Share

BAB 119

Author: Kak Upe
last update Last Updated: 2025-08-26 22:25:18

Dengan perasaan hampa dan getir, Gilea menjalani hari-hari pemulihannya di dalam kamar rumah sakit yang terasa seperti penjara mewah. Setiap pintu dan jendela seakan mengatup, mengurungnya dalam kesedihan yang tak terperi.

Bumi, dalam upayanya yang terlihat seperti penebusan dosa, telah mengatur penjagaan ketat. Tak seorang pun boleh masuk atau keluar kecuali tenaga medis. Bahkan Gilea sendiri tidak diizinkan keluar dari kamarnya. Setiap kali ia mengungkapkan keinginan untuk menikmati udara segar atau sekadar melihat matahari, permintaannya selalu ditolak mentah-mentah.

Bumi datang setiap hari, selalu membawa setangkai bunga atau makanan favorit Gilea, yang selalu berakhir tak tersentuh di meja samping tempat tidur. Maria pun kerap menyertainya, dengan senyum simpatik yang justru membuat Gilea mual.

Namun Gilea sudah memutuskan. Dinding yang ia bangun bukan hanya dari batu bata, tapi dari kekecewaan dan kebencian yang membaja. Setiap kali Bumi masuk, ia memalingkan wajahnya ke tembok,
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Pemuas Hasrat Sang Presdir   BAB 119

    Dengan perasaan hampa dan getir, Gilea menjalani hari-hari pemulihannya di dalam kamar rumah sakit yang terasa seperti penjara mewah. Setiap pintu dan jendela seakan mengatup, mengurungnya dalam kesedihan yang tak terperi.Bumi, dalam upayanya yang terlihat seperti penebusan dosa, telah mengatur penjagaan ketat. Tak seorang pun boleh masuk atau keluar kecuali tenaga medis. Bahkan Gilea sendiri tidak diizinkan keluar dari kamarnya. Setiap kali ia mengungkapkan keinginan untuk menikmati udara segar atau sekadar melihat matahari, permintaannya selalu ditolak mentah-mentah.Bumi datang setiap hari, selalu membawa setangkai bunga atau makanan favorit Gilea, yang selalu berakhir tak tersentuh di meja samping tempat tidur. Maria pun kerap menyertainya, dengan senyum simpatik yang justru membuat Gilea mual.Namun Gilea sudah memutuskan. Dinding yang ia bangun bukan hanya dari batu bata, tapi dari kekecewaan dan kebencian yang membaja. Setiap kali Bumi masuk, ia memalingkan wajahnya ke tembok,

  • Pemuas Hasrat Sang Presdir   BAB 118

    Mata Gilea terbuka perlahan, seberat tirai besi yang diangkat. Setiap tarikan napas terasa asing dan berisik, dibantu oleh selang oksigen yang menusuk hidungnya. Dunia di sekelilingnya masih buram, cahaya lampu temaram menyilaukan matanya yang sensitif. Dalam pandangannya yang kabur, sebuah siluet familiar terlihat. Bumi, tertidur di kursi di samping ranjangnya, kepalanya menunduk lelah, wajah yang biasanya tegar kini tampak lesu dan penuh beban."Bee?" panggilnya dalam hati, suara hatinya sendiri terdengar lirih dan jauh. Tapi sebelum kesadarannya sepenuhnya pulih, kegelapan kembali menyapunya, menariknya ke dalam lelap yang tanpa mimpi.Hari-hari berikutnya adalah potongan-potongan kesadaran yang terputus. Gilea perlahan menyadari bahwa dia telah dipindahkan dari ruang ICU atau ruang pemulihan pascabedah (Post-Anesthesia Care Unit/PACU) ke sebuah kamar rawat inap yang lebih tenang. Tubuhnya terasa hampa, ringkih, dan ada rasa sakit tumpul yang menggerogoti perutnya. Lalu, dalam kehe

