"Mama, kok ke sini?" Dari tangga, aku bisa mendengar Kak Nada yang bertanya pada seorang wanita yang tak lain adalah Mama Safira—mamaku. Lebih tepatnya Mama kita. Aku dan Kak Nada.Tadi malam, aku memang meminta Mama untuk menginap di sini untuk membantuku mempersiapkan acara akikah Raka. Plus, untuk membuat Kak Nada dan Mas Rama tidak bisa melakukan perbuatan haramnya di rumahku lagi."Aku yang undang, Kak. Aku minta Mama, untuk bantuin aku dalam mempersiapkan acara besok lusa," kataku seraya mendekati dan mencium tangan wanita yang telah melahirkanku itu."Kan, masih lusa, Mel, kenapa Mama ke sini sekarang? Lagian, kamu itu udik banget, sih, 'kan bisa bayar orang buat bikin acara akikah Raka, bukan malah memperkerjakan orang tua. Dosa!" semprot Kak Nada padaku."Tahu apa Kakak tentang dosa, kalau perbuatan Kakak dengan suamiku saja sudah lebih dari dosa!" Ingin sekali mengatakan kata itu, tapi sayangnya itu masih dalam anganku saja. Aku tidak mau merusak rencana yang sudah aku susu
"Bukan, itu bukan apa-apa, Mam." Dengan cepat, Kak Nada bangun dan memungut bungkus ko**om yang sempat keluar dari dalam keresek hitam."Itu seperti bungkus—""Permen, Mah." Mas Rama memotong ucapan Mama dengan segera.Kompaknya mereka.Mama yang percaya dengan ucapan menantunya, menganggukkan kepala seraya masuk ke dalam kamar Kak Nada. Sedangkan Kak Nada, buru-buru pergi ke luar untuk membuang sampah. Setelahnya, ia ke belakang mencuci seprai yang sedari tadi ia bawa."Ram, kita berangkat sekarang, yuk. Aku ingin sarapan di luar saja."Saat aku baru saja duduk di meja makan bersama Mas Rama, Kak Nada datang untuk mengajak suamiku berangkat ke kantor bersama. "Aku ... gak ke kantor sekarang, Kak." Mas Rama menjawab dengan melirikku."Kenapa?" tanya Kak Nada."Aku yang nyuruh Mas Rama untuk libur sampai selesai aqiqah Raka, Kak." Aku berucap, tanpa ingin melihat wajah kakakku."Loh, kok gitu, sih? Kenapa kamu gak bilang dari semalam, Ram?" "Melodi baru bilang tadi subuh, Kak." Mas R
Hari yang ditunggu pun sebentar lagi akan tiba. Semua persiapan untuk aqiqah sudah terselesaikan.Semua keluargaku sudah berkumpul. Kak Naura dan Mas Adam sudah tiba di rumahku sejak kemarin sore.Begitupun dengan Papa. Ia rela meluangkan waktu untuk menghadiri aqiqah cucu ketiganya. Di depan cermin, aku berdiri dengan merapikan pashminaku. Kuraba dadaku yang berdetak selalu cepat. Ada rasa takut, dan cemas yang aku rasakan saat ini. Ini adalah hari di mana aku akan membongkar semua kebohongan Mas Rama.Kebohongan dia tentang Ibu kandungnya, juga kebohongan dia yang sudah berani bermain api dengan Kakakku sendiri.Kupejamkan mata seraya menarik napas dalam-dalam. Mengumpulkan kekuatan untuk menghadapi kenyataan. Kenyataan pahit yang sebentar lagi akan hinggap dalam kehidupanku. Yaitu, perpisahan dengan suamiku.Teramat sesak dadaku kala harus membayangkan adanya perceraian. Tapi aku pun tidak sanggup jika harus mempertahankan mahligai yang telah ternodai."Mel, sudah ditunggu di bawah
BRAKK!!Mas Adam menendang pintu kamar dengan sekuat tenaga. Aku langsung memberikan perintah kepada Citra untuk membawa anak-anak pergi ke taman komplek bersama pengasuh si kembar. Di sana ada kolam ikan yang pastinya akan membuat Azzam dan Azzura anteng bermain. Drama ini akan lama, aku tidak ingin pikiran kedua keponakanku tercemar."RAMA!""NADA!"Mama Tuti dan Mama Fira berseru bersamaan.Ingin melihat apa yang sedang mereka lihat, aku pun naik ke atas dan dugaanku tidak salah.Mas Rama dan Kak Nada berada dalam satu selimut dengan tidak memakai busana. Polos, seperti bayi baru lahir.Wajah keduanya begitu pias, Kak Nada menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Hal yang sama pun dilakukan Mas Rama suamiku."Kurang ajar, kalian hah!"Tubuh Mama merosot seiring dengan Isak tangis yang begitu memilukan.Sakit, pasti hancur hati Mama, melihat anak gadisnya tidur dengan pria, tanpa adanya ikatan pernikahan."Dasar binatang! Pakai pakaian kalian, kita tunggu di bawah!" ujar Papa dengan
