Share

Menyusun rencana

Author: Mom Aish
last update Last Updated: 2024-05-06 17:55:33

Olivia menepuk pundak Anton, tidak ada gunanya lagi main otot disini. Semua telah terjadi dan tak ada yang bisa di lakukan kecuali mencari jalan lain.

Anton merapikan jasnya dan melangkah pergi disusul oleh Olivia di belakang, terdengar sorakan bahagia di belakang. Namun dirinya tak merespon, dia janji pada dirinya sendiri akan merebut semuanya kembali. Walau entah bagaimanapun caranya.

Olivia dan Anton naik ke dalam mobil dan melaju menjauhi area hotel berbintang yang paling megah di kota tersebut.

Di sepanjang perjalanan air mata Olivia tak berhenti mengalir, dia tak menyangka orang yang dia pikir bisa menjadi sandaran hidup malah berbalik menyerangnya.

Bahkan dengan tega menguras semua hartanya hingga habis tak tersisa, ingin sekali dia meluapkan semua. Pedih, amarah dan sakit hati yang mendalam. Akan tetapi ini semua salahnya sendiri.

"Nyonya mau kemana?" tanya Anton menatap gadis di sampingnya, tampak wajah putus asa yang tergambar di wajah cantiknya.

Tak ad jawaban, hanya embusan napas panjang yang keluar dari bibir mungilnya. Dia tak tau harus kemana, tak ada tempat yang dapat di tuju saat ini.

"Baiklah kita bisa ke rumahku, istriku sangat merindukan Nyonya," ucap Anton yang tak mau menyinggung perasaan orang di sampingnya.

Dia akui orang ini memiliki tingkat gengsian yang tinggi, di tambah egois dan angkuh. Namun dia merupakan orang yang paling berjasa dalam hidupnya.

Itulah sebabnya dia masih setia ada disampingnya meskipun kondisinya sudah seperti ini.

"Terima kasih Paman, aku tidak tau lagi harus kemana," Olivia menatap langit biru dengan mata nanar.

Dia tidak tau akan menjadi bagaimana kehidupannya mendatang, otaknya masih terlalu buntu untuk memikirkan segala macam rencana seperti biasanya.

Biasanya otaknya akan bekerja dengan baik dan menciptakan ide luar biasa, tetapi hatinya mendominasi saat ini, menyebabkan semua terasa lebih rumit.

Pasrah, mungkin hanya itu satu kata yang tepat untuk menggambarkan semuanya.

Mobil membawa mereka kesebuah jalanan ramai lancar di ibu kota, banyak kendaraan mewah yang menyalip mobilnya.

Lampu hijau berganti merah, perlahan mobil yang di Olivia berhenti. Tangisnya mulai reda walaupun matanya masih terlihat sembab.

Keramaian ibu kota dengan kesibukan yang padat membuat telinganya cukup bising, terdengar suara petikan gitar yang mengusiknya. Pandangannya segera tertuju pada asal suara.

Tampak sepasang anak kecil yang menyanyikan lagu populer saat ini, umur keduanya tidak jauh berbeda. Sepertinya mereka adalah saudara.

Anton tak mau Nyonya nya terganggu, dia segera mengambil uang receh dan menyuruh pengamen kecil itu pergi.

Sepasang anak kecil itu pergi setelah mendapatkan uang receh, tak lupa mereka melempar senyum ramah sebagai tanda terima kasih.

"Sepertinya sudah saatnya aku berjuang Paman," celetuk Olivia. Matanya masih menatap lekat kedua punggung kecil yang perlahan menjauh.

Anton tersenyum kecil, nampaknya bukan hanya pengaruh buruk tetapi ada baiknya orang ini sakit hati. Setidaknya jiwa sosialnya mulai tumbuh.

Dia masih ingat apa julukan orang yang dia pakai untuk menyebut pengamen 'Madesu' Masa Depan Suram, dan melempar pandangan jijik.

Saat ini dia baru sadar kalau sebagian orang memang tak memiliki nasib yang sama sepertinya dan membutuhkan perjuangan. Bukankah setiap orang memiliki nasib berbeda?

