Share

5. Lawan yang tangguh

Incubus tak pernah merasa sekesal ini. Sudah lama sekali, sejak ada seorang wanita yang berani menyerangnya dengan makhluk-makhluk ilusi tersebut.

Sakit di tubuhnya masih bisa ia tahan. Tapi, harga dirinya sebagai iblis penggoda terluka lebih dalam dari yang ia kira.

Untunglah, Sucubus tak ada disana. Ia tak sanggup membayangkan ejekan dan cemoohannya selama seribu tahun kedepan.

Siapa wanita tua itu? Tanyanya dalam hati. Makhluk ilusi yang dipanggilnya juga cukup kuat. Benar-benar pasangan suami istri yang menyebalkan.

Iblis jantan itu perlahan bangkit dari jalan tol yang sepi. Puluhan harimau putih masih menggigiti tubuhnya hingga ia merasa geli. 

Tapi, perasaan itu kembali tercampur dengan hasrat yang menggebu. Bagaimanapun ia ingin menggoda wanita itu jatuh dalam pengaruhnya.

Tapi, bagaimana?

Sementara ia berpikir, mobil sedan itu bergerak semakin cepat dan Sandra terus menggerakkan jarinya dengan tingkat kefokusan yang luar biasa. 

Arjen tercengang melihat ekspresi kakeknya yang serius, "Pembasmi iblis?"

"Aku tak bisa ceritakan lebih lengkap. Tidak, sampai kita berlindung ke tempat yang aman. Yang jelas, kau akan menjadi bagian dari kami. Tanpa terkecuali.

Setelah ini, apapun yang terjadi. Jangan pernah menahan diri atau malah meremehkan lawan dalam pertarungan apapun."

"Tu-tunggu dulu, Kek. Aku tidak mengerti. Sebenarnya, apa yang terjadi?"

Hendro melirik kaca spion saat merasakan guncangan tak wajar di mobilnya. Incubus masih belum menyusulnya.

Tapi, retakan aspal semakin membentuk cabang yang dalam, berusaha mengikuti mobilnya.

"Sandra, panggil Griffin." Perintah Hendro sebelum ia berbelok ke tikungan yang cukup tajam.

Wanita itu tidak menjawab dan terus melipat jemarinya dengan kecepatan yang tak dapat diikuti mata manusia. 

"KWAAAAK!" Terdengar suara burung diiringi dengan kepakan sayap yang keras. 

Dari kejauhan, Arjen melihat sesuatu yang dari jendela mobilnya. Hewan raksasa berkepala elang  dan sedangkan perut sampai ekor menyerupai singa, berkoak-koak mengejar mereka. 

"Astaga, astaga, ASTAGA!" teriak Arjen begitu tahu bahwa hewan itu mendekati mereka dan mengangkat bagian depan mobil dengan dua cakar depannya. "Kakek! Nenek! KITA AKAN JATUH!"

Arjen segera memeluk kedua kakinya ketika posisi mobil berbalik sembilan puluh derajat. Anak laki-laki itu bahkan lupa bagaimana caranya bernafas. Matanya menatap ngeri dan darah menghilang dari wajahnya.

Alih-alih jalan raya, ia dapat melihat langit biru dan perut Griffin dari jendela mobil depan.

"Arjen, jangan panik." Kata Hendro yang tak terpengaruh karena tubuhnya terlindung dengan sabuk pengaman. "Tenang. Anggap saja ini rollercoaster. Tarik nafas dan hembuskan perlahan."

"Kakek, rasanya aku mau pingsan."

"Nanti saja pingsannya setelah semua aman!" Bentak Hendro dengan kasar.

Laki-laki tua itu kemudian mengeluarkan tasbih dari dasbor mobil dan melemparnya ke udara. Bukannya jatuh, tapi tasbih dengan butiran dari kayu itu mengambang dan tidak bergerak dari sana. 

Mata Sandra terbelalak sebelum memuntahkan segumpal darah dari mulutnya. "Sepertinya, aku sudah mencapai batasku. Para Tigris pasti bisa menghambatnya untuk sementara waktu." Katanya sambil mengusap darah dari mulutnya. 

"Kerja bagus. Portal sudah dekat jadi kau bisa tenang." Kata Hendro sambil menggenggam tangan istrinya yang berlumuran darah. 

Arjen hendak mengatakan sesuatu tapi terdengar suara ledakan yang amat keras dari belakang mobil. 

BLAAAMMM!

Incubus berhasil menyusul mereka dan tasbih yang melayang tadi meledak begitu mencium energi dari iblis itu. 

Meski begitu, ledakan itu tidak melukainya sama sekali. Karena kali ini, Incubus tidak sendiri. 

Asmodeus melindunginya sambil menyeringai. 

"Sial! Arjen, jangan tatap matanya!" Teriak Hendro sebelum melemparkan tasbih lagi ke arah kedua iblis itu. 

Tetapi, perbedaan kekuatan mereka sudah terlihat. Ditambah dendam Asmodeus karena disegel oleh Hendro membuat pangeran kegelapan itu semakin tak terkalahkan. 

Sandra merasa tubuhnya melemah. Kalau ia tak bisa selamat dari serangan ini, setidaknya Arjen dan Hendro harus bisa keluar hidup-hidup.

Karena itu, ia menempelkan kedua telunjuk dan ibu jari membentuk segitiga sembari mengucapkan sebait kalimat yang merupakan salah satu mantra terkuat, "Datanglah para ksatria cahaya dan bantulah kami melawan para pendosa."

