Home / Young Adult / Pemuas Hasrat Sang Presdir / SENYUMAN YANG MENGGANGU

Share

SENYUMAN YANG MENGGANGU

Author: Kak Upe
last update Last Updated: 2025-06-15 23:31:52
"Kak, aku lapar." Rengek Joanna lagi karena Damian tetap tidak memperdulikannya. Ia menggoyang-goyangkan tangan Damian lebih keras.

"Iya! Sabar ya Joanna! Aku sedang berbicara dengan Gilea. Sabarlah sebentar. Jika kau tidak bisa menahan rasa laparmu, kau bisa pergi duluan ke cafe." Damian yang merasa terusik dengan rengekan Joanna akhirnya memuntahkan kata-kata indah dari lubuk hatinya terdalam.

Ia tersenyum paksa ke arah gadis itu. Mau bagaimana pun, gadis ini tetap adik bosnya. Jadi, dia harus tetap hormat.

Melihat reaksi Damian, Joanna memandang kesal pada Gilea. Ia mendengus. "Sial! Gara-gara wanita murahan ini, kak Damian membentakku! Aku tidak akan membuat perhitungan denganmu nanti Gilea! Tunggu saja!" Batin Joanna.

Gilea menyadari pandangan buruk Joanna padanya. Cepat-cepat dia berniat untuk mengakhiri pembicaraannya dengan Damian.

"Maaf tuan Damian, sebaiknya saya menuju meja kerja saya dulu." Tunjuk Gilea pada meja kosong yang tak begitu jauh dari tempat mereka bicara, "Ada b
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Pemuas Hasrat Sang Presdir   BAB 219

    Kota Osaka terasa seperti sedang menahan napas ketika malam semakin menebal. Lampu lampu dari jalanan memantul ke dinding hotel seperti serpihan cahaya yang ingin masuk namun tertahan kaca tebal. Di kamar penthouse, Bumi duduk di depan deretan layar yang menampilkan setiap sudut aktivitas Elena.Ia tidak bergerak.Tidak berkedip.Tatapannya tetap.Sampai akhirnya ia berkata pelan kepada Max yang berdiri di sampingnya.“Max, aku ingin tahu siapa dua bocah itu.”Max menunggu penjelasan.“Mereka memanggil Elena dengan sebutan mommy. Mereka tidak disebutkan dalam kontrak. Dan usia mereka… cocok dengan waktu terakhir aku bersama Gilea.”Max menarik napas pelan. “Baik, Tuan. Apa yang perlu saya lakukan?”“Aku ingin kau cari tahu dari mana mereka datang. Siapa nama lengkap mereka. Catat tanggal lahirnya. Dan… dapatkan sampel DNA. Lakukan tanpa membuat mereka sadar.”Max sedikit mundur karena terkejut. Bukan karena perintah itu sulit, tetapi karena ia tahu apa arti kalimat berikutnya.Bumi me

  • Pemuas Hasrat Sang Presdir   BAB 218

    Osaka pagi itu terasa seperti kota yang ingin memeluk dan menelan di saat yang sama. Udara dingin menempel di kulit Elena saat ia dan Daniel berjalan menuju ruang mural. Gedung pameran itu tinggi dan putih, seperti kanvas raksasa yang menunggu disakiti dan disembuhkan oleh warna cat.Daniel membuka pintu studio sambil berkata pelan, “Hari ini kamu hanya bertemu kurator jam empat. Setelah itu ruangan kosong.”“Bagus,” balas Elena sambil mengatur meja catnya. “Aku butuh cahaya sore untuk bagian tengah.”Daniel tersenyum kecil. “Kalau butuh apa apa, panggil aku. Aku tidak akan jauh.”Saat Daniel keluar, ruang itu kembali sunyi. Elena naik tangga kecil yang disediakan panitia, mengusap permukaan dinding yang masih polos. “Baiklah,” gumamnya. “Mari kita mulai.”Ia tidak tahu bahwa di sudut atas ruangan, sebuah kamera kecil tak lebih besar dari kancing baru saja menangkap gambar pertamanya. Lensa itu tidak berkelip. Tidak bersuara. Hanya menatap.Dan di kamar hotel yang Elena percaya masih

