"Aku harus berubah kan? Tidak seharusnya aku sehancur ini padahal suamiku sedang bersenang-senang dengan wanita lain di luar sana." Gumam Flora. Matanya menatap lurus ke arah hamparan lautan yang luas seolah tiada memiliki ujung itu.
"Benar, kamu harus berubah. Jangan bodoh dengan menangisi pria murahan seperti Arifin."Flora menoleh. "Dan Mas berjanji akan membantuku membalaskan dendam, kan?"
Abian tersenyum lebar, dan mengangguk. "Tentu."
"Kenapa Mas seolah mendukungku untuk melakukan hal itu. sedangkan Arifin adalah saudaramu sendiri?" Tanya Flora. "Aku tidak mungkin mendukung orang yang salah. Flora. Sampai kapanpun. dengan apapun alasan nya, perselingkuhan tidak pernah di benarkan. Lagipula, kamu tahu benar apa alasanku melakukan hal ini bukan?" Tanya Abian sambil tersenyum kecil. "Bukankah kata Mas tadi perselingkuhan itu tidak dibenarkan? Kalau Mas mengajak aku selingkuh, bukankah artinya Mas sama murahan nya dengan suamiku?" Tanya perempuan itu membuat Abian terdiam seketika. Apa yang ditanyakan oleh perempuan itu memang benar. tapi hasrat nya untuk bisa memiliki Flora sudah benar-benar berada di ujung tanduk. Dia tidak mungkin melepaskan kesempatan yang sangat bagus ini. Bagi Abian. ini adalah kesempatan nya untuk bisa merayu Flora agar mau menerima nya dan menjalin hubungan. "Tapi sayang sekali bukan, kalau kamu setia tapi dia berselingkuh? Lalu untuk apa kamu setia sampai sebegitunya tapi hal itu tidak berarti apa-apa untuk suamimu." Ucap Abian sambil tersenyum menatap wajah cantik Flora. "Tidak adil jika kamu memberikan dia cinta yang tulus tapi yang dia berikan hanya rasa sakit. Flora." "Tapi...." "Sakit dibalas maaf itu tidak adil, Flora. Dari pada kamu terus bertahan. ada baiknya kamu membalas semua perbuatan Arifin. Jika dia bisa selingkuh di belakang mu, lalu kenapa kamu tidak?" Tanya Abian mengompori Flora. Perempuan itu terdiam, jujur saja iman nya mulai goyah mendengar ucapan-ucapan meyakinkan yang di ucapkan oleh Abian. "Diamlah. Mas. Saat ini aku sedang tidak ingin membahasnya." "Baiklah, aku tunggu jawabanmu. Pikirkan dengan baik-baik, Sayang." "Jangan memanggilku seperti itu, Mas." Ucap Flora membuat Abian tersenyum ketika melihat wajah perempuan itu yang memerah. "Kenapa? Apa karena Arifin tidak pernah memanggilmu seperti itu? Tidak perlu khawatir, mulai saat ini aku yang akan selalu memanggilmu dengan panggilan sayang." "Cukup. Mas." "Haha, baiklah. Sudah cukup tenang? Bagaimana kalau kita makan lalu pulang?" Ajak Abian. "Boleh, Mas." "Kamu mau makan apa?" "Bakso atau mie ayam, boleh?" jawab Flora lirih. Abian pun menganggukan kepalanya mengiyakan.Dia dengan senang hati menuruti apapun yang diinginkan oleh Flora. Hitung-hitung, ini adalah salah satu langkahnya untuk membuat Flora jatuh ke dalam pelukan nya.
"Bayarannya cium, gimana?" tanya Abian membuat Flora mendelik.Dia refleks memukul lengan besar Abian, tapi bukannya marah atau pun meringis kesakitan, justru pria itu malah terkekeh.
"Aku hanya bercanda, Sayang. Tapi kalau kamu mau. aku dengan senang hati menerimanya." Jawab Abian sambil menaik turunkan alisnya dengan genit. "Maaassss!" "Hahahah, iya iya. Ayo aku traktir bakso sama mie ayam." Jawab Abian sambil tersenyum kecil.Dia pun tanpa ragu menggandeng tangan Flora seolah tidak ada kecanggungan sama sekali. Dari pada ke arah adik ipar, Abian memperlakukan Flora lebih seperti pada kekasihnya.
