Share

Pemuas Hasrat Tuan Majikan
Pemuas Hasrat Tuan Majikan
Penulis: Damaya

1. Maafkan aku.

"Menikahlah denganku."

Luna terhenyak, tetapi tidak berkata apapun ketika memperhatikan Leon bergerak duduk di sofa. Mengira telah salah mendengar.

"Menikahlah denganku," ujar Leon lagi. 

Tapi tidak begitu jelas terdengar oleh Luna. Menganggap Leon sudah tidak sabar menunggu minuman dingin yang sebelumnya dipesan. Luna pun bersiap akan pergi.

Namun, baru memutar badan, Leon sudah lebih dulu meraih pinggangnya. "Biarkan aku membuktikan sesuatu padamu."

"To-to-tolong jangan seperti ini, Tuan. Lepaskan saya." Terkejut bercampur risih—Luna berusaha melepaskan belitan tangan Leon di pinggangnya. Tapi sayang, bukannya terlepas, tangan lain pria itu justru mencengkram pelan leher depan Luna, hingga membuatnya menegang. 

"Aku akan memberimu kehidupan yang layak. Baik sekarang maupun nanti. Kau hanya perlu menikmatinya."

"Apa yang Anda bicarakan, Tuan. Sa-saya tidak mengerti." 

Akal sehat Luna mengingatkan harus segera menyelamatkan diri. Bagaimanapun caranya. Atau ia bisa saja berakhir tragis di tangan sang majikan. Leon pria maniak. Mustahil bukan itu yang diinginkan darinya.

"Aku hanya ingin membuktikan sesuatu padamu," racau Leon lagi.

Mengabaikan kalimat Leon, Luna terus meronta---berusaha semakin keras agar bisa terbebas. 

Tapi detik berikutnya, Luna semakin menegang kaku, hingga bulu-bulu tubuhnya meremang kala merasakan bibir hangat Leon telah berhasil menelusuri batang lehernya yang jenjang. Sadar tindakan tersebut tidaklah benar, Luna segera memekik dan kembali meronta. "Lepas!" 

Sialnya, Leon bertambah brutal dengan berani menjelajahi bagian tubuh Luna yang lain. Penolakan Luna tidak ada artinya. Pria itu sudah hilang kendali.

"Lepas!! Anda tidak sepantasnya melakukan hal serendah ini kepada saya!!!" teriak Luna histeris. Semakin takut tidak bisa menyelamatkan diri.

Alih-alih mendengarkan peringatan Luna, secara tiba-tiba Leon justru mengangkat tubuh mungil gadis itu ala bridal style. Membawanya ke kamar tamu terdekat. Begitu pintu kembali tertutup, dan Leon tidak lupa menguncinya. Dihempaskan kasar tubuh Luna ke atas ranjang.

"Tolong!! Siapapun tolong aku!!!" teriak Luna seraya menjauhi Leon. Naasnya, pria itu lebih dulu menangkapnya saat akan melompat turun.

"Kenapa kau berisik sekali! Aku hanya ingin membuktikan sesuatu yang pasti kau juga menyukainya."

Luna benar-benar tidak peduli apapun yang Leon katakan. Terus meronta, berharap dekapan pria itu terlepas.

"Akkk!! Sialan kau!!!" Tidak sengaja bisa melukai Leon hingga dekapannya pria terlepas, Luna segera melompat turun. Tetapi tangan panjang Leon sudah lebih dulu berhasil kembali menangkapnya. Bahkan sebelum menjauhi ranjang.

"Kau berani menolakku?"

Dengan kasar Leon menyentak pakaian atas Luna, hingga beberapa kancingnya terlepas.

Luna berusaha mempertahankan pakaiannya agar tidak sampai tertanggal, saat Leon yang marah kembali menyentaknya kasar. 

"Tolong Tuan, jangan seperti ini. Ampuni saya sudah menyakiti Anda. Saya berjanji akan mengobatinya jika memang itu yang Anda inginkan."

Luna memang tidak pernah tahu jika telah menyakiti bagian intim Leon saat meronta tadi. Memangnya apa yang bisa ia lakukan jika bagian itu benar-benar terluka atas tindakannya?

"Kau sudah membuatku banyak membuang tenaga dengan sia-sia. Kau pikir aku akan melepaskanmu setelah kau menyakitinya?"

Sontak, Luna menggeleng tegas. Selain takut, ia juga merasa bersalah telah menyakiti sang tuan.

"Kau harus bertanggung jawab dengan tubuhmu," ujar Leon dingin.

Tidak. Itu tidak adil. Luna tidak ingin menyerahkan kehormatannya pada pria seperti Leon.

"Tidak, Tuan. Saya mohon jangan lakukan itu. Masa depan saya masih panjang. Saya ingin laki-laki yang menikahi saya nanti bangga dengan mendapatkannya pertama kali." 

Alasan itulah yang selama ini Luna pegang teguh, dan mujurnya ia bisa memiliki kekasih yang pengertian. Bisa menjaganya dengan baik. Tiga tahun telah Luna lalui bersama pria pujaan hatinya, tapi tidak pernah sekalipun pria itu menuntut sesuatu darinya. Benar-benar menjaganya layaknya berlian.

