bodoh, dia hanya menghendaki agar dirinya menjadi kuat,” Xuanwu bersuara dalam hati, lalu ia bersabda.
“Baiklah, Dik Gao Tian. Mari kita menyatu.”
Selesai berucap, Xuanwu melangkah untuk mengambil dua buah piring dan dan sebilah pisau yang berada pada meja dekat dengan tahtanya.
Saat itu Gao Tian menelan liur. Sebenarnya ia sendiri masih merasa ragu. Benarkah semua yang dikatakan Xuanwu?
“Selain itu jika aku hanya bermimpi, mungkin sebentar lagi aku akan terbangun,” batin Gao Tian tidak ambil pusing.
Setelah sejak tadi berada di atas platform, Xuanwu turun. Ia berdendang halus. “Kita akan berteman, kamu menjadi kuat dan kita akan mengalahkan iblis-iblis!”
Lucu. Gao Tian menganggap tingkah Xuanwu itu tidak dewasa untuk pria yang sepertinya telah menginjak usia 30-an tersebut.
“Aku akan melukai tanganku dengan pisau. Begitu pula kamu. Teteskan darahmu di piring ini, aku juga akan melakukan hal yang sama. Kita bertukar piring, lantas silih meminum darah masing-masing.”
“Sembarangan bagaimana maksudmu?!” balas si nenek cuek.Dia terlihat tersenyum lega malahan girang. Seolah, dia merasa puas. Karena, selesai melakukan tugasnya dengan baik. Sudah mulai bungkuk, dia masih berjalan penuh kepercayaan diri. Malahan, gagah walau lambat.“Nenek menyebut pendekar muda Bintang Kejora itu sebagai Tuan Muda Gao di hadapan Nona Su dan Tuan Muda Fang. Aku hanya khawatir, mereka berdua merasa tersinggung karena ada rakyat biasa yang disebut demikian,” ujar sang cucu lagi.“Rakyat biasa? Dia bukan warga sipil, cucuku. Tuan Muda Gao merupakan saudara sumpah mereka sejak ribuan tahun. Tak mungkin mereka merasa demikian. Lagi pula, anak itu memang adalah seorang Gao!”Walau merasa neneknya bertingkah agak aneh, sang cucu tersenyum jenaka. Menurut dia, neneknya memang melakukan hal yang lucu.“Bagaimana bisa Nenek merasa yakin bahwa dia adalah seorang Gao?” tanya si cucu. Wajahnya menjadi kocak karena ingin mencandai neneknya.“Wajahnya. Aku dapat memastikan. Pahatan t
Tiba-tiba kedengaran suara seorang ibu tua memanggil-manggil. Semestinya, orang yang pantas untuk dipanggil demikian adalah Fang Fenglei atau Lai Chun Ho.Akan tetapi secara mengejutkan, ibu tua yang mulai bongkok itu berjalan buru-buru mendekat pada Xiao Mei dan Gao Tian.“Tuan Muda …!”Sebetulnya Gao Tian juga Xiao Mei telah mendengar suara ibu tua tersebut memanggil-manggil. Akan tetapi, keduanya mengira ia memanggil si Kakak Pertama.Namun ternyata, ia mendatangi Gao Tian hingga meraih dan menarik baju murid Tujuh Bintang Kejora tersebut.“Tuan Muda Gao …!”Sontak, Gao Tian menoleh ke belakang. Wanita tua yang ia terka mungkin sudah berada di atas 80 tahun malahan mungkin 90-an itu menatap tersenyum padanya.Bukan senyum biasa. Dia memandang Gao Tian bak melihat cucunya sendiri, begitu penuh welas asih bahkan riang.“Tuan Muda Gao, aku sudah melihatmu dari kejauhan sejak tadi, ini
Menurut Xiao Mei, kehadiran Fenglei justru bakal menjadi penetralisir kencan dia dengan Gao Tian. Ia bisa menyembunyikan dari Chun Ho bahwa sebetulnya dia dan si Bintang Kejora sudah membuat janji makan siang bersama terlebih dahulu.Pengakuan Gao Tian membuat Xiao Mei tersenyum. “Tidak mengapa. Biar Kakak Pertama ikut bersama kita,” kata dia ceria.“Sebetulnya …, aku berjanji akan mentraktir dia. Karena, paman dan bibimu memberiku upah yang lumayan …”“Tidak perlu kau mentraktir Kakak Pertama. Biar aku saja yang membayarnya nanti!” Xiao Mei menyerobot kata-kata Gao Tian.“Ya sudah, berarti aku yang akan membayar bagianmu,” sambut Gao Tian mengusulkan dengan tersenyum cerah. Akan tetapi, Xiao Mei malah cemberut.“Aku yang mengajakmu untuk makan siang bersama sebagai imabalan kamu dapat memusnahkan roh jahat malam itu, Gao Tian. Jadi, tidak usah kau mengeluarkan uang buatku!” sergah Xiao Mei galak.Gao Tian hanya bisa menurut pada gadis bangsawan yang ada di hadapannya. Xiao Mei memand
