Share

170

Author: sidonsky
last update Last Updated: 2025-11-03 17:59:56

"What the hell were you thinking?!"

Suara Dirga menggelegar, pecah dalam keheningan yang menekan. Setiap kata dilontarkan dengan amarah yang terpendam, sebuah letusan dari gunung berapi yang telah lama tertidur.

Dokumen yang dipegangnya terasa lebih berat dari batu karang, bukan karena kertasnya, melainkan karena pengkhianatan yang dikandungnya. Setiap halaman adalah bukti, setiap tanda tangan adalah pisau yang menancap di punggungnya.

Ravin berdiri di seberang meja mahoni itu, wajahnya pucat pasi. Mulutnya terbuka sedikit, seolah-olah hendak berbicara, tetapi tidak ada suara yang keluar. Matanya, yang biasanya ceria dan penuh hidup, kini melebar menatap dokumen yang Dirga pegang—sebuah bukti tak terbantahkan dari kejahatannya.

"SAY FUCKING SOMETHING!" bentaknya lagi.

Kali ini dengan volume yang lebih keras. Dengan gerakan tiba-tiba dan kasar, ia melemparkan tumpukan dokumen itu ke meja. Benda itu mendarat dengan suara bentakan yang keras, beberapa helai kertas terbang melayang sebel
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Pemuas Hasrat CEO Dingin   171

    Dirga berdiri kaku di tempatnya, napasnya memburu seperti binatang yang terperangkap.Matanya menatap Ravin tanpa berkedip, pupilnya membesar, menahan amarah yang siap meledak kapan saja. Tapi kali ini, amarah itu ia telan. Dalam-dalam.Ia menarik napas panjang, lalu berkata dengan suara yang datar, nyaris kosong. “Silakan,” ucapnya. “Saya dan Nora sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi.”Nada suaranya nyaris tanpa emosi, tapi getarannya jelas. Sebuah kebohongan yang dipaksa keluar demi sesuatu yang lebih besar.Ravin mendengus pelan, senyum bengisnya tumbuh lagi. Ia mencondongkan tubuhnya, mengamati wajah sepupunya seolah menikmati setiap kerutan yang muncul di sana. “Oh ya?” katanya lembut, seperti seekor ular yang menjilat udara. “Kalau begitu, tak akan masalah kalau saya buktikan, kan? Satu panggilan saja…”Ia merogoh saku jasnya, menarik ponsel dengan gerakan santai. “Dan wanita kelas bawah kesayangan Mas itu bisa—”Sebelum kata “mati” keluar dari mulutnya, tangan Dirga sudah mena

  • Pemuas Hasrat CEO Dingin   170

    "What the hell were you thinking?!"Suara Dirga menggelegar, pecah dalam keheningan yang menekan. Setiap kata dilontarkan dengan amarah yang terpendam, sebuah letusan dari gunung berapi yang telah lama tertidur.Dokumen yang dipegangnya terasa lebih berat dari batu karang, bukan karena kertasnya, melainkan karena pengkhianatan yang dikandungnya. Setiap halaman adalah bukti, setiap tanda tangan adalah pisau yang menancap di punggungnya.Ravin berdiri di seberang meja mahoni itu, wajahnya pucat pasi. Mulutnya terbuka sedikit, seolah-olah hendak berbicara, tetapi tidak ada suara yang keluar. Matanya, yang biasanya ceria dan penuh hidup, kini melebar menatap dokumen yang Dirga pegang—sebuah bukti tak terbantahkan dari kejahatannya. "SAY FUCKING SOMETHING!" bentaknya lagi.Kali ini dengan volume yang lebih keras. Dengan gerakan tiba-tiba dan kasar, ia melemparkan tumpukan dokumen itu ke meja. Benda itu mendarat dengan suara bentakan yang keras, beberapa helai kertas terbang melayang sebel

