Share

Bab 9

Orang yang kalian sanjung dan puji itu, tidak lebih dari sekadar cecunguk di mataku.

Selain itu, ‘orang penting lainnya’ yang kamu maksud adalah aku.

“Terima kasih atas niat baikmu. Tapi, aku nggak pantas menerimanya. Seseorang mengundangku makan malam. Aku pergi dulu.” Yoga melangkah pergi.

“Kamu …” Karina berkata dengan kesal. “Apa kamu akan terus menjadi sopir seumur hidup? Kamu nggak bisa jadi sukses, karena kamu nggak punya kemampuan!”

Karina merasa sangat kecewa pada Yoga. Yoga, Yoga … kalau saja kamu sedikit saja seperti Reza, punya sedikit ambisi. Aku pasti nggak akan pernah menceraikanmu.

Melihat Yoga pergi, Gatot merasa tidak tahan lagi. “Yoga, berhenti di situ! Apa aku mengizinkanmu untuk pergi?”

Reza buru-buru menghalangi Gatot, “Biarkan saja dia pergi, Gatot. Nanti, kita adukan dia depan tiga orang penting itu. Aku jamin dia nggak akan punya tempat lagi di Kota Pawana ini.”

Gatot langsung mengangguk setuju. “Kak Reza memang benar. Hmph, bukankah Yoga hanya mengandalkan statusnya sebagai sopir Bu Nadya untuk menyombongkan diri? Tanpa sepengetahuannya, di depan ketiga orang penting itu, Bu Nadya bukanlah siapa-siapa. Omong-omong Kak Reza, barusan kamu bilang selain Pak Iwan dan Pak Danu, masih ada satu orang penting lainnya. Aku ingin tahu, siapa orang penting itu?”

Reza menggelengkan kepalanya. “Aku juga nggak tahu. Kita akan tahu waktu kita masuk nanti.”

Yoga berjalan menyusuri lorong, menuju ruang pribadi paling mewah di Hotel Grand Vikrama.

Ada tiga orang yang duduk di dalam ruang pribadi tersebut. Selain Danu, ada seorang pria tua yang kira-kira berusia 60 tahun dan seorang gadis muda yang kira-kira berusia sekitar 16 sampai 20 tahun.

Dilihat dari wajahnya, seharusnya mereka adalah kakek dan cucunya.

Danu langsung berdiri dan menyapa Yoga, “Kamu sudah datang, Dik Yoga. Ayo silakan duduk. Mari aku perkenalkan kalian. Dia ini adalah Pak Iwan dari Komando Militer Provinsi, seorang menteri terbaik yang telah memberikan jasa yang luar biasa. Dia juga mantan atasanku. Ini cucu Pak Iwan. Namanya Mitha Husodo. Dia seorang perwira wanita yang sangat berbakat. Pak Iwan, Mitha, dia ini dokter ajaib yang aku ceritakan pada kalian, Yoga Kusuma.”

Pak Iwan yang lembut dan baik hati langsung membuka mulutnya dan berkata, “Aku sudah lama mendengar nama besar Dokter Ajaib Yoga. Tapi, aku nggak menyangka kalau ternyata dia masih begitu muda. Prestasimu benar-benar luar biasa.”

Yoga menjawab dengan sopan, “Aku sama saja seperti yang lainnya.”

“Dokter ajaib?” Mitha menatap Yoga dari atas hingga ke bawah. Nada bicaranya penuh penghinaan dan keraguan, “Aku ingin tahu, di sekolah kedokteran terbaik mana Dokter Ajaib Yoga pernah belajar? Apa kamu pernah menerbitkan jurnal medis yang menggemparkan? Atau, adakah kasus pengobatan yang bisa kamu pamerkan?”

Yoga menggelengkan kepalanya. “Nggak ada.”

Mitha tertawa mengejek. “Hanya begini saja, kamu berani menyebut dirimu sebagai Dokter Ajaib? Lalu, mereka yang belajar kedokteran di seluruh dunia ini nggak akan menjadi dokter ajaib?”

Suasana di ruang pribadi itu tiba-tiba menjadi canggung.

Pak Iwan langsung menegur Mitha, “Tutup mulutmu, Mitha! Bagaimana bisa kamu bicara seperti itu pada Pak Yoga?”

Mitha tidak terima dan berkata, “Aku hanya mengatakan yang sebenarnya, Kek. Dari semua dokter ajaib yang pernah kita temui, nggak ada satu pun di antara mereka yang usianya kurang dari 80 tahun. Semuanya orang-orang tua yang sudah lanjut usia. Kalau dia ingin belajar kepada orang lain, dengan usia semuda itu, pasti semua orang akan menganggapnya terlalu belia untuk belajar. Aku curiga dia belum menyelesaikan pendidikannya, belum pernah mengobati orang sakit, dan memanfaatkan Kakek untuk mempraktikkan ilmunya.”

Pak Iwan menjadi makin marah. “Tahu apa kamu! Cepat minta maaf pada Pak Yoga!”

Terlepas dari yang lainnya, melihat Yoga masih bersikap tenang dan tidak merasa terganggu saat bertemu dengannya, saat dipuji Danu, dan dipermalukan Mitha, Pak Iwan pun yakin jika Yoga bukanlah orang biasa.

