Share

6. Ancaman bagi dunia

Hanzo Kalingga merasa bahwa langit tak pernah sekelabu ini. Apalagi di bulan Mei yang sudah masuk musim kemarau semacam ini.

Namun, sekarang berbeda. 

Langit seolah bisa memuntahkan air matanya sewaktu-waktu. 

Hanzo takkan lupa momen dimana ia melihat mobil sedan yang terlempar dengan kekuatan super itu, jatuh ke dalam danau. 

Menyisakan seorang anak remaja yang tak sadarkan diri. 

Sementara dua orang lainnya tewas secara mengenaskan yaitu Hendro dan Sandra.

Di masa lalu, mereka berdua adalah tokoh tersohor akan kekuatan sekaligus sifat rendah hati mereka meskipun berasal dari salah satu dari lima keluarga terpandang di dunia Atrazal ini.

Mereka berdua juga sempat mendirikan padepokan untuk mengajari para muridnya. Hanzo termasuk salah satunya. 

Tapi, karena insiden enam belas tahun yang lalu, padepokan itu resmi ditutup dan mereka berdua pindah ke dunia alternatif untuk memulai hidup baru. 

Sesekali, Hanzo datang berkunjung menemui mereka di dunia itu. 

Namun, meskipun setiap setahun sekali, upacara suci diadakan di Atrazal, kedua orang itu tak pernah hadir. Mereka seolah ingin melepas diri dari tempat ini. 

Sebuah tanda tanya besar muncul di kepala laki-laki yang baru saja masuk usia tiga puluh tersebut. 

Apa yang sebenarnya terjadi hingga membuat keduanya memutuskan untuk kembali ke tanah kelahiran yang telah mereka tinggalkan sejak lama?

Hanzo tahu bahwa ia mungkin tak bisa mendapatkan jawabannya dari anak yang sekarang masih terlelap di ranjang milik rumah sakit terbesar di Atrazal selama dua hari ini.

Dokter mengatakan bahwa anak itu tidak dalam keadaan yang kritis. Namun, karena guncangan mental ditambah dengan shock yang hebat, membuat anak itu belum sadarkan diri. 

Seolah-olah mekanisme pertahanan tubuhnya mencegahnya untuk bangun dan menghadapi kenyataan bahwa ia adalah satu-satunya anggota keluarga Mataram yang tersisa. 

Kehilangan anggota keluarga saja sudah merupakan musibah yang berat, ditambah lagi bahwa ia masih harus mengemban tugas sebagai kepala keluarga yang berpengaruh. Laki-laki berambut hitam cepak itu tak yakin Arjen mampu melakukannya. 

"Dia belum bangun?" Seorang laki-laki dengan penampilan mencolok, masuk ke dalam kamar tersebut. Membuat Hanzo menghela nafas berat. 

Laki-laki dengan tinggi 190 senti itu memakai kacamata hitam dengan bingkai merah menyala. Dengan jas warna kuning terang dan celana panjang shocking pink, membuat sosok Galanggal Sebastian mudah dikenali meski ia berada dalam keramaian. 

Dia adalah kepala sekolah di Akademi Daemon Hunter yang elit dan berkelas.

Namun, tak banyak orang tahu mengenai identitas aslinya yakni salah satu pangeran kegelapan yang mewakili tujuh dosa terbesar yaitu Belphegor, lambang kerakusan.

Tak jelas apa motif sebenarnya yang ia inginkan. Selama ribuan tahun, pangeran kegelapan itu mampu hidup tenang serta membaur dengan manusia tanpa menyebabkan keributan.

Beberapa iblis menyebutnya pengkhianat karena mau-mau saja membantu manusia membasmi kaumnya sendiri.

Sementara pendapat lainnya, termasuk dari beberapa anggota keluarganya, malah menyetujuinya dengan alasan hiburan semata.

Karena bagaimanapun, manusia takkan bisa hidup lebih lama dari iblis. Dan mereka yang hidup hingga hari akhir butuh sesuatu untuk menghalau kejenuhan mereka.

Belphegor sendiri tak suka berperang. Ia terlalu malas ikut campur dengan pertarungan yang merepotkan. 

Tapi, dia adalah guru dan pengajar yang kompeten. Malahan, kadang-kadang ia membagi sedikit energinya untuk manusia tertentu yang ia kehendaki secara cuma-cuma. 

Layaknya masakan, Belphegor memberikan sedikit bumbu agar mereka terlihat lebih enak dan menarik. 

"Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Hanzo sambil menggerutu. 

"Begitu caramu memberi salam pada atasan?" Galanggal membuka sebungkus keripik kentang dari saku dalam jasnya. "Lagipula, apa salahnya seorang kakak menjenguk adiknya sendiri?"

Kedua tangan Hanzo terkepal, "Arjen adalah anak manusia, Gal. Tolong, hati-hati kalau bicara."

"Heee. Kau berniat menyembunyikan kebenaran darinya? Hmm, saudara-saudaraku mungkin tak menyukainya. Apalagi ayahku yang--,"

"Di pihak mana sebenarnya kau ini?"

