“Ap-apa …?!” Gao Tian spontan membalas ujaran Xuanwu.
Membuat mimik keheranan namun tetap tenang di tempat ia duduk, Xuanwu menyambut, “Aku bilang: bunuh … mereka … semua,” katanya lambat bemaksud memperjelas.
Untuk sejenak, Gao Tian memandangi lawan-lawannya yang tergolek. Dampak dari serangan ilmu spiritual yang terutama sudah pasti membuat tubuh seseorang terasa lemas. Disusul sakit-sakit pada tulang juga kepala, hingga keram pada titik yang terkena hantaman.
Jika kekuatan spiritual yang diterima lebih kuat dari yang dimiliki seseorang, mereka dapat pingsan seketika. Dalam pengerahan yang lebih tinggi, tentu saja bisa mematikan.
Tampak jelas, semua musuh Gao Tian sudah tidak berdaya. Keempat laki-laki bertata rias wajah tengkorak tersebut hanya mampu mengerang-ngerang setelah merasakan betapa kuatnya hantaman lawan.
“Mereka semua sudah tidak berdaya, Tuan Xuanwu. Sepertinya, aku tidak perlu membunuh mereka,” tentang Gao Tian lugu.
Seta-merta, Xuanwu yang masih duduk dengan pose seperti sebelumnya memutar bola mata. “Jika kamu tidak menghabisi mereka, khawatirnya akan mendatangkan masalah buatmu. Ayo, cepat. Bunuh mereka!” timpalnya cuek.
“Tidak, Tuan Xuanwu. Guruku mengajarkan: ilmu bela diri bukan untuk membunuh. Musuh yang sudah jera juga layak mendapat pengampunan. Jadi, aku tetap pada keputusanku. Aku tidak akan membunuh mereka.”
Sedari tadi menyentuh kening, jemari Xuanwu pindah ke dagu. Dia tengah berpikir. Istilahnya penyatuan ia dengan Gao Tian membutuhkan ritual pertumpahan darah. Singkat kata: ‘tumbal’. Karena, dia adalah Raja Iblis.
Tumbal merupakan syarat bagi seseorang untuk memperdalam ilmu hitam. Masalahnya, Xuanwu belum menyampaikan pada Gao Tian siapa dia sebenarnya. Sedangkan untuk menjadi lebih kuat, Gao Tian perlu menjalankan syarat tersebut.
“Mungkin aku sudah salah memilih ‘tuan rumah’. Apa mau dikata? Hanya anak ini yang bisa melepaskan aku dari segel iblis-iblis jahanam itu,” pikir Xuanwu. “Masa bodoh. Jika anak ini tidak mau …”
Sekonyong-konyong Gao Tian mematung. Dia tidak mengetahui. Pada sekujur tubuhnya muncul corak hitam yang membentuk simbol-simbol janggal persis dengan rajaman tinta.
Sebagian tanda itu memenuhi anggota tubuh tertentu, ada juga yang hanya membentuk garis melingkari tangannya. Tepat di tengah-tengah dahi Gao Tian muncul simbol hitam bagai melambangkan mata.
“…akulah yang akan melakukannya sendiri.”
Yang berkata-kata adalah Gao Tian. Tetapi, vokalnya berubah menjadi suara Xuanwu. Pupil Gao Tian yang berwarna hitam bertransformasi menjadi merah menyala. Seharusnya pendek, kuku jari-jemari Gao Tian seketika memanjang dan runcing.
Betul. Rupanya, Xuanwu memilih untuk merasuki raga Gao Tian dan bermaksud untuk mengendalikan tuan rumahnya secara penuh.
“Kalian bilang dari mana kalian berasal tadi …? Ah, ya. Gerombolan Bayangan Tengkorak. Kampungan sekali namanya. Pada masaku, tidak ada kelompok macam kalian begini. Jika ingin menjadi jagoan, kalian harus benar-benar kuat. Berani maju seorang diri.”
Sembari berceloteh, Xuanwu mendekat ke arah para calon korbannya yang memandang ke arah sosok Gao Tian dengan takut-takut. Xuanwu yang sedang merasuki Gao Tian terus bercerocos.