Serasa melihat dewi yang turun dari langit, Chun Ho tersenyum pada Xiao Mei penuh keterkaguman, lantas dia berucap, “Kau cantik sekali hari ini.”Dipuji oleh Chun Ho, Xiao Mei malah agak kikuk. Nyaris saja dia menkuk wajah karena tak mampu menyembunyikan demi siapa dia tampil paripurna sedemikian rupa.Meski begitu, sang putri Su terpaksa tersenyum anggun, lalu membalas, “Aku adalah seorang putri Su. Sudah seharusnya aku tampil seperti ini.”“Xiao Mei …, apakah … kamu ada kesibukan?” tanya Chun Ho bagai ragu pada wanita yang tengah disanding-sandingkan oleh keluarganya dengan dirinya tersebut.Ingin rasanya Xiao Mei ‘mengusir’ Chun Ho dengan menyampaikan bahwa hari itu ia memiliki janji. Akan tetapi, Xiao Mei tahu. Diam-diam di ruang sebelah, ayah dan ibunya pasti menyimak.Memang benar. Su Yu Ping dan Liao Bi berusaha menyimak obrolan anak perempuan mereka dengan Chun Ho.Terpaksa, Xiao Mei menjawab pertanyaan si Kesatria Bukit Elok. “Sebetulnya, aku berencana untuk keluar memang …”
Begitu ucap Pendeta Fu setelah Zi Qi menyampaikan apa yang terjadi saat mereka berhadapan dengan Ruo Gang. Sang pendeta berkata lagi.“Namun setidaknya, ia tidak seperti ingin menunjukkan bahwa dirinya telah memiliki kekuatan spiritual atau juga tanda-tanda memberontak pada sekte atau apapun. Setidaknya, itu merupakan pertanda bahwa didikan kalian dipegang teguh dengan sangat baik oleh dia.”“Terpujilah para dewa apabila ajaran kami tertanam dalam dirinya,” sambut Tan Guan Ming. “Kemudian semalam, sepertinya ia sudah mengusir roh jahat dalam gua tersebut. Itu berarti, dia menggunakan kekuatan spiritualnya untuk kebajikan.”Semalam, Gao Tian telah melaporkan dan mendapat rekomendasi dari Xiao Mei. Bahwa, insiden supranatural Raja Kalajengking Iblis atau disebut ‘teror hantu kalajengking’ telah diselesaikan. Lucunya, Gao Tian mengaku bahwa ternyata, roh jahat itu takut pada jimat yang diberikan Zi Qi.Terang saja, para gurunya langsung tahu. Gao Tian yang berhasil mengalahkan kalajengki
“Ha…?”Lucu. Gao Tian yang berpembawaan kalem melongo melihat sosok wanita yang ada di hadapannya. Bukan apa-apa, Huanzu saat itu muncul tanpa berpakaian sedikitpun.Kulit putih dan tonjolan-tonjolan pada tubuhnya terekspos. Rambutnya tertata cantik dengan aksesoris indah pada kepalanya. Dia mengenakan anting-anting berbandul hijau.Bibirnya berwarna hijau cerah, bahkan kuku-kuku baik tangan maupun kaki Huanzu juga berwarna hijau.“Hai, adik kecil, bagaimana. Apakah kamu suka melihatku?” ucap Huanzu. Dia berpose dengan menekuk sebelah lutut, sementara berkacak pinggang.Sebagai laki-laki sejati, sudah barang tentu tubuh Gao Tian bereaksi melihat pemandangan indah yang ada di hadapannya.Akan tetapi, ia sadar. Yang dia lihat merupakan sosok roh jahat wanita. Selain itu hingga saat ini, mungkin hanya tubuh indah Xiao Mei yang merupakan wujud yang sangat ideal baginya.Terutama saat itu, Gao Tian sedang merasa riang. Nanti siang, dia akan makan bersama dengan Xiao Mei. Sehingga, dia tida