"Kenapa? Nyonya mau ikut ngamen," kekeh Anton memecah keheningan, dia tak mau Olivia larut terlalu dalam dengan masalah ini.

"Kalau itu memang di perlukan, aku pasti akan melakukannya." jawab Olivia datar.

"Kita pikirkan caranya nanti malam, Nyonya tidak perlu khawatir." ucap Anton sambil melajukan mobilnya melewati jalanan yang cukup ramai.

Mobil melaju membawa keduanya sebuah tempat dengan rumah yang berjajar rapi, seorang satpam menyambut kedatangan mobil Anton dan melempar senyum hangat.

Mata Olivia menyapu lingkungan barunya, banyak rumah mewah yang berjejer rapi. Tak ada seorangpun di luar, hanya beberapa asisten rumah tangga yang membersihkan halaman rumah.

Meskipun rumah-rumah ini tk seluas rumahnya, tetapi kawasan ini cukup tenang dan asri.

"Paman tinggal di sini?" Olivia tak percaya, bukankah gaji yang di keluarkan untuk menyewanya cukup mahal.

Seharusnya di bis memiliki hunian yang lebih dari pada ini bukan?

Anton tersenyum ramah, dia tau apa yang ada di pikiran Nyonya,

"Ada banyak hal yang perlu Nyonya pelajari dalam hidup ini, tidak semua kemewahan bisa menjamin kehidupan yang damai." jawab Anton, matanya masih fokus menatap kedepan.

Tak terasa mobil mereka berhenti di depan rumah minimalis, hanya terdapat sebuah parkiran yang cukup untuk satu mobil. Disampingnya terdapat taman kecil, banyak bunga warna-warni yang di tata rapi.

Anton segera turun dan membukakan pintu untuk Olivia, hal ini membuatnya terharu. Meskipun dia sudah jatuh miskin, tetapi pria paruh baya ini masih memperlakukannya dengan sangat baik.

Seorang wanita paruh baya segera membuka pintu, dia segera menyambut kedatangan Anton dengan pelukan hangat dan di balas dengan kecupan lembut di kening wanita tersebut.

Ada sedikit perih yang dia rasakan, dulunya dia dan Kenzo selalu melakukan hal yang sama. Seolah itu memang sebuah keharusan, tetapi semuanya hilang.

"Nyonya Olivia, lama tak berjumpa ..." ucap Fika memeluk hangat Olivia.

Olivia merasa tak enak hati, kini dirinya hanya orang miskin dan tidak seharusnya mendapat panggilan terhormat seperti ini.

"Paman, Bibi. Panggil aku Olivia saja, aku ..." Olivia menundukkan kepalanya.

"Nyonya adalah tamu kami, sudah seharusnya kami memperlakukan Anda seperti ini. Say sudah menyiapkan tempat untuk Anda bermalam, mari masuk," ucap Fika mempersilahkan Olivia untuk masuk.

Dengan langkah ragu Olivia memasuki rumah minimalis tersebut, tampak beberapa anak kecil yang sedang bermain di ruang tamu.

Melihat kedatangan Olivia mereka segera bersorak gembira, dia berhamburan memeluknya.

"Kak Olivia," sapa kedua anak dan berhamburan memeluknya.

Olivia menekuk lututnya dan membentangkan kedua tangannya, seolah menyambut malaikat kecil yang sudah lam di rindukan.

"Kalian sudah besar, Kakak kangen banget." ucap Olivia terharu.

Terakhir dia bertemu dengan mereka saat usianya masih sekitar dua tahun, karena dia memilih kuliah di luar negeri jadi mereka terpisah.

Kedekatan mereka bermula saat Fika yang selalu membawakan makan siang Anton ke kantor dan selalu mengajak kedua buah hatinya ini.

"Biarin Kak Olivia istirahat dulu, nanti main lagi," ucap Fika mengelus pucuk rambut kedua anaknya

Mereka menggunakan kepala dan segera membereskan mainan yang berserakan di ruang tamu, setelahnya Anton dan Olivia duduk di sofa.

"Jangan memikirkan masalah dulu, Nyonya boleh tinggal disini selama yang Anda mau," ucap Anton.

