Share

Bab 8

Nguunngg!

Otak Karina langsung meledak.

Ternyata Grup Magani benar-benar memasukkannya ke dalam daftar hitam.

Entah berapa banyak usaha yang sudah dilakukannya, berapa banyak orang yang dihubunginya, dan berapa banyak koneksi yang dijalinnya untuk membangun hubungan kerja sama dengan Grup Magani.

Sekarang, semua usaha dan pengorbanan yang dilakukan Karina tersebut sia-sia, hanya karena kata-kata yang diucapkan oleh Yoga.

Yang paling penting, besok akan diadakan acara makan malam untuk menyambut Raja Agoy yang Perkasa. Grup Magani akan memilih tamu di antara para mitranya untuk menghadiri acara makan malam tersebut.

Sekarang, Karina juga kehilangan kesempatan untuk bertemu dengan Raja Agoy yang Perkasa.

Praktis, Yoga sudah menghancurkan hidup Karina.

Karina tidak bisa menerima pukulan seperti itu. Dia langsung jatuh lemas.

Setelah itu, dari pagi hingga matahari terbenam, Karina berbaring di tempat tidur dengan tatapan kosong. Dia tidak mau makan, minum, dan bicara.

Karina benar-benar tidak habis pikir. Mengapa Yoga menjadi begitu kejam setelah bercerai dan melakukan hal yang tidak berperasaan seperti ini?

Apa pun yang dilakukan keluarganya untuk membujuk Karina, semua itu tidak ada hasilnya.

Saat matahari terbenam, barulah Karina membuka mulutnya, “Ambilkan ponselku, Bu.”

“Oke.” Ambar buru-buru memberikan ponsel Karina.

Karina menghubungi nomor telepon Yoga. “Kenapa kamu melakukan semua ini, Yoga?”

Yoga merasa agak bingung. “Memangnya aku melakukan apa?”

“Jangan pura-pura bodoh. Apa aku harus menjelaskannya padamu?” balas Karina. “Grup Magani memasukkanku ke dalam daftar hitam karena ‘ulahmu’, ‘kan?”

Mendengar Karina berkata seperti itu, hati Yoga yang awalnya sudah terluka, sekarang menjadi bertambah sakit karenanya.

Yoga benar-benar tidak menyangka, Karina akan menimpakan kesalahan kepada dirinya.

Apa kamu ingin, aku menuruti semua permintaan Gatot dan menyerahkan pekerjaanku kepadanya? Apa kamu ingin, aku hanya diam saja dan bahkan tersenyum saat Gatot dan istrinya memarahiku? Dulu mungkin aku bisa melakukannya. Tapi sekarang, maaf-maaf saja.

Yoga juga terlalu malas untuk membela diri. “Kalau kamu memang berpikir seperti itu, aku juga nggak bisa berbuat apa-apa. Omong-omong, KTP milikku ketinggalan di mobilmu …”

Sebelum Yoga selesai berbicara, Karina sudah terlebih dahulu menutup teleponnya.

Setelah itu, Karina terus berdiam diri.

Ambar tidak tahan lagi. “Jangan menyerah dulu, Karina. Aku akan menelepon Reza sekarang. Siapa tahu dia bisa membantu.”

Gatot juga ikut menimpali, “Benar, hubungi saja Kak Reza. Dia pasti punya solusi.”

Begitu Ambar menelepon, Reza langsung bergegas datang.

Setelah mengetahui duduk perkaranya, Reza terlebih dahulu menghujat Yoga habis-habisan. Baru setelahnya, dia menghibur Karina, “Jangan khawatir, Karina. Kamu hanya ingin menghadiri acara makan malam penyambutan Raja Agoy yang Perkasa, ‘kan? Aku punya solusinya.”

“Benarkah?” Wajah Karina tampak penuh harap.

“Tentu saja. Kamu pasti tahu kalau kali ini Pak Iwan dari Komando Militer Provinsi akan mewakili Daruna untuk menyambut Raja Agoy yang Perkasa secara langsung,” kata Reza. “Keluargaku adalah mitra dari pabrik senjata Komando Militer Provinsi. Ayahku berteman dengan Pak Iwan. Aku akan menelepon ayahku sekarang. Aku akan minta Ayah untuk meminta beberapa undangan makan malam kepada Pak Iwan. Bukan masalah yang sulit.”

Mata Karina langsung berbinar. “Tuan Muda Reza, aku benar-benar nggak tahu bagaimana harus berterima kasih padamu.”

Reza langsung menelepon ayahnya. Setelah menutup teleponnya, Reza berkata, “Kabar baik, Karina. Ayahku memberitahuku. Malam ini, Kepala Biro Kesehatan, Danu Wirawan, akan mengadakan acara makan malam untuk menjamu Pak Iwan dan tamu penting lainnya di Hotel Grand Vikrama milik keluargaku. Nanti, aku akan membawa kalian ke sana untuk bertemu dengan Pak Iwan. Kalau kamu bisa memberikan kesan yang baik kepada Pak Iwan, jangankan undangan makan malam, bahkan kamu juga punya kesempatan untuk bekerja sama dengan pabrik senjata.”

Mendengar hal tersebut, keluarga Karina menjadi begitu antusias. Jika mereka benar-benar bisa bekerja sama dengan pabrik senjata, semua itu sama saja dengan menemukan pelindung bagi keluarga mereka. Status keluarga mereka di Kota Pawana, bahkan di seluruh Provinsi Sadali akan meningkat di masa mendatang.

“Tuan Muda Reza, kali ini kamu lagi-lagi membantuku. Aku benar-benar nggak tahu, bagaimana harus berterima kasih selayaknya kepadamu,” kata Karina dengan tulus.