Namun sayang, alih-alih terkesan, Leon justru menyungging senyum misterius. "Kau terlalu naif dengan tetap mempertahankan itu. Karena aku yakin, kau akan menginginkannya lagi dan lagi setelah tahu bagaimana rasanya."

Luna segera beralih ke arah lain. Tidak nyaman dengannya.  

"Saya ada di sini malam ini atas permintaan Pak Jang. Apa Anda pikir saya berniat menyerahkan diri seperti jalang-jalang Anda? Tidak! Untuk itu saya tegaskan, jaga sikap Anda, Tuan. Jangan sampai hilang rasa hormat saya terhadap Anda karena Anda sendiri yang tidak layak dihormati!"

Merasa tidak ada pergerakan Leon lagi, Luna pikir pria itu berubah pikiran. Ternyata Tidak. Dengan mata yang mendelik tajam, pun rahang yang juga mengeras, Luna tahu seberapa marah pria itu. Tapi Luna tidak peduli, keinginannya hanya satu. Leon membiarkannya pergi saat itu juga.

"Kau terlalu banyak bicara. Apa kau pikir bisa semudah itu pergi dari kamar ini saat aku tidak memberimu izin?"

"Saya tidak perlu izin dari Anda untuk melindungi kehormatan saya! Seharusnya Anda paham itu. Bersikaplah layaknya pria terhormat, Tuan. Dengan tidak memaksakan kehendak pada pelayan rendahan seperti saya." Luna sengaja menekan setiap kata yang diucapkan. Mengabaikan Leon yang semakin tersulut emosi.

Namun, tanpa diduga Leon kembali melempar Luna ke atas ranjang, dan dengan cepat menindihnya. 

Leon lantas menahan kedua tangan Luna dengan lututnya yang keras, saat tangannya sibuk melepaskan kancing kemeja yang ia kenakan.

"Lepas!!! Tolong!! Tolong aku!!! Akkhhh!!"

Sekuat tenaga Luna berusaha melepaskan diri. Ia juga terus menepis tangan Leon yang ingin melepas kain penutup tubuhnya. Naasnya, secepat kilat keadaan telah berubah. Luna tidak lagi bisa melawan, ketika Leon menahan kedua tangannya di atas kepala. Sehingga tonjolan menantang di balik kain renda yang sejak tadi berusaha ia tutupi, justru menyembul keluar. Hampir tumpah dari wadahnya.

Terbatasnya ruang gerak Luna, tidak bisa menghentikan Leon yang kini sudah berhasil menguasai tubuh atasnya. Pria itu semakin leluasa meninggalkan jejak merah dimanapun yang diinginkan. Sesaat berhasil menanggalkan pakaian atas Luna.

"Aku mengutukmu, Leon," ujar Luna marah. Tapi tidak juga menyerah untuk melepaskan diri. "Bajingan!! Lepaskan aku!!"

Tidak ada lagi rasa hormat Luna terhadap Leon. Selain itu, ia juga merutuki kebodohannya yang hanya mengenakan setelan katun. Tanpa pernah terlintas di benaknya, jika piyama berlengan panjang tersebut bisa berakhir tragis di atas lantai. Leon telah mengoyaknya menjadi dua bagian.

"Cukup! Hentikan!! Kau tidak berhak mendapatkannya!"

Leon kembali mencengkram tangan Luna ketika tahu akan menahannya melepas pakaian bawah gadis itu.

"Tolong hentikan, Tuan. Saya mohon." 

Luna sampai rela merendahkan diri, setelah semua usaha perlawananya berakhir sia-sia. Naasnya, tetap tidak bisa menghentikan kegilaan Leon. Sampai akhirnya apa yang ditakutkan terjadi. Leon telah merenggut satu-satunya yang berharga dalam hidupnya. 

Tidak ada lagi yang Luna banggakan, dan sekarang tidak hanya tubuhnya. Hatinya pun merasakan sakit luar biasa kala senyum manis seseorang di luar sana melintasi benaknya.

'Maafkan aku. Sungguh maafkan aku.'

Di tengah ketidakberdayaan, Luna hanya bisa terisak dalam diam. Terus mengulang kata 'maaf' dalam hati, merasa telah mengkhianati kekasih yang selama ini setia menunggunya kembali.

"Dengan begini kau telah menjadi milikmu."

Belum bisa menerima kenyataan, Luna mengabaikan apa yang baru saja Leon katakan. Pikirannya terlalu kalut, dengan hati yang tak lebih baik. 

Mendengar pintu ditutup dari luar, barulah kesadaran Luna kembali. Tapi detik berikutnya tangis pun pecah. Masa depannya telah hancur. Tidak ada yang bisa ia banggakan lagi. Selain telah mengecewakan mendiang ibunya, ia juga sudah melukai kekasih hatinya.

"Aku sudah tidak pantas lagi untukmu. Maafkan aku, Kak."

 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status