  • Pemuas Hasrat Sang Presdir   BAB 117

    Habis sudah air mata Gilea untuk Bumi. Perkataan Bumi yang dengan mudahnya menyematkan kata "anak haram" untuk buah cinta mereka telah memadamkan lentera cinta terakhir yang masih berkedip lemah di hatinya. Yang tersisa kini hanyalah abu dingin dan kebencian yang membara, sebuah kebencian yang begitu pekat hingga mungkin tak akan pernah menemukan jalan untuk kembali.Dengan kepala tegak dan mata yang menyala oleh api kemarahan yang pahit, Gilea memandang Bumi. "Kau tidak perlu bersusah payah melakukan tes DNA atau apapun itu, tuan Nathan Aldian Bumi Wicaksono," ucapnya lantang, suaranya dingin dan tajam seperti beling, sengaja menantang dan melukai ego Bumi yang sudah membengkak. "Anak ini memang bukan anakmu. Dia adalah anak ku dan Daniel."Ucapan itu adalah sebuah bom bunuh diri. Gilea sangat tahu konsekuensinya. Dia bisa melihat bayangan kekerasan dan pembalasan dendam di mata Bumi yang membelalak. Tapi rasa sakit yang diucapkan Bumi lebih menyiksa daripada rasa takut akan kekerasan

  • Pemuas Hasrat Sang Presdir   BAB 116

    Perkataan Maria menggantung di udara, manis namun beracun, menusuk-nusuk gendang telinga Gilea. "Perkataan ku benar kan, Bee? Ini sekaligus bisa menjadi solusi bagi aku yang tidak ingin melahirkan. Aku tidak perlu repot-repot hamil dan merasakan semua rasa sakit itu. Kita tinggal besarkan bersama anak Gilea." Ucapnya dengan manja bak anak kecil, sambil berayun-ayun seperti anak monyet di lengan Bumi, memamerkan kemenangannya.Bumi tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya diam, seperti sebuah patung yang tegang. Namun, matanya tidak melihat pada Maria yang sedang merajuk. Bola matanya yang gelap menatap lurus, menusuk, dan menyelidik ke arah Gilea.Setiap detik keheningan itu terasa seperti siksaan. Gilea merasa seluruh udara di ruangan itu mengental, membuatnya sulit bernapas.Rasa mual yang biasa datang karena kehamilannya, kali ini dipicu oleh rasa jijik yang mendalam. Dadanya sesak, dipenuhi oleh kekecewaan yang begitu pahit sampai-sampai lidahnya terasa kelu. Dia tidak kuat lagi berada

  • Pemuas Hasrat Sang Presdir   BAB 115

    Pagi itu, Gilea terbangun dengan perasaan sesak yang lebih menyiksa daripada mual kehamilannya. Matanya yang sembab dan berat terbuka, menatap langit-langit kamar mewah yang dulu menjadi saksi bisu segala bahagia dan laranya.Setiap sudut ruangan ini adalah kenangan. Di ranjang besar itulah dia pertama kali merasakan sentuhan Bumi, di balkon itulah mereka berbagi mimpi, di lantai marmer itulah air matanya kerap menetes diam-diam. Hanya kuman yang tak tampak mata saja mungkin yang tak menyimpan kenangannya bersama pria berotak udang itu.Gilea menarik nafas sedalam yang dia bisa. Sulit memang sebab ia merasa udara terasa pekat, dipenuhi bayang-bayang masa lalu yang seharusnya sudah mati. Ini sungguh membuatnya tidak bisa bernapas.Dengan susah payah, dia mendorong tubuhnya yang berat untuk bangkit. Dia harus keluar dari sini. Bahkan kalau memingkinkan bukan hanya dari kamar ini, tapi dari kehidupan Bumi, dari jerat mansion megah yang terasa lebih pengap daripada penjara mana pun.Tapi

  • Pemuas Hasrat Sang Presdir   BAB 114

    "Aku mengkhianatimu?" Gilea tertawa getir, sebuah suara yang hampa dan menyakitkan. "Hanya karena sebuah postingan anonim kau sanggup tidak mau mendengarkan apapun lagi dariku. Kau juga sanggup tidak berusaha mencariku. Jika rasa percaya itu masih belum ada di hatimu, untuk apa kau membawaku pulang? Apa hanya untuk melayani kebutuhanmu di ranjang? Apa kau ingin aku kembali pemuas hasratmu tuan presdir? Apa wanita itu tidak bisa melakukannya lebih baik dari pada aku?" Sebuah statement penutup yang sangat menohok, yang terlontar dengan sangat sempurna ke dalam hati Bumi.Entah karena Bumi mulai menyadari kesalahannya, sehingga setiap kata yang keluar dari mulut GIlea terasa bagaikan pukulan.Bumi menggigit bibirnya sampai berdarah. Dia ingin berteriak mengatakan bahwa dia tidak pernah menganggap Gilea hanya sebagai wanita pemuas hasratnya semata! Itu tidak benar! Andaikan Gilea tahu jika Bumi mencintainya sampai gila dan tidak bisa hidup tanpa nya, akankah semua jadi berbeda?Tapi say

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status