Share

Bab 5. Namaku Maharani

Mas Bram, sebutanku untuk laki-laki bernama Bramantya Atmaja. Dia adalah mantan suamiku. Kami bersama dari masa kuliah dahulu, dan meresmikan setelah mendapatkan ijasah kelulusan. Dimataku, dia orang yang spesial. Dengan postur yang tinggi, badan tegap walaupun tidak terlalu besar, dan kulit sedikit gelap menambah dia kelihatan keren pada saat itu. Dia mengambil jurusan Tehnik Sipil sedangkan aku di D3 Design Interior, pasangan yang sempurna.

 

Berbekal ilmu dan tekad, kami mulai membuka usaha di Bali. Itu tempat yang kami impikan semenjak dulu. Kami bisa bekerja sekaligus berlibur di setiap harinya. Impian yang indah untuk pasangan baru.

 

Bertahap tetapi pasti, usaha kami mulai berkembang. Kebahagiaan saat itu menjadi lengkap dengan lahirnya anak lelakiku, Wisnu Atmaja. Harapan menjadi anak lelaki yang bijaksana yang tersirat disitu.

 

Awalnya, usaha kami masih belum ada hasil memuaskan, untuk membantu keuangan aku bekerja sebagai manager restoran di pusat pariwisata ini. Pengalamanku berorganisasi sangat membantuku. Karirku melesat pesat, dalam dua tahun aku sudah menjadi kepala cabang yang membawahi wilayah Bali dan Lombok.

 

Kami sepakat untuk konsentrasi ke usaha sendiri dan perkembangan anakku yang mulai beranjak besar. Ini sebagai alasanku keluar dari tempat kerja dan konsentrasi membantu Mas Bram untuk mengelola usahanya

 

Kami bahagia sekali. Aku dan mas Bram setiap hari bersama.

 

Usaha kami semakin maju, dan Mas Bram membuka cabang baru di Batam. Katanya ada teman yang mengelola di sana jadi tidak akan merepotkan pekerjaanku di kantor.

 

Benar, aku tidak direpotkan dengan pekerjaan di Batam, termasuk dengan urusan suamiku. Seringkali dia di sana dengan alasan ada proyek yang mengharuskan dia di sana. Tidak hanya satu atau dua hari, bahkan pernah dia sebulan tidak pulang.

 

Hari itu. Duniaku seperti terbalik. 

 

Aku menerima kiriman foto-foto Mas Bram ketika menikah, ketika menggendong bayi dan ketika liburan keluarga. Dan, foto disebelahnya bukan kami. Mereka terlihat bahagia, Mas Bram, perempuan muda yang cantik dan dua anak yang masih balita. Pengirim tanpa nama, dan ketika aku hubungi sudah tidak aktif lagi.

 

Aku tidak memerlukan penjelasan apapun. Ketika itu, Wisnu sudah SMA kelas tiga. Dia tahu benar apa itu artinya. 

 

Hatiku menjadi beku dan mati seketika. 

 

Pada hari itu juga, kami--aku dan Wisnu--sepakat untuk segera meninggalkan rumah.

 

Perceraianku diurus pengacara, kami tidak mau bertemu lagi dengan dia. Aku tidak menuntut atau meminta apapun dari dia. Pergi secepatnya, itu saja yang aku inginkan!

 

Aku anggap, Mas Bram tidak pernah ada di dalam hidupku. 

Dia sudah mati di hati kami.

***

 

Komen (17)
goodnovel comment avatar
Akhim Rina Sanak
bagus ceritanya..lanjut kak
goodnovel comment avatar
Antoni Purba Hutaraja
kita tidak tahu jalan itu kemana arahnya ...
goodnovel comment avatar
Lala uniq
lanjut kak
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status