Hal ini merupakan sikap yang bahkan Pak Iwan sendiri juga tidak mampu melakukannya.

Danu juga ikut angkat bicara, “Jangan lihat usia Yoga yang masih muda itu, Mitha. Kemampuan yang dimilikinya benar-benar mumpuni. Kalau bukan karena dia, aku yakin anakku nggak akan bisa selamat dari peristiwa itu.”

Mitha bertanya pada Yoga, “Aku juga mendengar mengenai hal itu. Apa kamu menyelamatkan anak Om Danu dengan cara merokok?”

Yoga mengangguk dengan acuh tak acuh.

“Baru pertama kali ini aku mendengar kalau rokok bisa menyembuhkan penyakit. Jelas hal itu hanya kebetulan saja,” kata Mitha.

Yoga tidak mau repot-repot untuk berdebat dengan Mitha.

Amarah Pak Iwan meledak, “Mitha, apa seperti ini Kakek biasa mengajarimu? Cepat minta maaf pada Pak Yoga!”

Akhirnya karena paksaan Pak Iwan, Mitha pun meminta maaf kepada Yoga dengan berat hati.

Namun, Mitha tetap tidak terima di dalam hati. “Kalau begitu ‘Dokter Ajaib’ Yoga, tolong periksa kakekku. Dia sebenarnya menderita penyakit apa?”

Yoga bahkan tidak melihat ke arah Pak Iwan dan langsung berkata, “Aku nggak bisa menyembuhkannya. Kalian cari saja orang yang lebih ahli.”

Setelah berkata seperti itu, Yoga berdiri dan bersiap untuk pergi.

Mitha tersenyum puas. Lihatlah, begitu bicara tentang menyembuhkan penyakit, sifat aslinya langsung kelihatan.

Danu menjadi cemas dan buru-buru menghentikan Yoga. “Pak Yoga, kamu nggak bisa membiarkan orang mati begitu saja. Pak Iwan dulunya adalah mentorku. Dia nggak pernah kalah di medan perang dan selalu menang. Penyakit yang dideritanya adalah sisa-sisa pertempuran dulu. Kalau dia meninggal, setengah dari Provinsi Sadali ini akan hancur.”

Pak Iwan juga ikut berdiri untuk menahan Yoga. “Dokter Ajaib Yoga, semua ini karena aku nggak bisa mendidik anak dan cucuku dengan baik. Cucuku sudah menyinggung perasaanmu. Aku juga akan meminta maaf kepadamu. Nggak masalah apakah penyakitnya bisa disembuhkan atau nggak. Mari kita duduk dan mengobrol.”

Pada akhirnya, Yoga kembali duduk di seberang Pak Iwan, yang sudah membela negara dan menjaga perbatasan itu.

“Pak Iwan, izinkan aku bertanya padamu. Apa kamu sering merasa lemas dan berkeringat? Terbangun di tengah malam? Kadang-kadang seluruh tubuhmu gemetar? Kamu nggak bisa mengendalikan anggota tubuhmu, bahkan hingga menjadi sekarat dan nggak bisa bergerak?” tanya Yoga.

Pak Iwan langsung menganggukkan kepalanya. “Benar. Penyakit ini sudah menggangguku selama lebih dari separuh hidupku. Membuatku sering kehilangan muka di acara-acara penting, sehingga aku terpaksa harus turun jabatan. Bagaimana kamu bisa mengetahuinya, Yoga?”

“Aku bisa melihatnya dari luar,” jawab Yoga.

Yoga benar-benar luar biasa!

Pak Iwan dan Danu tercengang.

Namun, Mitha tampak tidak terkesan. Kamu bisa melihatnya? Kamu pikir matamu itu Sinar-X? Kamu pasti sudah mengetahuinya sebelumnya. Atau Danu yang sudah memberitahumu.

“Penyakitmu bisa disembuhkan dengan mudah, asal kamu mau menuruti nasihatku,” kata Yoga.

Pak Iwan tersenyum getir. “Aku nggak berharap bisa sembuh. Aku hanya minta agar aku nggak jatuh sakit waktu menyambut kedatangan Raja Agoy yang Perkasa tiga hari lagi. Aku nggak mau mempermalukan Daruna di depan orang asing.”

“Aku ingin tahu, apa Pak Iwan biasa minum alkohol?” tanya Yoga.

“Aku kecanduan alkohol sewaktu masih muda dulu. Tapi, setelah menderita penyakit ini, aku berhenti minum alkohol. Bahkan, minum dua teguk saja sudah sulit bagiku,” jawab Pak Iwan.

Awalnya, Pak Iwan dan yang lainnya mengira kalau Yoga akan menyuruh Pak Iwan untuk berhenti minum alkohol. Namun, ternyata Yoga malah menuangkan segelas anggur untuk Pak Iwan. Kemudian, dia mengeluarkan sebuah botol kecil yang terbuat dari kaca. Yoga lalu menuangkan sedikit bubuk dari dalam botol kaca itu ke dalam anggur Pak Iwan. “Inilah resep yang kuberikan pada Iwan. Selama Pak Iwan meminum obat ini tepat waktu, Pak Iwan akan sembuh total dalam waktu tiga hari!”

“Apa?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status