Share

Pemuas Hasrat Dosen Tampanku
Pemuas Hasrat Dosen Tampanku
Penulis: Rucaramia

Mengintip

Silvana tidak yakin jam berapa saat itu, tapi yang pasti sudah masuk tengah malam nampaknya. Silvana merasa kelelahan, kakinya bahkan terasa seperti jelly yang menumpu pada jalanan aspal yang dia tapaki saat dirinya berjalan pulang menuju ke rumahnya. Tiba-tiba Silvana mendengar suara yang datang dari arah kanannya. Kedengaran seperti napas berat.

Dengan lugu, Silvana berpikir bahwa barangkali itu adalah suara orang yang terluka. Sebab suara itu terdengar seperti seseorang yang berjuang melawan rasa sakit. 

Sampai tiba-tiba suara itu berubah menjadi erangan keras. Kaget, wajah Silvana jelas langsung memerah. Dia tidak bodoh, dia cukup tahu tentang hubungan pria dan wanita sehingga mudah baginya untuk menebak suara apa itu.

Tanpa dia sadar, tubuhnya malah mendekat kearah sumber suara. Di sebelah kanannya memang kebetulan ada bar. Bar yang sebelumnya tidak pernah menarik perhatiannya sama sekali. Tapi suara itu justru berasal dari arah gang sempit diantara bangunan bar dengan pertokoan yang sudah tutup malam itu. Suara erangannya makin mengecil, dan terdengar seperti suara seorang wanita. Rasa penasaran menguasai dirinya, seberapa bagusnya permainan si pria sampai bisa mampu membuat suara erangan seperti itu? 

Silvana tahu bahwa dia sudah melakukan hal yang tidak terlalu bagus sekarang. Dia yang mengendap dan merayap mendekati gang tersebut dan mengintipnya adalah hal random yang seumur hidup tidak pernah dia pikirkan. 

Dan dia melihatnya, dua siluet yang terkena cahaya bulan. Bersandar pada dinding dan mereka terlihat begitu liar.

Si wanita terlihat makin merapat ke dinding, napas mereka memburu, erangan si wanita semakin keras lagi namun bibir wanita itu ditutup rapat oleh satu tangan si pria. Meredam suaranya agar tidak terdengar, tapi mereka tidak tahu bahwa aksi keduanya telah disaksikan oleh Silvana.

“Fuck….” Suara baritone si pria mengerang. Silvana kontan merasa menggigil, rasanya suara itu seperti merayap naik dan juga turun dari sekitar tulang punggungnya. Dia mengenal suara itu.

Wanita yang sibuk dia gagahi terus mendesis, tapi Silvana tidak peduli sedikitpun padanya. Dia lebih tertarik memastikan pria yang membuat tubuhnya terasa membeku ditempat. Gadis itu merayap lebih dekat, sedekat yang memungkinkan untuk tidak dapat disadari kedua orang itu, namun cukup untuk menuntaskan kecurigaannya. Pria itu punya kulit sewarna perunggu dengan kedua kakinya yang berotot. Silvana melihat tas selempang yang terlempar dibawah kakinya, itu milik Sir Leon. Seratus persen Silvana bisa memastikannya karena dia selalu memperhatikan dosen tampannya itu dan menganalisa penampilannya setiap hari.

Ini tidak benar! Seorang pria yang terhormat di kampus mereka sebagai seorang pengajar melakukan hal seperti ini di muka umum. Dia bertaruh bahkan bila dia menceritakannya pada Jiyya gadis itu pasti akan memukulnya dibandingkan mau percaya. Ini moment pribadi, dia harusnya segera pergi sekarang sebelum mereka berdua tahu bahwa ada seorang gadis muda menonton kegiatan mereka seperti ini. Tapi meski punya pikiran sewaras itu, Silvana malah tidak bisa beranjak dari sana.

Sebaliknya, gadis itu malah meneliti tubuh sang dosen saat dia sibuk dengan wanita-nya malam ini. Silvana tertegun akan setiap lekukan ototnya yang tidak terhalang kemeja sialan yang dia kenakan setiap kali mengajar. Khusus malam itu Sir Leon menggulung kemejanya hingga ke siku dan tidak dia duga bahwa ada bekas luka yang tersebar disana, anehnya itu malah membuat pria itu tambah terlihat seksi. Silvana terpesona, dan tergelitik untuk tahu lebih banyak. Sebab meski pasangannya sudah berantakan, Sir Leon masih tetap berpakaian utuh kecuali bagian celananya yang sedikit melorot.

Sensasi aneh muncul diperut Silvana. Rasa panas malah menjalar kebagian bawah tubuhnya. Sial, dia malah terbawa suasana. Ini menjijikan, pikirnya. Gadis itu memutuskan untuk beranjak darisana. Tapi baru beberapa langkah dia malah mendengar suara tubuh yang melekat dan saling menampar, menggema di udara.