Hendro menelan ludah, "Sa, Sandra..,"

Cahaya putih menyelimuti mobil itu dan muncul sesosok perempuan cantik dengan sepasang sayap keemasan, begitu cahaya itu menghilang. 

Griffin terbang semakin cepat dan tinggi, sementara ksatria cahaya itu menghalangi langkah kedua iblis itu. 

Asmodeus mendecakkan lidahnya dengan perasaan sebal,"Aduh, mereka memang bukan manusia biasa. Bisa memanggil makhluk merepotkan sepertimu, Brynhyldr."

Sosok suci yang dipanggil Brynhyldr itu mengeluarkan tombak yang berkilau. "Asmodeus dan Incubus. Sungguh sebuah kombinasi yang sempurna. Mari kita selesaikan pertarungan ini."

Incubus tak bergerak. Ia sadar bila iblis selevel dirinya takkan mungkin menyentuh ujung sayap dewi perang itu.

Si pangeran menyadarinya dan mengangkat tangannya. "Biar aku atasi perempuan ini. Kau kejar saja mereka."

"Mana mungkin hal itu kubiarkan." Brynhyldr mengangkat tombaknya lebih cepat, memanggil petir yang menyambar tubuh Incubus. Iblis itu jatuh terkapar di aspal dan tak bergerak.

"Lawanmu adalah aku, Dewi." Asmodeus mengangkat tangannya memangil kumpulan burung-burung neraka untuk mengelilingi sang dewi.

Kumpulan burung gagak hitam itu melempari batu-batu neraka yang asapnya saja dapat melelehkan besi. Serangan itu tentu saja dapat terkalahkan dengan sekali sabetan dari tombak Brynhyldr. 

Asmodeus tahu itu. Tapi, ia memang sengaja membeli waktu untuk menyita perhatiannya.

Sembari terus mengirim burung gagak dan menghalangi pandangan sang dewi, Asmodeus sedikit demi sedikit berhasil memotong jarak antara dirinya dan Griffin yang terbang bebas.

Semakin dekat dirinya dengan mobil itu, aroma tubuh saudara tirinya itu tercium semakin tajam.

Brynhyldr mengayunkan tombaknya dan memanggil ratusan petir untuk menyerang Asmodeus.

BLAAAR! BLAAAR!

Meski Asmodeus sudah berusaha untuk menghindari serangan itu dengan gerakan yang lincah, namun petir-petir itu berhasil membakar ujung jubahnya.

"Sial! Ini salah satu kesukaanku!" Geramnya sambil terus mengejar Grifin. 

Bzzt! Bzzt! Bzzt!

Asmodeus mengerang ketika serangan petir itu malah berubah menjadi kabel listrik yang melilit tubuh dan menyetrumnya dengan tegangan tinggi. 

"AAAAAARGHHHH!!" Teriaknya keras-keras. 

Hari ini pasti adalah hari sialnya. Bisa-bisanya dalam sehari, dua kali ia menghadapi situasi yang membahayakan. Karena ulah manusia pula.

Kekesalan Asmodeus semakin meluap, "HEYAAAAAHHH!" Serunya sambil berusaha melepaskan diri. Dipegangnya kabel itu sebelum menariknya kuat-kuat.

Mata Asmodeus memerah karena amarah ketika ia berhasil melepaskan diri dari benda merepotkan. Ia segera berlari secepat kilat, mendekati mobil itu. 

Tangannya terulur di udara dan ia mempersiapkan cakarnya yang setajam pisau untuk menembus jantung Sandra.

Brynhyldr berusaha mengejarnya dan terus menyerang Asmodeus dengan petir serta kabel-kabel itu.

Jarak portal tinggal beberapa meter lagi, Hendro berdoa agar mereka selamat sampai tujuan. Bantuan juga akan segera datang.

Tapi, dalam hitungan detik, harapannya telah hancur.

Sandra memuntahkan darah dari mulutnya. Bukan karena kelelahan melainkan tangan kanan Asmodeus berhasil menembus tubuh dan merenggut jantung wanita tua itu. 

Darah memercik ke segala arah. 

"Menyebalkan." Keluh si pangeran karena pada saat yang bersamaan serangan Brynhldr mengenai titik vital tubuhnya. 

Dengan kekuatannya yang tersisa, ia menarik leher Hendro dan mencabut jantungnya sebelum laki-laki tua itu sempat bereaksi.  Tangan Asmodeus terasa kram, karena menyentuh tasbih di saku dada Hendro.

Karena kepergian Sandra, Griffin dan Brynhyldr telah menghilang. Portal menuju Atrazal hanya tinggal satu setengah meter.

Asmodeus hampir merasa kelelahan saat matanya menoleh ke arah Arjen yang membeku. "Ah, adikku yang manis. Sayang sekali kita tak bisa mengobrol." Sapanya saat mobil dalam posisi terjun bebas. 

Arjen tak dapat bergerak. Otaknya juga berhenti berpikir. Semuanya terasa seperti mimpi. Apa yang sebenarnya terjadi? 

Asmodeus tersenyum sebelum keluar dari mobil dan menendangnya agar kendaraan itu dapat masuk ke dalam portal. 

"Sampai saat itu tiba, jangan mati, Adikku." Kata Asmodeus sebelum ia memejamkan matanya.

Nampaknya, waktu tidur siangnya sudah datang. Sebelum terlelap, si pangeran berharap agar adiknya bisa lebih kuat dari kedua orang yang menyebalkan itu.

Sehingga ketika mereka berduel, Asmodeus takkan menahan diri dan akan menghancurkan tubuhnya dengan kekuatan penuh.

"Aku tak sabar lagi." Adalah kalimat terakhir Asmodeus sebelum ia tertidur.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status