"Tidak usah repot-repot Paman, aku segera mencari cara untuk merebut semuanya kembali," Olivia mengeratkan giginya.

"Saya memiliki sebuah saran, tapi Saya tidak tau Nyonya akan setuju atau tidak," Anton melempar tatapan tajam ke Olivia.

"Apapun akan ku lakukan Paman," Olivia penuh keyakinan.

"Dekati Presidir Nicholas, maka semuanya akan lebih mudah,"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pembalasan untuk Suami dan Sahabatku   TAMAT

    Malam itu, Olivia duduk di ruang makan besar rumahnya, ditemani nyala lilin yang menerangi meja dengan cahaya hangat. Suasana di ruangan terasa begitu damai, namun ada sesuatu di matanya yang tampak tidak tenang. Di depannya, Dante sedang menuangkan anggur merah ke dalam gelas mereka berdua, senyumnya hangat seperti biasanya.“Sudah cukup lama sejak terakhir kali kita makan malam bersama,” kata Dante sambil menatap Olivia lembut.Olivia mengangguk, tersenyum kecil. “Ya, aku sibuk dengan Leon, dan kau dengan proyek besar itu.”Dante tertawa kecil. “Tapi malam ini tidak ada pekerjaan, tidak ada gangguan. Hanya kita berdua.”---Makan malam dimulai dengan hidangan pasta dan salad segar. Dante, seperti biasa, mulai bercerita tentang kegiatannya. Namun kali ini, dia lebih banyak membicarakan Leon—tentang betapa lucunya bocah itu saat mencoba berbicara dan berjalan.“Kau tahu,” kata Dante sambil menyuapkan makanan ke mulutnya, “Leon sepertinya punya bakat untuk jadi pemimpin. Dia punya tata

  • Pembalasan untuk Suami dan Sahabatku   Merahasiakan identitas

    Nicholas duduk di sebuah kafe kecil di tengah kota pegunungan, menikmati secangkir kopi hitam sambil menatap jendela. Bisnis membawanya ke kota ini, tempat yang tidak pernah ia duga akan memutarbalikkan hidupnya. Dia mencoba menikmati momen tenang setelah serangkaian rapat panjang, tapi pikirannya terus melayang pada masa lalu—terutama pada Olivia.Di sudut lain kafe, seorang anak kecil berlari-lari membawa balon warna-warni, diikuti oleh suara lembut seorang wanita yang memanggilnya. “Leon, hati-hati! Jangan terlalu jauh!”Nicholas mengangkat pandangannya, menatap sekilas ke arah suara itu. Namun yang menarik perhatiannya bukan wanita itu, melainkan anak laki-laki kecil dengan rambut hitam dan mata cokelat pekat—mata yang sangat mirip dengannya.---Leon berlari ke arah meja Nicholas, balonnya tersangkut di kursi. Nicholas tersenyum kecil, membantu melepaskan balon itu."Balonmu hampir hilang, Nak," katanya sambil menyerahkannya kembali.Leon menatap Nicholas dengan mata besar dan po

  • Pembalasan untuk Suami dan Sahabatku   Kehidupan baru

    Di sebuah rumah tersembunyi di pegunungan yang jauh dari hiruk-pikuk kota, Olivia terbaring di ranjang kayu besar dengan wajah yang pucat namun penuh tekad. Hari itu tiba lebih cepat dari yang dia bayangkan. Kontraksi yang semakin kuat membuat tubuhnya lelah, tetapi pikirannya hanya tertuju pada satu hal: anak yang sedang dia bawa ke dunia ini.Dante berdiri di luar kamar, gelisah dan cemas. Para tenaga medis yang dia datangkan dari kota terus keluar-masuk ruangan, memberikan laporan bahwa proses persalinan ini memerlukan waktu. Olivia tetap tenang, meski rasa sakit tak pernah berhenti.---Olivia menggenggam erat tepi tempat tidurnya, memejamkan mata untuk menahan nyeri yang datang dalam gelombang. Seorang dokter duduk di sisinya, membimbingnya dengan suara lembut. "Olivia, kau kuat. Tarik napas dalam, lalu dorong. Kau hampir sampai."Air mata membasahi pipinya, tetapi bukan hanya karena rasa sakit. Ada kebahagiaan yang perlahan tumbuh di hatinya. Setiap dorongan membawa dia lebih de

