LOGINRencana besar itu akhirnya memasuki fase eksekusi. Setelah bermingu- minggu menyusun strategi, tim kecil yang terdiri dari Gilea, Daniel, Damian, dan Vino kini siap menjalankan aksi mereka. Semuanya bergantung pada timing yang sempurna dan keluguan Bumi.Awalnya, segalanya berjalan sesuai skenario. Gilea mulai berpura-pura mengalami pendarahan ringan di mansion, cukup untuk membuat khawatir tetapi tidak sampai menimbulkan kepanikan berlebihan. Seperti yang diperkirakan, Bumi langsung panik. Dia mengingat betapa traumatisnya pengalaman kehamilan pertama Gilea, dan ketakutannya akan kehilangan Gilea membuatnya mengambil keputusan cepat."Kita harus ke rumah sakit sekarang!" seru Bumi, wajahnya pucat melihat kondisi Gilea yang terlihat lemah.Gilea, dengan akting yang sempurna, hanya mengangguk lemah, membiarkan dirinya digendong oleh Bumi menuju mobil. Seperti yang telah diprediksi oleh tim, Bumi membawanya ke rumah sakit keluarga Wicaksono yang paling dekat dan paling mewah - tepatnya
Usaha Gilea meyakinkan setiap orang ternyata tidak sia-sia. Bukitinya pertemuan rahasia itu berlangsung di sebuah gudang tua milik keluarga Daniel yang sudah tidak terpakai, tersembunyi di pinggiran kota. Di dalamnya, berkumpullah empat orang. Mereka adalah Gilea yang wajahnya pucat namun matanya berapi-api, Daniel dengan bayangan kelelahan di pelupuk matanya, Damian dengan ketenangan yang menyimpan kekhawatiran, dan Vino yang masih tampak gelisah namun berusaha terlihat baik-baik saja.Mereka duduk melingkar di sekitar meja kayu sederhana, diterangi oleh lampu tempel yang menggantung di langit-langit. Udara di dalam gudang terasa pengap, sepadan dengan beban yang mereka pikul."Kita semua sudah setuju untuk membantu Gilea," buka Daniel, memecah keheningan. "Tapi kita bukanlah orang-orang bodoh. Kita tahu Bumi seperti apa. Jika Gilea menghilang begitu saja, kita bertiga akan menjadi target utama kemarahannya. Dan dia punya sumber daya untuk menghancurkan kita semua."Damian mengangguk
Setelah pertemuan rahasianya dengan Damian, hati Gilea dipenuhi oleh sebuah harapan baru, namun juga kecemasan yang tak kunjung reda. Damian belum memberikan jawaban pasti, dan waktu baginya terus berdetak bak bom waktu. Daniel, dalam pesan singkatnya melalui nomor rahasia, terus mendesaknya untuk segera menemui Vino."Vino adalah saudaranya. Dia satu-satunya yang bisa menembus tembok pertahanan Bumi dari dalam," begitu kira-kira pesan Daniel.Mendekati Vino adalah tantangan yang berbeda. Sebagai adik kandung Bumi, Vino memiliki akses dan kedekatan emosional yang tidak dimiliki siapapun. Tapi dia juga dikenal dengan sifatnya yang impulsif dan mudah terbawa emosi. Satu kesalahan kata bisa berakibat fatal.Kesempatan itu datang ketika Bumi harus melakukan perjalanan dinas singkat selama dua hari ke luar kota untuk menangani masalah besar di salah satu proyek propertinya. Ini adalah kesempatan emas. Malam setelah kepergian Bumi, Gilea mengirim pesan kepada Vino, memintanya untuk datang k
Nama Damian selalu muncul dalam benak Gilea sebagai sebuah opsi yang hampir mustahil. Sepupu Bumi ini dikenal sebagai sang "penengah" dalam segala hal—seorang yang bijaksana, jarang terlibat konflik, tetapi sangat disegani karena integritasnya. Mendekatinya adalah sebuah risiko, namun setelah penolakan halus dari Daniel, Gilea merasa ini adalah satu-satunya jalan.Dia menyusun rencana dengan hati-hati. Sebuah acara amal untuk yayasan anak-anak yang diselenggarakan oleh keluarga Wicaksono menjadi kesempatan sempurna. Bumi, yang sedang sibuk dengan launching anak cabangnya di salah satu kota, setuju untuk tidak hadir dengan syarat Gilea ditemani oleh dua pengawal lengkap. Maria, yang biasanya selalu ingin ikut, kali ini mengeluh pusing dan memilih tinggal di mansion. Gilea hampir bersyukur untuk itu.Gaun hamilnya yang longgar dan berwarna lembut membuatnya terlihat rapuh dan tidak mengancam. Dia sengaja memilih penampilan itu—sebuah strategi untuk menarik simpati.Acara berlangsung mer
Keesokan harinya, Gilea tidak bisa tinggal diam. Kegelisahan membuatnya bagai duduk di atas bara. Janji temu dengan Daniel di kafe playgroup adalah satu-satunya hal yang dia pikirkan. Dia harus bertemu lagi, harus mendesaknya, harus mendapatkan jawaban. Kali ini, dia menggunakan alasan ingin membeli perlengkapan bayi lebih awal. Bumi, yang masih diliputi rasa bersalah dan ketegangan setelah insiden dengan Maria dan Rene, hanya mengangguk lemas. Pengawasannya terhadap Gilea dilipatgandakan, tetapi Gilea sudah seperti orang yang terdesak—dia lebih berhati-hati dan licin.Pertemuan mereka kali ini terjadi di sebuah taman kecil yang tersembunyi di belakang kawasan Doney, jauh dari keramaian dan mata-mata Bumi yang mungkin mengintai. Daniel datang dengan Aluna dalam gendongan depan, wajahnya masih memancarkan kelelahan dan kecemasan yang sama seperti kemarin."Kau mengambil risiko besar dengan menemuiku lagi, Gilea," itu adalah kalimat pertama Daniel, suaranya rendah dan waspada. Matanya t
Matahari pagi menyinari taman bermain di lantai dasar mall Andersta, menciptakan bayangan panjang dari pepohonan palsu dan mainan warna-warni. Suara tawa riang anak-anak dan celotehan mereka memenuhi udara, sebuah simfoni kehidupan yang begitu kontras dengan kekosongan dalam diri Gilea. Dia duduk di sebuah bangku kayu, tangannya tak henti-hentinya mengelus perutnya yang membesar. Setiap tendangan kecil dari calon bayinya terasa seperti pengingat akan tujuan beratnya di sini.Hari ini, dia meninggalkan mansion dengan alasan kontrol rutin ke dokter. Bumi, yang masih tampak tegang setelah insiden dengan Maria, hanya mengangguk dan mencium keningnya, dengan pesan singkat, "Hati-hati, sayang. Telepon aku jika ada apa-apa." Rasa bersalah menusuk Gilea, tetapi dia tepis perasaan itu. Dia tidak bisa lemah sekarang.***Gilea sudah tiga kali mengunjungi playgroup ini, dan tiga kali pula dia pulang dengan tangan hampa. Tapi hari ini, nalurinya berkata lain. Hari ini adalah harinya.Dan ternyata







