Btw, siapa nih kira-kira yang bakal menang? Bryan or Derren? Sama-sama punya duit, sama-sama punya kuasa :(
Sore hari, Bryan pulang ke rumah dengan wajah yang berseri-seri. Hal itu membuat Nina penasaran.“Ada kabar baik, Mas?” tanya Nina.Bryan menatap istrinya dengan senyum merekah dari bibirnya. Dia lalu mengangguk pelan. “Iya, sayang. Tadi siang aku sudah mengakui semuanya kepada Pak Darsa. Dan kamu mau tau apa respon beliau?”“Apa responnya, Mas? Apa dia marah?” tanya Nina lagi, dengan perasaan sedikit khawatir.Bryan menggeleng. “Tidak dong. Pak Darsa justru berlapang dada. Dia mau memaafkan aku dan kami memilih untuk berdamai. Sekarang kasus ini benar-benar sudah selesai, sayang. Jadi tidak ada lagi yang perlu kamu cemaskan.”Nina menarik napas lega. “Syukurlah, Mas. Aku ikut lega mendengarnya.”“Huum. Aku juga lega banget sekarang karena gak ada lagi yang aku tutup-tutupi darinya.”Bryan lalu mengajak Nina un
Bryan menggelengkan kepalanya pelan. Merasa bersalah atas hasutan setan yang terlintas di pikirannya barusan. ‘Aku tidak boleh seperti ini. Aku ingin tobat, bukannya mencari masalah baru’.“Jadi apa yang mau kamu katakan, Bryan?” tanya Darsa dibuat semakin penasaran.Bryan mengambil napas panjang, berusaha menguatkan mentalnya sendiri.“Jadi begini, Pak. S-sebenarnya, sebenarnya saya telah….” Bryan menggantungkan kalimatnya. Rasanya tidak sanggup untuk berkata jujur.“Sebenarnya kamu kenapa, Bry? Apa yang telah kamu perbuat?”“Saya yang membunuh Melissa, Pak. Dan di sinilah saya membuang potongan tubuhnya,” sahut Bryan.Sontak saja hal itu membuat Darsa terkejut setengah mati mendengar pengakuan Bryan. Dan yang membuatnya lebih syok berat ketika mendengar kata ‘potongan tubuh’.“Jadi memang benar k
Suasana pagi hari ini penuh dengan hawa dingin yang sangat menusuk batin. Sekujur raga terbelenggu dalam dinginnya cuaca saat ini. Langit berhias kabut tebal yang mampu mendekap seluruh jiwa. Detik ini, Bryan tak kunjung bangun. Entah mengapa rasanya malas sekali untuk memulai hari. Pria itu masih tenang bergelung di balik selimut tebalnya demi menghangatkan tubuh.Nina yang sudah lebih dulu terbangun dari Bryan langsung menuju dapur. Niatnya ingin memasak menu favorit sang suami dan anak-anaknya pada sarapan hari ini. Walaupun ada pembantu di rumah, tak sekali pun Nina meminta bantuan mereka lagi dalam urusan masak-memasak.Wanita itu mulai beraksi di dapur, memperhatikan stok bahan yang tersedia.“Dingin-dingin begini, enaknya makan yang hangat-hangat kali ya,” ucap Nina bermonolog. “Oke deh, aku buat sup miso saja kalau gitu.”Singkat cerita, Nina pun menyelesaikan satu per satu makanan
“Maaf, sebelumnya, Pak. Apa tidak sebaiknya kita memesan makanan dulu?” tawar Bryan. Dia lalu memanggil pelayan yang berdiri di pojok ruangan untuk membawakannya buku menu.“Saya tidak pesan makan. Minum saja sudah cukup,” kata Darsa.“Saya jadi tidak enak kalau begini. Padahal Bapak sudah rela-rela meluangkan waktunya demi bertemu dengan saya.”“Tidak masalah, Bryan. Niat awal saya memang untuk membantu kamu. Bukannya mendapat traktiran makan di restoran mahal ini,” ucap Darsa kekeh menolak tawaran Bryan.Akhirnya mereka berdua pun hanya memesan kopi yang akan mereka nikmati sembari berbincang nantinya.Suasana restoran lumayan riuh. Tapi tidak dengan suasana di meja mereka. Cukup lama Bryan membungkam mulut. Begitu pun dengan Darsa yang hanya berdiam diri, menantikan lawan bicaranya membuka suara lebih dulu.“Pak Darsa. Sebenarnya saya ingin curhat sedikit mengenai pekerjaan saya,” ucap Bryan yang akhirnya bersuara.Darsa lantas meresponnya dengan cepat. “Iya, silakan. Saya akan mend
Tujuh hari terlewati, Bryan selalu mendapatkan kabar dari karyawannya mengenai saham perusahaan yang kian menurun tiap harinya. Tidak hanya itu, Bryan bahkan mendapat informasi dari cabang perusahaannya, bahwa ada pekerjanya yang melakukan penggelapan dana.“Astaga, apa lagi ini?” keluh Bryan yang membaca laporan dari sekretarisnya.“Perusahaan kita rugi 90 milliar, Pak. Karena kinerja perusahaan kita dinilai tak konsisten oleh konsumen. Apalagi sekarang perusahaan Royal Group milik Pak Derren itu secara terang-terangan menyaingi kita. Dan saya mendapatkan kabar dari seseorang, bahwa Pak Derren diam-diam telah ‘menculik’ para investor perusahaan kita.”“Huh, sialan! Ada apa sih dengannya? Kenapa dia justru menusuk kita dari belakang? Dari yang awalnya dia berniat menjadi investor, malah dia yang menculik para investor kita.”“Mungkin saja yang kemarin-kemarin itu memang iseng, Pak. Saya curiganya sih, Pak Derren dari awal memang tidak ada niatan sama sekali untuk bekerja sama dengan p
Bryan kembali ke kantornya dengan perasaan penuh amarah.‘Bisa-bisa turun saham perusahaanku kalau begini ceritanya!’ batin BryanBaru saja tiba di ruang kerjanya, salah satu karyawannya langsung mengetuk pintu dan masuk tanpa izin Bryan.“Jadi bagaimana, Pak? Kerja sama perusahaan kita dengan perusahaan Royal Group tetap berjalan kan, Pak?”Bryan pusing. Tidak ingin berbicara kepada siapa pun. Dengan gerakan jarinya, dia menyuruh karyawannya itu agar keluar.“Baiklah, Pak. Maaf sudah mengganggu,” ucap si karyawan lalu pamit.Di dalam kesendiriannya, Bryan bertanya-tanya di dalam hati. Dia ingin tau mengapa Derren tiba-tiba membatalkan rencana kerja sama mereka. Padahal sebelumnya, Derren sangat yakin dengan rencana proyek yang akan mereka jalankan bersama.“Apa jangan-jangan ada yang mempengaruhi Pak Derren ya? Tapi siapa? Apa ada seseorang yang tidak suka jika perusahaanku bekerja sama dengan perusahaan Pak Derren?” Bryan berpikir keras. Namun tentu saja dia tidak menaruh curiga sam