  • Pembalasan untuk Suami dan Sahabatku   Malam mencekam

    Jeritan kecil keluar dari bibir Olivia saat Angel menarik rambutnya dengan kasar, memaksanya duduk di kursi kayu yang dingin. Ruangan itu gelap dan curam hanya diterangi oleh lampu redup di langit-langit. Di sudut ruangan Max berdiri sampai tersenyum sinis melihat Angel yang tampak menikmati setiap momen."Setelah sekian lama, akhirnya kau ada di tanganku, Olivia. "ujar Angel dengan nada penuh kebencian. "Kau tahu berapa banyak yang telah kau rampas dariku? Aku akan memastikan kau menyesal."Olivia menatap Angel dengan penuh ketakutan, tetapi ia tidak menunjukkan kelemahan. "jika ini yang kau mau, lakukan saja titik tapi aku tidak pernah merebut apapun darimu." katanya dengan suara gemetar tetapi tetap tegas.Angel mendekat , melambaikan tangan untuk menampar Olivia. Tetapi tiba-tiba suara langkah kaki terdengar mendekat dari luar. Suara berat dari sepatu boot yang memenuhi lorong membuat semua orang terdiam.Max segera memberi isyarat kepada anak buahnya untuk bersiap. "siapapun itu,

  • Pembalasan untuk Suami dan Sahabatku   Situasi mencekam

    Malam itu gelap dan sunyi, hanya suara angin dan desiran dedaunan yang terdengar di tengah hutan lebat. Rumah persembunyian Olivia yang biasanya aman. Kini menjadi target serangan berbahaya. Max dan Angel memimpin kelompok kecil bersenjata yang bergerak perlahan melalui bayangan pohon, memanfaatkan setiap celah dalam penjagaan ketat."Pastikan kalian tidak membuat suara, "bisik Max pada anak buahnya dia tahu bahwa satu langkah salah akan membawa kehancuran. Angel, di sisinya menatap rumah yang sama terlihat di kejauhan dengan mata penuh kebencian.Olivia sedang membaca buku di ruang tamu sambil meminum teh hangat. Perutnya yang semakin membesar membuatnya cepat lelah, tetapi ia berusaha tetap tenang. Dante telah memastikan semuanya aman, namun rasa cemas tetap menghantui hatinya.Tiba-tiba, seorang penjaga masuk ke ruangan dengan wajah tegang "Nona Olivia, kami mendeteksi gerakan mencurigakan di perimeter luar. Harap anda tetap di dalam."Jantung Olivia berdegup kencang. Dia tahu apa

  • Pembalasan untuk Suami dan Sahabatku   Menyerang

    Pagi itu, ruang rapat di salah satu gedung pencakar langit kota dipenuhi aura tegang. Nicholas Ganesha, CEO sekaligus mantan pemimpin dunia hitam, duduk di ujung meja panjang dengan sikap tenang namun berwibawa. Setelan jas hitamnya yang sempurna mempertegas wibawa yang memancar darinya. Tidak ada tanda-tanda pria yang mabuk dan meratapi masa lalu di bar beberapa malam lalu. Dante, yang juga hadir dalam rapat tersebut, memperhatikan perubahan total pada Nicholas. Di hadapannya kini berdiri sosok pria yang dingin dan tak tersentuh, jauh dari pria emosional yang ia temui di bar. "Jadi, Nicholas," kata salah satu peserta rapat, mencoba memulai diskusi, "bagaimana pendapat Anda tentang akuisisi ini?" Nicholas menganggukkan kepala dengan tenang, mengambil beberapa dokumen di hadapannya. Dengan nada datar namun tegas, ia berkata, "Angka-angka ini tidak sesuai dengan target kami. Jika kalian tidak bisa menyesuaikan margin keuntungan menjadi minimal 30 persen, maka kerja sama ini tidak a

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status