Malam harinya. Flora dan Abian pun pulang ke rumah dengan menggunakan mobil sedan mewahnya itu. Pria itu keluar lebih dulu dan tak lama kemudian di susul oleh Flora yang juga ikut keluar dari dalam mobil dengan membawa kresek berisi makanan. Perempuan itu mengekor dengan langkah perlahan. Hatinya sudah merasa risau karena takut dengan kemarahan ibu mertua juga iparnya. Kedua mata perempuan itu melirik ke arah garasi, di sana sudah ada kendaraan beroda dua milik suaminya. Motor yang tadi dia gunakan untuk membonceng seorang wanita dan berhenti di penginapan. Tiba-tiba saja hatinya terasa sesak dan setetes cairan bening menetes begitu saja tanpa bisa di cegah sama sekali. Abian yang sadar kalau Flora tidak ada di belakangnya pun berbalik dan melihat Flora tengah berdiri sambil menatap kendaraan roda dua milik kembarannya yang terparkir dengan rapih di garasi. Artinya, pria itu sudah pulang. "Jangan terus meratapi yang sudah terjadi. Flora. Kamu hanya perlu berubah, jangan takut untuk melawan jika dia berbuat kasar padamu. "M-mas, apa aku bisa? Rasanya sangat sakit ya." "Aku yakin kau pasti kuat dan mampu menghadapi semua ini. jangan khawatir aku ada di sampingmu. Ucap Abian sambil menepuk pelan pundak Flora, lalu menarik tangan perempuan itu masuk ke dalam rumah. Ternyata, kedatangan keduanya sudah di tunggu oleh seluruh penghuni rumah. termasuk Arifin yang menatap tajam istrinya. "Tegakkan kepalamu, Folra. Ingat. jangan takut. Kau harus berubah!" Ucap Abian lirih.Zahra masih saja setia menunduk, tidak berani menatap pria paruh baya yang sejak tadi menatapnya dengan sorot tajam. Zahra sangat takut, takut sekali, di saat seperti ini dia membutuhkan perlindungan dari papinya. Tapi, Papi sudah bahagia di sisi Tuhan sekarang. Maka itu, yang Zahra lakukan adalah saling meremas kedua tangannya satu sama lain. "Tinggalkan putraku, saya mohon padamu untuk kali ini. Biarlah kau anggap saya ini sebagai ayah yang egois. Tapi, saya melakukan ini demi kebaikan dan keselamatan putraku," ujar Abian dengan suara beratnya. Menatap Zahra yang masih menunduk. Tidak dapat melihat dengan jelas bagaimana raut wajah gadis itu. "Kalian tidak bisa bersama." Abian menahan napasnya. "Masa lalu Papi mu akan selalu menghantuimu meski dia sudah meninggal. Mereka tidak akan pernah puas sebelum membuatmu mati. Karena keturunan dari almarhum Marion harus mati ditangan mereka, demi membalaskan dendam. Musuh-musuh Papi mu terlalu banyak. Hanan akan terus terancam bila berad
Sepuluh bulan kemudian. "Dad, Hanan nggak apa-apa, kan?" Hanin yang baru saja tiba dengan mommynya di rumah sakit, langsung saja memberondong daddynya dengan pertanyaan. Hanin rasanya ingin pingsan kala mendengar apa yang menimpa kembarannya itu. Tapi, Hanin harus kuat karena ada mommynya yang lebih syok saat mendengar kembarannya di serang. Dan, itu di luar jangkauan dari daddynya. Semenjak SMA dan Hanan pandai beladiri. Kembaranya itu meminta dengan sendirinya untuk tidak ada pengawal yang lagi menjaganya dari kejauhan. Hanan merasa bisa menjaga dirinya sendiri, maka itu meminta Daddynya membayar pengawal untuk menjaganya dan Hendra saja bila di luar rumah. Namun, kembarannya itu sudah sok jagoan sekali. Tapi, ujung-ujungnya berakhir seperti ini. Abian yang ditanya putrinya itu menggeleng pelan. Wajahnya pucat pasi bak mayat sekarang. Di melihat dengan mata kepalanya sendiri, ada dua bekas tusukan yang di dapat putranya itu. Dia terus berdoa dalam hati dan terus meminta pada Tu