“Bocah ini enggan membunuh kalian. Lemah memang mentalnya. Tetapi dahulu kala, aku meminum darah musuh-musuhku. Bukan orang-orang seperti kalian. Melainkan, orang-orang kuat yang jauh lebih perkasa dibanding kamu-kamu ini.”
Musuh-musuh Gao Tian sudah ingin lari rasanya. Apa boleh buat, tubuh mereka lemas dan nyeri juga mengalami keram. Mereka belum mampu bangkit.
“Empat nyawa sekaligus. Itu lebih dari cukup untuk dijadikan tumbal. Bersiaplah. Aku akan mengirim kalian semua ke neraka,” ucap Xuanwu bernada dingin.
Rambut Gao Tian memanjang hingga ke pinggang. Sebagian terikat menggunakan sebuah aksesoris di atas kepala.
Laksana ditiup angin kencang, helaian rambut Gao Tian yang tergerai terangkat berkibar. Padahal, sedang tak ada embusan udara besar di tempat yang dikelilingi oleh pepohonan dan tanaman liar tersebut.
Lantas, sekujur tubuh Gao Tian diselimuti pancaran kekuatan mirip asap mengepul hingga ke ujung rambut. Namun kali itu, ada cahaya berpendar ungu mengelilinginya.
Apa yang mereka saksikan membuat para anggota Gerombolan Bayangan Tengkorak panik. Keempatnya merangkak maupun beringsut semampunya guna menjauh dari Gao Tian. Xuanwu berucap.
“Kitab Ular Sakti Terkutuk, Teknik Pagutan Penakluk Langit Tingkat Ketiga: Taring Pembelah Sukma.”
“Tuan Xuanwu, cukup. Aku mohon, hentikan. Jangan bunuh mereka.”
“Apa …?!”
Pada kursi kebesarannya, Xuanwu mendongak tipis karena terperangah. Bagaimana tidak. Tiba-tiba, raga Gao Tian yang tengah ia ambil alih kembali menjadi normal dan berkata-kata padanya.
Jika saja Gao Tian tidak berpakaian, akan terlihat corak hitam membentuk simbol tertentu pada sekujur tubuhnya lenyap begitu saja.
Yang pasti, tanda pada dahi Gao Tian yang seolah menyimbolkan mata memudar begitu dia bersuara barusan.
Dalam hati, Xuanwu terbingung-bingung. “Ti-tidak mungkin … bagaimana bisa? Seharusnya anak dungu ini sedang berada dalam pengaruhku. Namun dengan begitu mudahnya dia mengambil alih kembali dirinya dariku!”
“Tuan Xuanwu, biarkan mereka pergi. Aku rasa kekuatan spiritualmu sudah membuat mereka kapok,” ucap Gao Tian lagi.
Mata Xuanwu yang membesar karena geram bergerak-gerak. Dia masih tidak habis pikir. Mengapa Gao Tian mampu menghilangkan pengaruhnya begitu mudah.
Mimik gusar Xuanwu mereda. Ia mengambil napas lalu kembali menjadi tenang. “Jika memang itu maumu, baiklah. Kita lepaskan mereka. Akan tetapi jika ada masalah karena kau membiarkan mereka lepas begitu saja, aku sarankan agar jangan lagi memberi mereka ampun.”
“Terima kasih, Tuan Xuanwu. Baik. Aku berjanji. Lain kali orang-orang ini berulah, kita akan mengentaskan mereka,” ujar Gao Tian kalem.
“Bagus. Jangan panggil aku dengan sebutan: ‘tuan’. Toh usia kita tidak terpaut terlalu jauh,” balas Xuanwu. Ia bangkit dari singgasananya, kemudian menuangkan arak dari guci yang berada pada meja di sebelah kiri kursinya, ke dalam sloki.
“Tapi … kau sudah berusia ratusan tahun,” kilah Gao Tian.
“Aku tak peduli. Aku dan kamu telah menyatu sekarang. Itu berarti kita menjadi satu usia.”
Seraya berdialog dengan Xuanwu mengenai perbedaan usia di antara mereka berdua, Gao Tian membalikkan badan, lalu beranjak dari tempat dirinya bertarung.
Senyum puas yang tipis saja terukir pada bibirnya. Dia senang karena berhasil membuat Xuanwu tidak membunuh empat anggota Gerombolan Bayangan Tengkorak itu.