Semuanya tercengang melihat adegan panas suamiku dan Kak Nada di sana. "Ini yang kamu katakan baru sekali, Mas? Sekali di kamarku, tapi berulang kali di kamar lain. Termasuk, di sini." Aku memindahkan dari video mereka yang sedang di kamar Kak Nada, menjadi video mereka yang sedang berada di kamar hotel."Ka—kamu dapat itu dari mana, Mel?" tanya Mas Rama memandangku lekat."Jangan tanya dari mana, Mas. Yang jelas, aku sudah tahu dari kemarin-kemarin tentang perselingkuhanmu itu," tuturku.Mas Rama mengusap wajahnya kasar. Sedangkan Kak Nada hanya diam menunduk bak kesakitan yang tengah diadili. Tidak ada yang bisa mereka sangkal lagi. Semuanya sudah jelas dan terbukti."Dasar kurang ajar!" Mas Adam mendekati Mas Rama hendak memukulnya lagi, namun tangannya di pegang Papa, seraya menggelengkan kepala memberikan isyarat pada putranya itu."Maafkan aku, Mel. Aku menyesal, aku khilaf. Aku tidak akan mengulanginya lagi. Aku akan setia padamu, Mel," ujar Mas Rama mengiba padaku."Sudah ter
Kini semua mata melihat ke arah Mama yang baru saja bersuara."Siapa anak pungut?" tanya Kak Nada. Matanya tak lepas dari Mama yang kembali diam dengan dada yang naik turun."Kamu! Kamu lahir bukan dari rahimku! Mama dan Papa menemukanmu di dalam keranjang di bawah tong sampah di depan rumah kita yang dulu. Kamu bukan anakku!" Jeritan dan ucapan Mama bagaikan petir yang menyambar seisi rumah. Hening, semuanya diam tanpa mengeluarkan suara. Aku dan Mas Adam saling bertukar pandangan. Aku menggelengkan kepala tanda tidak tahu tentang Kak Nada yang sebenarnya. Begitu pun Mas Adam. Apa dia tidak ingat, bukankah Mas Adam lahir duluan sebelumku?"Tidak mungkin, Mama hanya bercanda, 'kan?" ujar Kak Nada dengan menggelengkan kepalanya.Mama terduduk dengan memegangi dadanya. Isak tangis kembali terdengar dari wanita yang telah melahirkanku itu."Ma, katakan jika yang Mama katakan itu tidak benar, Ma. Katakan kalau aku anak Mama. Anak yang Mama lahirkan. Katakan, Ma!" Kak Nada menghampiri Mam
"Mel, aku ingin bicara." Aku yang tengah membuka seprai serta sarung bantal yang tadi dipakai Mas Rama dan Kak Nada, kini berhenti dan menengok pada Mas Rama yang masuk ke kamarku.Aku tidak mengindahkan kehadirannya. Tanganku kembali fokus menarik serta menggulung seprai bekas pergulatan mereka. Lalu kuhempaskan dengan kasar ke lantai. Tapat di bawah kaki Mas Rama."Mel, aku akan menikahi Nada."Kupejamkan mata sejenak seraya menarik napas dalam-dalam.Meskipun aku sudah berencana untuk mengakhiri ikatan pernikahan ini, tetapi perkataan Mas Rama masih sangat membuatku sakit hati.Entahlah, sekuat apa pun aku berusaha tidak peduli padanya, tapi nyatanya rasa ini masih ada untuknya. Namun, tidak sebesar dulu."Kenapa harus datang padaku? Aku tidak punya urusan lagi dengan hubunganmu dan dia," kataku dengan masih membelakanginya."Aku butuh ijin darimu, sebagai istri pertamaku. Tolong, ijinkan aku bertanggung jawab padanya.""Kau tak perlu ijin dariku, Mas. Secepatnya aku akan mengurus
Mendengar ada yang berteriak di bawah, aku dan Mas Rama buru-buru turun dan melihat apa yang terjadi di sana.Sebuah pemandangan sangat mencengangkan terjadi di sana. Di mana Mama tengah menyeret tangan Kak Nada. Dengan koper di tangan kanan, tangan kiri Mama menarik tangan Kak Nada untuk keluar."Rama tolong!" jerit Kak Nada lagi.Tidak ada yang berani menolong Kak Nada di sana. Semua orang abai dengan apa yang dilakukan Mama pada anak angkatnya itu.Papa, Kak Naura dan Mas Adam hanya jadi penonton yang tidak melakukan apa-apa. Begitu pun Bu Mina dan Mama Tuti yang diam tanpa ingin membantu Kak Nada."Ma, ada apa ini? Kenapa Mama menarik-narik Kak Nada?" tanyaku.Melihat aku dan Mas Rama datang, Kak Nada buru-buru menghampiri Mas Rama dan memeluk pinggang pria itu."Dia kurang ajar, Mel. Tidak tau malu. Mama sudah memberikan kehidupan yang layak untuknya. Sudah memberikan pendidikan yang sama dengan putra-putri kandungku, tapi dia tidak tahu terima kasih!" sentak Mama dengan sangat em