“Kau begitu panas,” ujar pria itu. 

Wajah Silvana merah padam mendengar suara Sir Leon dari balik gang sempit itu. Lagi, dia malah melakukan kesalahan dengan berbalik menyaksikan mereka berdua disana. Suara Sir Leon seolah menyuruhnya untuk tetap berada disana dan menyaksikan semuanya hingga tuntas.

“Kau sempurna, aku tahu sejak aku melihatmu. Ah!” Wanita itu berteriak, Silvana tidak tahu bagaimana ekspresi wajahnya tapi yang jelas gesture tubuh wanita itu benar-benar menandakan bahwa dia telah dimabuk oleh kenikmatan. Mereka terlihat saling terpuaskan satu sama lain dalam puncak gelombang yang diraih bersamaan.

Seluruh tubuh Silvana tergelitik lagi melihat adegan panas itu. Silvana tidak tahu siapa perempuan itu, tapi gadis itu iri mengingat betapa beruntungnya dia mendapatkan Sir Leon pada dirinya.

Sebelumnya Silvana memang tertarik pada dosennya dan sempat mengubur keinginannya mendekati pria yang lebih dewasa darinya itu. Tapi setelah ini sepertinya dia harus menarik kembali ucapannya untuk melupakan Sir Leon. Bahkan detik ini juga, Silvana merasakan adanya gelombang kecemburuan yang menerpa dirinya.

“Sangat hebat,” komentar si wanita. Ada sedikit desahan yang dibuat-buat disana.

“Aku hanya melakukan apa yang biasa aku lakukan,” balas Sir Leon. Suaranya lebih serak daripada biasanya, sekali lagi Silvana merasa perutnya melilit.

Silvana masih mengamati mereka, terutama Sir Leon yang kini sudah merayap mengambil sesuatu dari tas selempangnya yang ada dibawah kakinya. Mengeluarkan sebatang rokok dan juga pematiknya sekaligus. 

Pria itu menyalakan rokoknya. Wajah wanita yang menjadi teman mainnya sedikit buram karena penerangan yang minim. Tapi Silvana optimis bahwa wanita itu tidak lebih cantik darinya. Kenapa harus dia yang punya kesempatan seperti itu dengan Sir Leon yang dia kagumi?

Tapi perhatiannya teralihkan pada Sir Leon yang sedang mengulum rokoknya. Lalu menggerakan tangannya untuk mengambil rokok yang dia hisap dari mulutnya. Anehnya pergerakan kasual itu jadi terlihat sensual sekarang. Kenapa Silvana baru menyadari semua itu sekarang?

Belum lama kekaguman merajai, rasa panas oleh amarah mematiknya lagi. Terjadi tepat ketika Sir Leon dengan lembut meletakan rokok bekas mulutnya kepada wanita itu sembari menepuk kepalanya dengan penuh sayang. Seperti perlakuan yang pernah Sir Leon lakukan pada Silvana saat dia berhasil mendapatkan nilai sempurna dalam ujiannya yang super sulit.

“Kita akan bertemu lagi?” Wanita itu bertanya penuh harap, menghisap rokok yang diberikan oleh Sir Leon seolah takut rokok itu akan diambil kembali olehnya.

“Entahlah,” balas Sir Leon, pria itu menyelempangkan tasnya lagi ketubuh tegapnya dan kemudian berjalan kearah sebaliknya. Meninggalkan si wanita begitu saja. Silvana cukup beruntung dosen tampannya itu tidak mengambil jalan menuju kearahnya.

Tapi selepas dia pergi dan melihat wanita itu terkulai di gang sempit sambil menghisap rokok bekas Sir Leon membuat Silvana marah padanya tanpa alasan.

Dia merasa punya dorongan gila untuk mencabut rokok itu dari si wanita asing tersebut. Namun dia tahu, dia tidak mungkin melakukannya. Setelah semua adegan itu berakhir, pada akhirnya dia benar-benar memutuskan untuk melanjutkan perjalanan pulangnya yang tertunda.

Ini hari yang gila. Meski kakinya melangkah menuju kerumah, tapi pikirannya masih tetap berkelana pada setiap adegan yang dia lihat. Bahkan pada saat dia sampai didepan pintu rumahnya, masuk kedalam kamarnya. Gadis itu malah membayangkan dirinya yang ada diposisi wanita itu dan melakukannya dengan sang dosen.

Silvana sudah tidak waras, dia tahu. Baru siang tadi dia bilang bahwa Sir Leon menarik, malamnya dia malah mendapatkan pembuktian konkret. Padahal pagi tadi dia hanya senang membercandai Jiyya, dengan mengatakan pria yang lebih dewasa lebih berpengalaman. Pendapatnya tidak salah. 

“Tontonan macam apa yang aku lihat barusan? Dia benar-benar sangat hebat!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status