Xuanwu menghabiskan araknya dalam sekali teguk. “Ahhh …!” katanya mendesau rendah tanda sebenarnya dia masih merasa kesal terhadap Gao Tian.
Terdiam, sorot mata Xuanwu begitu tajam karena dongkol. Dirinya sama sekali tidak menyangka. Gao Tian ternyata masih bisa membalikkan situasi walau ia sudah merasuki pemuda tersebut.
Sebetulnya, Xuanwu juga tidak bisa merasuki Gao Tian terus-menerus. Paling lama, dia dapat tinggal dalam diri pemuda tersebut selama dua jam. Setelah itu, kesadaran si tuan rumah akan tergugah.
Kembali ke tahtanya, Xuanwu duduk dengan punggung tertekuk. Dia memangku kaki. Tahu-tahu saja, Xuanwu terkekeh. “Huehehehe … hehehe … hahahaha …!”
“Sembarangan bagaimana maksudmu?!” balas si nenek cuek.Dia terlihat tersenyum lega malahan girang. Seolah, dia merasa puas. Karena, selesai melakukan tugasnya dengan baik. Sudah mulai bungkuk, dia masih berjalan penuh kepercayaan diri. Malahan, gagah walau lambat.“Nenek menyebut pendekar muda Bintang Kejora itu sebagai Tuan Muda Gao di hadapan Nona Su dan Tuan Muda Fang. Aku hanya khawatir, mereka berdua merasa tersinggung karena ada rakyat biasa yang disebut demikian,” ujar sang cucu lagi.“Rakyat biasa? Dia bukan warga sipil, cucuku. Tuan Muda Gao merupakan saudara sumpah mereka sejak ribuan tahun. Tak mungkin mereka merasa demikian. Lagi pula, anak itu memang adalah seorang Gao!”Walau merasa neneknya bertingkah agak aneh, sang cucu tersenyum jenaka. Menurut dia, neneknya memang melakukan hal yang lucu.“Bagaimana bisa Nenek merasa yakin bahwa dia adalah seorang Gao?” tanya si cucu. Wajahnya menjadi kocak karena ingin mencandai neneknya.“Wajahnya. Aku dapat memastikan. Pahatan t
Tiba-tiba kedengaran suara seorang ibu tua memanggil-manggil. Semestinya, orang yang pantas untuk dipanggil demikian adalah Fang Fenglei atau Lai Chun Ho.Akan tetapi secara mengejutkan, ibu tua yang mulai bongkok itu berjalan buru-buru mendekat pada Xiao Mei dan Gao Tian.“Tuan Muda …!”Sebetulnya Gao Tian juga Xiao Mei telah mendengar suara ibu tua tersebut memanggil-manggil. Akan tetapi, keduanya mengira ia memanggil si Kakak Pertama.Namun ternyata, ia mendatangi Gao Tian hingga meraih dan menarik baju murid Tujuh Bintang Kejora tersebut.“Tuan Muda Gao …!”Sontak, Gao Tian menoleh ke belakang. Wanita tua yang ia terka mungkin sudah berada di atas 80 tahun malahan mungkin 90-an itu menatap tersenyum padanya.Bukan senyum biasa. Dia memandang Gao Tian bak melihat cucunya sendiri, begitu penuh welas asih bahkan riang.“Tuan Muda Gao, aku sudah melihatmu dari kejauhan sejak tadi, ini
Menurut Xiao Mei, kehadiran Fenglei justru bakal menjadi penetralisir kencan dia dengan Gao Tian. Ia bisa menyembunyikan dari Chun Ho bahwa sebetulnya dia dan si Bintang Kejora sudah membuat janji makan siang bersama terlebih dahulu.Pengakuan Gao Tian membuat Xiao Mei tersenyum. “Tidak mengapa. Biar Kakak Pertama ikut bersama kita,” kata dia ceria.“Sebetulnya …, aku berjanji akan mentraktir dia. Karena, paman dan bibimu memberiku upah yang lumayan …”“Tidak perlu kau mentraktir Kakak Pertama. Biar aku saja yang membayarnya nanti!” Xiao Mei menyerobot kata-kata Gao Tian.“Ya sudah, berarti aku yang akan membayar bagianmu,” sambut Gao Tian mengusulkan dengan tersenyum cerah. Akan tetapi, Xiao Mei malah cemberut.“Aku yang mengajakmu untuk makan siang bersama sebagai imabalan kamu dapat memusnahkan roh jahat malam itu, Gao Tian. Jadi, tidak usah kau mengeluarkan uang buatku!” sergah Xiao Mei galak.Gao Tian hanya bisa menurut pada gadis bangsawan yang ada di hadapannya. Xiao Mei memand
