Share

Bab 7

Gatot menatap Yoga dengan tajam. “Hmph, anggap saja kamu sedang beruntung, Nak.”

Pada saat yang bersamaan, ponsel Gatot berdering. Dia menjawab telepon tersebut. “Halo, Kak Bondan. Aku sudah sampai di perusahaan dan akan segera melakukan wawancara. Apa? Ada yang lebih dulu melamar sebagai sopir dan berhasil? Siapa? Yoga Kusuma? Si*lan, jangan-jangan Yoga si manusia tidak berguna itu?”

Setelah menutup teleponnya, Bondan berlari beberapa langkah dan menghentikan Yoga. “Yoga, apa kamu datang kemari untuk ikut wawancara sebagai sopir?”

Yoga menganggukkan kepalanya.

Amarah Gatot langsung meledak. “Si*lan, berani-beraninya kamu merebut pekerjaanku. Nyalimu besar sekali! Undurkan diri sekarang juga. Serahkan pekerjaannya padaku. Kalau nggak, kamu akan menyesal.”

Tika juga marah besar. “Dasar ber*ngsek! Apa kamu tahu, berapa banyak yang sudah kami lakukan untuk mendapatkan kesempatan kerja ini? Kamu sudah merusak rencana kami. Aku perintahkan padamu untuk segera berhenti kerja. Sekarang juga!”

Melihat wajah serakah mereka berdua, Yoga langsung merasa mual.

Di alam bawah sadar mereka, Yoga hanyalah pelayan di rumahnya. Jadi, mereka menganggap segala sesuatu yang mereka lakukan itu wajar.

Empat tahun yang lalu, Gatot mengemudi dalam keadaan mabuk dan menabrak seseorang. Gatot bersekongkol dengan Ambar untuk menjebak Yoga, agar Yoga masuk penjara.

Dua tahun sebelumnya, Gatot kecanduan judi. Dia bahkan mempertaruhkan semua organ tubuh Yoga, sehingga menyebabkan Yoga hampir meregang nyawa.

Tahun lalu, Gatot menderita gagal ginjal. Tanpa malu-malu, dia meminta Yoga menyumbangkan ginjalnya untuk dirinya …

Ada banyak contoh serupa.

Sebelumnya, Yoga selalu menahan diri demi Karina.

Sekarang Yoga sudah bercerai. Tentu saja, dia tidak mau lagi mengalah dan menyerah.

Yoga tidak menghiraukannya dan bersiap untuk pergi.

Tanpa diduga, Gatot bergegas menyusul Yoga dan mencengkeram lengan Yoga kuat-kuat. “Si*lan, apa ibumu kelupaan melahirkan telingamu? Aku sedang bicara padamu.”

“Baj*ngan!” Yoga paling tidak suka jika ada orang yang menghina ibunya. Tanpa ragu-ragu lagi, Yoga mengayunkan tangannya dan menampar Gatot hingga terpental. “Kalau kamu masih nggak bisa menjaga mulut, aku jamin, aku pasti akan membunuhmu!”

Gatot dan Tika sama-sama tercengang. Selama ini, manusia tidak berguna ini selalu patuh. Meski selalu menerima perlakuan buruk, Yoga tidak pernah balas memukul atau berkata kasar. Hari ini, dia malah berani memukul orang secara langsung.

Yoga melakukan perlawanan.

Tika mengayunkan tangannya dan mencengkeram wajah Yoga. “Kamu si manusia nggak berguna ini berani memukul suamiku. Aku akan bertarung melawanmu!”

Yoga meraih lengan Tika dengan mudah. “Aku peringatkan padamu, jangan main-main denganku! Kalau nggak, aku juga akan membunuh wanita tanpa ragu sedikit pun!”

Yoga mendorong pelan. Tika mundur beberapa langkah dan akhirnya jatuh.

Pasangan aneh tersebut benar-benar marah. Mereka terus meneriaki dan memaki Yoga tanpa henti, layaknya wanita jal*ng yang tidak tahu malu.

Pada titik ini, Nadya keluar dari kantornya. Kericuhan di depannya membuatnya kesal. “Apa yang terjadi?”

Melihat Nadya, Gatot dan Tika buru-buru menyapanya. “Halo, Bu Nadya. Saya Gatot Atmaja. Saya sudah membuat janji wawancara sebagai sopir denganmu,” sapa Gatot.

“Posisi sopir sudah terisi. Kamu bisa pergi sekarang,” balas Nadya.

Gatot buru-buru berkata, “Bu Nadya, dengarkan saran saya. Pecat saja sopir itu.”

Tika menimpalinya, “Benar, Bu Nadya. Kalau kamu nggak memecatnya, cepat atau lambat pasti akan terjadi sesuatu.”

“Memangnya kenapa?” tanya Nadya.

“Bu Nadya, sebenarnya sopir yang kamu pekerjakan sekarang adalah mantan suami Kakak saya,” kata Gatot. “Orang ini pemalas dan suka mencuri. Selain itu, yang lebih penting lagi, dia juga suka melakukan kekerasan. Baru lima tahun menikah, Kakak saya dipukuli. Selain itu, dia juga baru saja memukuli kami berdua.”