Reza tersenyum penuh arti pada Karina. “Nggak perlu bersikap sopan seperti itu. Kita ini bukan orang lain.”

Melihat Reza tersenyum penuh arti kepadanya, Karina merasa sedikit gelisah di dalam hati.

Sampai sekarang, Karina tidak memiliki perasaan apa pun kepada Reza. Dia hanya menganggap Reza sebagai teman.

Karina benar-benar tidak tahu. Jika suatu hari nanti Reza mengungkapkan perasaannya, bagaimana dia akan menghadapinya?

Ambar, Gatot, dan Tika terus saja memuji Reza, “Reza, kamu masih begitu muda, tapi bisa menjalin koneksi dengan orang-orang penting seperti Pak Iwan, juga Pak Danu yang merupakan Kepala Biro Kesehatan. Prestasimu benar-benar luar biasa.”

“Kak Reza, kamu idolaku. Aku ingin belajar lebih banyak darimu nanti …”

Tanpa membuang-buang waktu lagi, dalam sekejap saja, sekelompok orang sudah tiba di hotel milik keluarga Reza, Hotel Grand Vikrama.

Tanpa diduga, begitu memasuki lobi, mereka melihat sosok Yoga di sana.

Tentu saja, Yoga datang untuk menghadiri acara makan malam tersebut.

Baru saja Danu mengatakan pada Yoga, bahwa dia juga sudah mengundang Pak Iwan dari Komando Militer Provinsi untuk diperkenalkan pada Yoga.

Yoga ingin menolaknya. Dia tidak terbiasa makan bersama orang asing. Namun, Nadya menghujaninya dengan panggilan telepon, memaksanya untuk datang. Nadya mengatakan, sebagai karyawan perusahaan, Yoga punya tanggung jawab dan kewajiban untuk menjaga hubungan dengan masyarakat.

Yoga tidak punya pilihan selain memaksakan diri untuk datang.

Gatot merasa sangat marah begitu melihat Yoga.

Dia berjalan dengan cepat dan mengadang Yoga. “Yoga, berhenti!”

Yoga menghela napas. Tanpa diduga, dia bertemu dengan orang yang tidak ingin ditemuinya dan tidak bisa menghindar darinya. “Apa yang kamu inginkan dariku?”

“Omong kosong. Kamu memukuliku juga istriku, dan ingin kabur begitu saja? Jangan mimpi!” kata Gatot. “Cepat minta maaf padaku dan Tika!”

“Kalau aku nggak mau?” tanya Yoga.

“Percaya atau nggak, aku akan meledakkan kepalamu …” kata Gatot

Setelah berkata demikian, Gatot bersiap untuk mengambil tindakan.

“Berhenti!” Karina menghentikan Gatot. “Jangan sembrono. Biar aku saja yang bicara dengannya.”

Karina berjalan menghampiri Yoga dan berkata, “Ikut aku, Yoga. Ada yang ingin kubicarakan denganmu.”

Awalnya, Yoga tidak ingin bicara dengannya, saat memikirkan tindakan kejam Karina sebelumnya. Namun, dia tidak tega dan mengikuti Karina melangkah ke sudut yang sepi. “Ada apa?”

“Yoga, masalah aku masuk daftar hitam, aku nggak akan mempermasalahkannya,” kata Karina. “Tapi, kamu sudah memukul orang. Kamu harus minta maaf.”

Karina membenci Yoga. Namun, mengingat Yoga sebelumnya sudah menyumbangkan darah untuknya sampai jatuh pingsan, Karina tidak tega menyalahkannya.

Yoga langsung mencibir begitu mendengar hal tersebut.

Benar saja. Karina masih mengutamakan keluarganya, tanpa memikirkan apakah keluarganya itu benar atau salah.

Karina tidak pernah menganggap dia sebagai keluarga, ‘kan? Tidak. Bahkan, mungkin Yoga dianggap sebagai orang lain.

Jika seperti itu masalahnya, Yoga juga tidak akan sungkan-sungkan lagi. “Kalau aku nggak mau?”

“Bisakah kamu berhenti berbuat onar dan bersikap lebih dewasa, Yoga?” tegur Karina. “Sejujurnya, kami datang kemari hari ini untuk bertemu dengan Pak Danu dari Biro Kesehatan dan Pak Iwan dari Komando Militer Provinsi. Aku nggak berani jamin apakah Gatot nggak akan menjelek-jelekkan dirimu di depan mereka. Kalau Gatot menjelek-jelekkan dirimu, kamu akan berada dalam kesulitan. Minimal, kamu akan kehilangan pekerjaanmu sebagai sopir.”

Berbuat onar? Nggak dewasa? Lima tahun menikah, inikah penilaianmu kepadaku? Sepertinya, kamu nggak pernah sungguh-sungguh untuk mencoba memahamiku.

“Kamu mengancamku?” Yoga balik bertanya.

“Aku sedang mencoba membantumu, apa kamu mengerti?” tanya Karina. “Sekarang, tumpuan terbesarmu adalah statusmu sebagai sopir Nadya. Kalau statusmu ini hilang, kamu bukan lagi siapa-siapa. Begini saja. Kalau kamu meminta maaf pada Gatot dengan tulus, aku bisa membawamu menemui Pak Danu dan Pak Iwan. Omong-omong, aku dengar ada orang penting lainnya yang datang ke tempat ini. Aku nggak tahu siapa dia. Kalau kamu bisa memberikan kesan yang baik kepada mereka, hal itu akan sangat menguntungkan bagi masa depanmu.”

Yoga menahan tawa saat mendengar Karina bicara seperti itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status