  • Pemuas Hasrat Sang Presdir   BAB 217

    Hari hari setelah kontrak ditandatangani berjalan tanpa dentuman besar. Tidak ada kunjungan mendadak, tidak ada pengawasan di sudut lorong, atau tidak ada kehadiran yang mengintai dari kejauhan seperti yang Elena takutkan. Hanya email, panggilan singkat, dan jadwal yang disampaikan melalui Max kemudian diteruskan oleh Daniel.Seolah Bumi benar benar menghormati syarat yang telah Elena tetapkan.Atau jangan-jangan, ia hanya sedang menunggu waktu yang tepat.Tidak ada yang tahu pasti. Tapi yang pasti, selama beberapa minggu itu, Elena kembali bekerja dengan ritme yang teratur. Studio, cat, kanvas dan anak anak adalah lingkaran kecilnya. Ia tidak pernah merasa aman sepenuhnya namun paling tidak, saat ini cukup tenang dan memberikan masa untuknya menghela napas dengan tidak tergesa.Daniel sering terlihat berdiri di balkon pada malam hari, merokok pelan sambil mengawasi pintu masuk hotel dari jauh. Ia tidak pernah berkata ia was was. Tetapi Elena tahu. Mereka sama sama tidak bisa benar be

  • Pemuas Hasrat Sang Presdir   BAB 216

    Elena memejamkan mata sejenak. Kertas kontrak terhampar di hadapannya.Ia menatapnya lama, lebih lama daripada yang ingin ia akui.Setelah itu ia berdiri, berjalan ke balkon perlahan. Udara dingin masuk, menusuk kulit namun entah mengapa malah membawa sedikit ketenangan.Daniel menyusulnya, berhenti satu langkah tepat di belakang. Mereka berdua memandang kota yang masih sibuk di bawah sana.“Kau yakin?” suara Daniel nyaris berbisik.Elena mengangguk pelan. Bukan jawaban pasti, hanya tanda bahwa ia sedang mencoba tegar.“Kalau aku kabur lagi,” katanya, menatap jauh ke lampu-lampu kota, “kita tidak akan pernah sampai ke tempat yang aman.”Daniel diam. Wajahnya menegang, bukan karena tidak setuju, tapi karena ia paham lebih dalam dari siapapun.Elena kembali menatap anak-anaknya yang masih tidur. Luca menarik selimut hingga pipinya tertutup sebagian. Sofia memeluk bonekanya erat, seolah dunia benar-benar sesederhana tidur dan bangun lagi.Hati Elena terasa seperti kain yang diremas kasar

  • Pemuas Hasrat Sang Presdir   BAB 215

    Untuk waktu yang terasa seperti berabad-abad, Elena tetap berdiri mematung. Ruangan VIP tiba-tiba tampak terlalu sempit, terlalu padat oleh bayangan seseorang yang bahkan setelah pergi pun tetap memenuhi udara — seolah dinding masih memantulkan suaranya, lantai masih menyimpan jejak langkahnya, dan udara masih mengingat napasnya.Bumi sudah tidak berada di dalam ruangan, tapi kehadiran seolah tidak pernah pergi.Ia meremas ujung meja hingga jarinya memutih. Napasnya naik turun cepat—bukan panik, tapi keterpurukan yang terjaga. Setelah apa yang dia lewati, dia tahu bahwa dirinya bukan wanita yang mudah runtuh. Tapi hari ini… hari ini ia harus berdiri di atas bumi yang terasa kembali retak.Dengan langkah perlahan namun mantap, ia menunduk mengambil map hitam itu. Jari jemarinya menyentuh permukaan kulit sintetis yang dingin, namun rasanya seperti menyentuh bara.Ini bukan kontrak seni, pikirnya.Ini tali. Dan aku ujungnya.Namun ia menyelipkan map itu ke dalam tas sebelum pikirannya be

  • Pemuas Hasrat Sang Presdir   BAB 214

    Elena tidak langsung berbicara. Ia menatap map itu lama, seperti menatap jantung dirinya yang tergeletak tanpa pelindung. Lima juta euro bukan angka sembarangan. Nilai yang cukup untuk membeli keamanan, masa depan kedua anaknya.Namun justru karena itu, tawaran ini berbahaya. Bumi tidak pernah memberi tanpa perhitungan.Jika ia menaruh lima juta di meja sejak awal percakapan, maka harga sebenarnya jauh lebih tinggi.Ia mengangkat wajah perlahan, menatap Bumi seolah berusaha membaca niat di balik pupil gelapnya. Tapi tatapan pria itu seperti danau hitam malam hari—jernih di permukaan namun menutup dalam yang tidak diketahui siapa pun.“Angka yang sangat besar untuk seorang seniman baru seperti saya,” suara Elena lembut tapi mengandung pisau halus. “Terlalu besar untuk hanya disebut kerja sama promosi.”“Nilainya sepadan,” jawab Bumi tenang. “Dunia butuh nama baru. Dan aku? Aku butuh wajah baru. Lalu kau? Kau butuh panggung lebih luas. Kita bisa saling menguntungkan.”Tidak ada getaran

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status