Tika ikut membumbui cerita, “Selain itu, gaya hidupnya juga bermasalah. Saya dengar dia berhubungan dengan beberapa wanita sekaligus. Omong-omong, dia sering mengintip saya mandi. Mempekerjakan manusia nggak berguna seperti itu, sama saja dengan menanam bom waktu di dekatmu.”

Nadya menatap Yoga. “Apa yang mereka katakan benar?”

“Nggak,” jawab Yoga.

Nadya tidak mempertanyakannya sedikit pun. “Hmm.”

Gatot buru-buru berkata, “Bu Nadya, tentu saja dia nggak akan mengakuinya. Jangan memercayainya …”

“Kalau aku nggak percaya sama orang-orangku sendiri, apa aku harus percaya pada orang luar sepertimu?” Nadya balik bertanya.

“Saya …” Gatot tidak bisa berkata-kata. Lalu, dia buru-buru berkata, “Saya ini bukan orang luar, Bu Nadya. Kakak saya dari Perusahaan Farmasi Avanti, Karina Atmaja. Baru-baru ini dia bekerja sama dengan Grup Magani.”

“Oh, Karina itu kakakmu?” tanya Nadya.

Gatot buru-buru menganggukkan kepalanya. “Benar, dia kakak saya.”

Nadya berkata kepada sekretarisnya, “Segera hentikan semua kerja sama kita dengan Perusahaan Farmasi Avanti dan masukkan mereka ke dalam daftar hitam. Kalau adiknya saja seperti ini, aku rasa kakaknya juga pasti nggak beda jauh.”

“Apa?” Gatot benar-benar tercengang.

Bukan hanya tidak mendapatkan posisi sebagai sopir, Gatot juga malah mencelakakan kakaknya sendiri.

Entah sudah berapa banyak usaha yang dilakukan Karina demi bisa bekerja sama dengan Grup Magani.

Semuanya sudah berakhir. Bagaimana Gatot akan menjelaskannya pada kakaknya nanti?

Gatot dan Tika kembali ke rumah dengan perasaan takut dan gelisah.

Melihat bekas tamparan di wajah Gatot, Ambar langsung merasa kasihan. “Gatot, kamu kenapa? Siapa yang sudah menamparmu?”

“Bu, Yoga si manusia bodoh itu yang menamparku,” keluh Gatot. “Bukan hanya memukulku saja, tapi dia juga memukul Tika.”

“Apa?” Begitu mendengar bahwa Yoga yang sudah memukul Gatot, Karina juga bergegas menghampiri. “Gatot, kamu dan kakak iparmu … Yoga bertengkar? Apa yang terjadi?”

“Kak, Kak Reza sudah berusaha keras untuk membantuku mendapatkan kesempatan menjadi sopir Bu Nadya,” kata Gatot. “Tapi, Yoga si baj*ngan itu ternyata menyamar sebagai diriku dan mengambil posisiku. Aku dan Tika tidak terima. Kami hanya menegurnya sedikit. Tapi, dia malah memukuli kami. Kak, Yoga itu benar-benar orang yang nggak tahu balas budi. Kita sudah memberinya tumpangan gratis selama lima tahun.”

Menjadi sopir Nadya?

Karina langsung memahaminya. “Ternyata begitu.”

“Kak, Kakak ngomong apa sih? Aku nggak paham,” kata Gatot dengan curiga.

Karina berkata kepada Ambar, “Bu, Yoga bisa menyalakan LaFellalio itu mungkin karena dia menjadi sopir Bu Nadya, bos Grup Magani. Lantaran Nadya adalah wakil Raja Agoy yang Perkasa, tentu saja dia punya hak untuk mengendarai LaFellalio milik Raja Agoy yang Perkasa.”

Setelah mengetahui ‘kebenarannya’, Ambar langsung menjadi marah dan berkata, “Hmph, aku benar-benar sudah tua dan pikun. Sebelumnya, aku curiga kalau Yoga itu Raja Agoy yang Perkasa. Hanya seorang sopir ber*ngsek, berani-beraninya bersikap sombong. Cepat atau lambat, dia pasti akan tabrakan dan mati.”

“Bu, jangan bicara kasar begitu,” kata Karina. “Tapi, Yoga memang salah. Dia menyamar sebagai Gatot dan bahkan memukulnya. Aku akan menyuruhnya meminta maaf.”

“Semua itu belum seberapa, masih ada lagi yang lebih keterlaluan,” kata Gatot. “Yoga juga mengatakan hal-hal buruk tentang Kakak kepada Bu Nadya. Dia memfitnah Kakak dengan berbagai macam hal dan dengan gencarnya menyarankan Bu Nadya agar memasukkan Kakak ke dalam daftar hitam. Aku juga nggak tahu apakah Bu Nadya mau mendengarnya atau tidak.”

“Benarkah?” Karina terkejut. “Yoga benar-benar menjelek-jelekkanku di depan Bu Nadya dan ingin memasukkanku ke dalam daftar hitam?”

“Aku bersaksi aku mendengarnya sendiri,” kata Tika.

Firasat buruk tiba-tiba muncul di hati Karina.

Tiba-tiba saja sekretarisnya menelepon, “Bu Karina, ada masalah besar. Barusan Grup Magani memutuskan kerja sama dengan kita dan memasukkan kita ke dalam daftar hitam.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status