"Rumah lo di mana?" tanya Hanan setelah itu. "Ntar Zahra kasih tahu jalannya. Hanan lurus aja dulu, nanti ada pertigaan baru belok kiri," jawab Zahra agak kuat takut Hanan tidak mendengar bila suaranya kecil. "Ok." Hanan mengangguk pelan. Matanya kembali menatap ke arah spion. Saat tiba dipertigaan, dia langsung berbelok kiri dan benar saja mobil di belakang sana ikut belok juga. Hanan menyeringai lebar. "Kayaknya mereka mau main-main sama gue, nih," batinnya. Hanan pernah mengalami siatusi seperti ini. Saat itu ada Pak supir yang ahli mengelebui orang-orang yang menguntit mobil mereka. Maka dari itu juga Hanan belajar juga. "Zahra!" panggilnya. "Ya?" "Pegangan yang kuat!" ucap Hanan. "Eh, kenapa?" Zahra melotot kecil. Dia malah malu ketika mau memeluk Hanan. Yang tadi hanya spontan saja. Zahra tidak mau mengulangi hal seperti itu lagi. Tapi, kali ini dia langsung berpegangan pada ujung jaket Hanan tanpa memeluk Hanan. "Pokoknya pegangan yang kenceng, ya!" Hanan mewanti
Sebagai teman yang baik. Zahra membawakan buah tangan untuk menjenguk Hanin. Dia sempat mampir ke toko roti dan toko buah sebelum pergi ke rumah Hanin. Gadis itu dengan perasaan riangnya menjenguk Hanin yang sejak pagi sudah tidak dia temui. Rasanya Zahra rindu, karena saat bersama Hanin, dia merasa aman karena Hanin selalu melindunginya kapanpun. Zahra juga dapat merasakan sosok kakak bila di samping Hanin. Mobil Zahra yang baru tiba di depan gerbang rumah Hanin langsung terhenti karena pintu gerbangnya tak dibukakan sama sekali. Zahra langsung membuka kaca jendelanya untuk meminta sang satpam membuka gerbang di depan sana. Namun, satpam itu malah menolaknya. "Zahra ini teman Hanin lho, Pak." Zahra menghela napas pelan dengan bibir mengerucut. "Zahra ke sini juga mau jenguk Hanin yang lagi sakit. Zahra pun udah pernah datang ke sini. Pak satpam nggak kenal sama Zahra, ya?" todongnya dengan jari telunjuknya. "Maaf, Nona.
Meski Hanin sering berisik dan suka berteriak tidak jelas. Bila jatuh sakit seperti ini, mansion akan terasa sepi sekali. Baik Hendra dan Hanan merasakan kehilangan, Hanin yang biasanya aktif dan lincah ke sana kemari kini terbaring lemah di kasur empuknya dengan handuk kecil di dahinya. Hanin jatuh sakit setelah traumanya kembali, hal ini terjadi untuk pertama kalinya setelah Hanin melihat lelaki yang mirip Arifin itu lagi. Hanan pun menceritakan semuanya pada sang mommy, sehingga Flora menyarankan Abian untuk membawa putri mereka ke konseling psikologi. Agar trauma Hanin tidak semakin parah nantinya. Dan, pagi ini Hanan berangkat ke sekolah seorang diri. Rasanya tidak enak sekali karena tidak ada Hanin di sampingnya. Tidak ada Hanin yang merecokinya, tidak ada yang menggodanya dengan suara cempreng nan mengesalkan itu. Hanan mendesah pelan, walau dirinya terlihat cuek dari luar, tetap saja dia merasa khawatir dengan Hanin. "Lho, tumben Hanan datang se
Tanpa disadari dua gadis itu. Hanan sejak tadi memperhatikan mereka, mendesah pelan, Hanan kembali teringat dengan pembicaraan Daddy dan Mommynya kemarin malam. Saat itu Hanan tidak sengaja mendengar semuanya. Dia penasaran dengan alasan dari Daddynya itu sehingga memutuskan untuk menguping, meski itu adalah tindakan tidak sopan. Hanan pun perlahan bisa mengerti akan kecemasan Daddynya itu, sehingga memberikan ide dan jalan keluar padanya dan juga Hanin agar keduanya tetap bisa berteman dengan Zahra. "Demen lo sama Zahra?" Hanan langsung menoleh ke arah teman satu mejanya, ternyata dia ketahuan menatap kembarannya dan Zahra. Pemuda itu menyeringai lebar, menjadikan Hanan mendengkus pelan melihatnya. Raut wajahnya masih datar dan tidak niat membalas ucapan temannya tadi. "Zahra cantik kok, nggak masalah lo naksir sama dia. Artinya lo itu normal Pak ketua," seloroh pemuda di sebelah Hanan itu lagi. Hanan kembali mendengkus. T