Serasa melihat dewi yang turun dari langit, Chun Ho tersenyum pada Xiao Mei penuh keterkaguman, lantas dia berucap, “Kau cantik sekali hari ini.”Dipuji oleh Chun Ho, Xiao Mei malah agak kikuk. Nyaris saja dia menkuk wajah karena tak mampu menyembunyikan demi siapa dia tampil paripurna sedemikian rupa.Meski begitu, sang putri Su terpaksa tersenyum anggun, lalu membalas, “Aku adalah seorang putri Su. Sudah seharusnya aku tampil seperti ini.”“Xiao Mei …, apakah … kamu ada kesibukan?” tanya Chun Ho bagai ragu pada wanita yang tengah disanding-sandingkan oleh keluarganya dengan dirinya tersebut.Ingin rasanya Xiao Mei ‘mengusir’ Chun Ho dengan menyampaikan bahwa hari itu ia memiliki janji. Akan tetapi, Xiao Mei tahu. Diam-diam di ruang sebelah, ayah dan ibunya pasti menyimak.Memang benar. Su Yu Ping dan Liao Bi berusaha menyimak obrolan anak perempuan mereka dengan Chun Ho.Terpaksa, Xiao Mei menjawab pertanyaan si Kesatria Bukit Elok. “Sebetulnya, aku berencana untuk keluar memang …”
Begitu ucap Pendeta Fu setelah Zi Qi menyampaikan apa yang terjadi saat mereka berhadapan dengan Ruo Gang. Sang pendeta berkata lagi.“Namun setidaknya, ia tidak seperti ingin menunjukkan bahwa dirinya telah memiliki kekuatan spiritual atau juga tanda-tanda memberontak pada sekte atau apapun. Setidaknya, itu merupakan pertanda bahwa didikan kalian dipegang teguh dengan sangat baik oleh dia.”“Terpujilah para dewa apabila ajaran kami tertanam dalam dirinya,” sambut Tan Guan Ming. “Kemudian semalam, sepertinya ia sudah mengusir roh jahat dalam gua tersebut. Itu berarti, dia menggunakan kekuatan spiritualnya untuk kebajikan.”Semalam, Gao Tian telah melaporkan dan mendapat rekomendasi dari Xiao Mei. Bahwa, insiden supranatural Raja Kalajengking Iblis atau disebut ‘teror hantu kalajengking’ telah diselesaikan. Lucunya, Gao Tian mengaku bahwa ternyata, roh jahat itu takut pada jimat yang diberikan Zi Qi.Terang saja, para gurunya langsung tahu. Gao Tian yang berhasil mengalahkan kalajengki
“Ha…?”Lucu. Gao Tian yang berpembawaan kalem melongo melihat sosok wanita yang ada di hadapannya. Bukan apa-apa, Huanzu saat itu muncul tanpa berpakaian sedikitpun.Kulit putih dan tonjolan-tonjolan pada tubuhnya terekspos. Rambutnya tertata cantik dengan aksesoris indah pada kepalanya. Dia mengenakan anting-anting berbandul hijau.Bibirnya berwarna hijau cerah, bahkan kuku-kuku baik tangan maupun kaki Huanzu juga berwarna hijau.“Hai, adik kecil, bagaimana. Apakah kamu suka melihatku?” ucap Huanzu. Dia berpose dengan menekuk sebelah lutut, sementara berkacak pinggang.Sebagai laki-laki sejati, sudah barang tentu tubuh Gao Tian bereaksi melihat pemandangan indah yang ada di hadapannya.Akan tetapi, ia sadar. Yang dia lihat merupakan sosok roh jahat wanita. Selain itu hingga saat ini, mungkin hanya tubuh indah Xiao Mei yang merupakan wujud yang sangat ideal baginya.Terutama saat itu, Gao Tian sedang merasa riang. Nanti siang, dia akan makan bersama dengan Xiao Mei. Sehingga, dia tida