"Tidak ada." Sahut Gal sambil menuang isi dari bungkus keripik tersebut ke dalam mulutnya. 

"Kalau begitu, pergilah. Biar aku yang urus anak ini."

"Aku akan merekomendasikan anak ini ke Akademi." Kata Gal sambil mengambil sebungkus keripik kentang lagi dari dalam saku jasnya. "Anak ini akan kujadikan manusia terkuat dan tidak terkalahkan. Selepas umur delapan belas, kita akan tahu ke arah manakah ia condong. Manusia atau malah iblis. Yah, meski bagiku keduanya tetap sama saja. Tak ada untungnya."

"Aku tak setuju."

"Pendapatmu itu tidak penting, Han. Kau tahu, "kan? Hendro sendiri yang menunjukku sebagai wali anak ini."

Kedua alis Hanzo bertautan, "Meski begitu, aku tak menyetujuinya."

"Karena alasan pribadi?" Tanya Gal sambil menyeringai. 

"Karena alasan pribadi." Jawab Hanzo tanpa ekspresi.

Keduanya bertukar pandang dalam keheningan. Sampai beberapa menit kemudian, Gal berkata, "Kalau begitu, kau jadi wali kelasnya saja. Bagaimana? Lagipula, keempat keluarga itu pasti akan mencari cara untuk membunuh adik tiriku ini. Meskipun, pada suatu hari nanti ia pasti mati. Tapi, aku ingin dia tidak mati sia-sia."

Hanzo menatapnya tajam, "Setelah sekian lama, kenapa baru sekarang kau bertingkah sebagai kakak yang baik?"

"Untuk apa? Hendro dan Sandra sudah melakukan tugasnya dengan baik. Karena sekarang mereka tidak ada, mau tak mau, aku harus merawatnya, 'kan?"

"Kudengar saudaramu datang berkunjung sesaat sebelum mereka terbunuh. Jangan-jangan ia ada sangkut pautnya dengan kematian Master." Ucapan Hanzo lebih terdengar sebagai tuduhan daripada dugaan. 

Gal tersenyum kecil sebelum menghabiskan keripik kentang kelimanya, "Makanan di dunia ini lebih enak dan memiliki beragam jenis daripada di dunia bawah. Aku tak suka jika ada orang atau apapun yang mengganggu atau menghalangi kesenanganku dan aku juga tak suka mempersulit diri sendiri."

Perkataan santai dari mulut Gal seolah-olah menyiratkan kalau ia tak ada hubungannya dengan kunjungan saudaranya itu. Pun juga, ia takkan membiarkan saudaranya atau siapapun mengganggu ketenangan dirinya di dunia yang sudah ia anggap seperti taman bermainnya ini. 

"Baiklah. Aku terima tawaranmu." Kata Hanzo sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

"Kalau begitu, aku pergi dulu. Oh, tunggu. Kapan pemakaman mereka akan diadakan?"

"Besok siang. Nanti akan kukirimkan alamat rumah dukanya."

Gal mengangguk samar sebelum wujudnya berubah menjadi asap putih dan menghilang sepenuhnya. 

Hanzo lantas memandangi Arjen dengan tatapan sedih. 

Memang, di dunia ini banyak sekali anak yang terlahir dari hasil hubungan iblis dan manusia. Kebanyakan dari mereka juga menjadi Daemon Hunter alias Pembasmi Iblis. 

Tapi, Arjen berbeda. 

Ayahnya adalah penguasa kegelapan yang paling kuat diantara yang terkuat sekaligus salah satu  tujuh dosa besar manusia yang paling fatal, Lucifer, lambang dari kesombongan. 

Ibu Arjen juga bukan manusia biasa. Dia anak perempuan satu-satunya dari Hendro dan Sandra sekaligus keturunan keluarga Mataram yang mendapat berkah dari malaikat di peperangan besar, ratusan abad silam.

Eksistensi Arjen yang merupakan gabungan dari raja iblis serta manusia dengan berkah malaikat, sudah menjadi kabar buruk bagi dunia Atrazal ini. Entah kekuatan macam apa yang akan ia miliki nanti.

Keempat keluarga lainnya juga pasti takkan tinggal diam. Mereka mungkin takkan keberatan jika harus menumpas anggota keluarga Mataram yang terakhir.

Harapan Hanzo tinggal satu. Yakni Arjen mampu mengendalikan kekuatannya hingga tidak dianggap sebagai sumber bahaya. 

Kalau dilihat dari pergerakan energi yang mengalir di dalam perut Arjen, Hanzo yakin kalau kekuatannya belum terbangkitkan. Mungkin masih tersembunyi atau malah disegel di suatu tempat. 

Kemudian pandangannya teralihkan pada jari jemari Arjen yang bergerak pelan. Lalu, kedua mata anak itu yang masih tertutup rapat, juga mulai menunjukkan pergerakan.

Segera saja, Hanzo berdiri untuk mengambil gagang telepon yang terhubung ke ruang perawat. Nada suaranya berubah panik saat ia berkata, "Tolong panggilkan dokter, sekarang! Pasien 305 sudah sadar!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status