  • Pemuas Hasrat CEO Dingin   169

    "KABAR TERBARU, DIRGANTARA, PUTRA KONGLOMERAT ARDAWIJAYA MENGAKHIRI HUBUNGAN DDENGAN SANG KEKASIH."Judul itu tercetak dengan huruf tebal dan mencolok di halaman depan sebuah koran bisnis ternama. Bagi publik, ini adalah drama lain dari kehidupan para konglomerat: sebuah kisah cinta yang tragis. Tapi bagi Dirga, yang membaca judul itu di meja kerjanya yang megah, setiap huruf adalah sebuah pisau yang menusuk-nusuk jiwa, sebuah pengingat konstan akan pengorbanan yang ia buat dan kebohongan yang ia rasakan.Keputusan itu diambil setelah malam-malam yang panjang dan melelahkan, di mana ia akhirnya menyetujui rencana gila Nora. Mereka akan berpisah, di mata publik. Dan lepasnya ikatan itu membuat Nora bisa kembali ke dalam apartemen yang Dirga belikan, sebuah tempat yang seharusnya menjadi simbol kemerdekaannya. Ia juga sudah boleh kembali bekerja, mencoba sebisa mungkin untuk tidak terlihat di depan umum bersama Dirga, kembali dengan kegiatan menulisnya, berpura-pura bahwa semuanya baik-

  • Pemuas Hasrat CEO Dingin   168

    "Kita, hubungan ini." Genggaman tangan Dirga pada gelas bening itu menguat, bahkan tanpa sadar memecahkannya. TAR! Suara yang tajam dan memecah keheningan itu terdengar seperti sebuah ledakan kecil di ruang tamu yang megah. Darah mengalir dari tangan Dirga yang terluka, menciptakan kontras yang mengerikan dengan lantai marmer putih di bawahnya. Sebuah aliran merah yang menetes perlahan, simbol dari sebuah kehancuran yang baru saja dimulai.Nora terlonjak kaget, sebuah seruan tertahan di tenggorokannya. Instingnya membuatnya maju, ingin meraih tangan Dirga, ingin membantu, menyembuhkan luka yang ia ciptakan. Tapi Dirga menjauhkannya dengan gerakan tiba-tiba yang tajam, sebuah penolakan yang lebih menyakitkan daripada luka itu sendiri. Ia membiarkan darahnya mengalir dan menetes ke lantai marmer, matanya terus menatap Nora, membeku oleh sebuah kekecewaan yang begitu dalam."Ulangi ucapanmu tadi," kata Dirga, suaranya rendah dan berbahaya, membalikkan tubuhnya sepenuhnya untuk menatap

  • Pemuas Hasrat CEO Dingin   167

    Kehidupan Nora di penthouse Saphira berubah menjadi sebuah rutin sunyi yang memenjarakan. Hari-hari berlalu dalam sebuah lingkaran emas yang terbuat dari kenyamanan material dan kehampaan emosional. Sementara dunia luar bergolak, ia terjebak di dalam gelembung mewah ini. Saphira, dengan semua kebaikannya, berusaha mengisi kekosongan itu. Ia akan membawakan buku-buku bagus, mengajak Nora berkebun di atap, atau sekadar duduk menemaninya minum teh sore. Tapi semua itu terasa seperti plester pada luka yang lebih dalam. Setiap senyum Saphira, setiap usaha untuk mengalihkan perhatian Nora, hanya mengingatkannya bahwa ia adalah seorang pasien yang sedang dirawat, bukan seorang anggota keluarga.Kesepian itu menjadi lebih menusuk saat malam tiba. Dirga sering pulang larut, wajahnya ditarik oleh kelelahan yang mendalam dan bayangan-bayangan dari peperangan yang tidak bisa ia tinggalkan di kantor. Ia akan membawa aroma dingin kota dan bau stres ke dalam kamar mereka, sebuah aura yang tidak bi

  • Pemuas Hasrat CEO Dingin   166

    "Sebentar, saya ngapain kata Pak Dirga?"Suara Agatha yang berusaha seolah-olah tidak bersalah itu membuat Dirga mendengus kesal. Kepura-puraan wanita itu begitu tipis, namun cukup untuk membuatnya muak. Mereka sekarang duduk di ruang tengah rumah Agatha, sebuah ruangan yang luas dan minimalis namun terasa sangat kecil dan sesak karena kehadiran para pengawal berbaju hitam yang berdiri seperti patung di setiap sudut. Pemandangan ini sempat membuat Agatha bergidik ngeri; ia merasa seperti seekor tikus yang dikepung oleh kucing-kucing besar.Dengan gerakan yang tegas dan penuh amarah, Dirga meletakkan tumpukan foto-foto yang ia temukan di dalam ruang kerja Agatha. Ia meletakkannya kasar di meja pendek yang ada di hadapan mereka, sebuah pembatas yang memisahkan dua dunia: dunia Dirga yang penuh amarah, dan dunia Agatha yang penuh ketakutan. Setiap foto Nora yang tersenyum, kini menjadi senjata di tangan Dirga."Masih tidak mau berbicara jujur?" desak Dirga, suaranya rendah dan berbahaya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status