"Aku lelah Bu, biarkan seperti ini lebih lama lagi." Meletakkan kepala di atas pangkuan wanita yang sangat dirindukan, Luna merasa semua beban di hati menguap begitu saja. Luna ingin berlama-lama seperti itu, ia merasa jauh lebih baik."Ada kalanya setiap orang merasakan lelah, Nak. Tetapi dengan terus bertahan akan memberinya hal baru. Hidup untuk belajar, memahami kondisi dan situasi. Jika kau bisa melewati semua itu, kau akan mendapat sesuatu yang berharga.""Aku merasa sendiri, Bu. Tidak ada satupun orang yang berpihak padaku. Bahkan ayah yang selalu aku tunggu kepulangannya saja, sampai saat ini tidak ada kabarnya. Sepertinya dia sudah melupakan aku."Hamparan bunga warna-warna yang membentang luas, memanjakan mata Luna, ditambah usapan di kepala membuatnya benar-benar tidak ingin meninggalkan tempat itu. Ia sudah sangat nyaman sekarang."Tetaplah bersabar, dengan begitu kau akan menemukan kebahagiaan yang s
"Dimana dia?" Begitu membukakan pintu apartemen, Flint dibuat terkejut dengan kedatangan Leon disaat hari hampir tengah malam. Tapi kemarahan di wajah pria itu tak kalah membuat Flint bertanya-tanya. Sesuatu pasti sudah terjadi."Ada apa?""Jesslyn!! Keluar!" Tanpa menjawab, Leon langsung menerobos masuk, lantas berteriak seperti orang kesetanan. Suara Leon sampai menggema memenuhi ruangan. Mustahil wanita itu tidak mendengarnya. Lantaran Leon yakin Flint datang ke kota itu tidak sendiri, melainkan bersama Jesslyn seperti yang selalu dilakukan. Tapi sialnya, sudah menunggu lebih dari satu menit, wanita itu tak kunjung keluar, membuat kemarahan Leon semakin menjadi.Bahkan sekalipun Flint menghalanginya untuk bertemu Jesslyn, Leon tidak keberatan jika harus menghadapi teman baiknya itu. Kemarahan berhasil mengalahkan akal sehat, Leon sudah sangat murka, dan semakin menggebu ingin membunuh siapa saja yang sudah berani menyakiti wanitanya.Flint segera menyusul Leon yang masih saja ber
"Hmmppt!!"Luna menjerit bersamaan tubuh wanita itu tergeletak tidak jauh darinya. Luna bisa melihat jelas bagaimana Leon menghilangkan nyawa orang lain dengan sangat kejam. Tangan itu berlumuran darah. Bahkan hanya dalam sekejap saja bisa menghilangkan nyawa tujuh orang sekaligus. Lantas, selama hidupnya sudah berapa banyak nyawa yang Leon hilangkan?Memikirkan itu Luna merasa tidak jauh berbeda ketika Leon belum datang, atau mungkin sebenarnya pria itulah yang lebih berbahaya.Mata Luna masih mendelik tajam tanpa bergerak sedikitpun, mengetahui Leon melepas ikatan di tangan serta kakinya satu-persatu. Sampai terakhir setelah penutup mulutnya dibuka, Luna langsung terjingkat duduk sambil mendekap diri."Jangan mendekat!"Leon tertegun, reaksi ketakutan Luna membuatnya terkejut, dan baru menyadari jika pandangan Luna tertuju pada senjata di tangannya. Leon langsung membuang senjata jenis glock miliknya ke sembarang arah. Reflek, Luna menutup kedua telinga dengan tangannya saat benda
Emma menyusuri jalan tanah yang hanya setapak, sambil sesekali memastikan layar ponselnya. Mengabaikan sepatu bootnya terkena terciprat air bercampur lumpur, tekat Emma lebih besar dibanding kesulitan yang sudah ia hadapi hari itu. Namun, setelah terus berjalan, Emma seperti menemukan jalan buntu. Sempat kecewa lantaran arah yang ditunjukkan tidaklah benar, Emma menoleh ke samping kiri, dan ternyata menemukan beberapa rumah sederhana dengan jumlah yang lumayan banyak. Mungkinkah sebenarnya tempat itu yang terdeteksi sinyal GPS di ponselnya. "Kampung ini seperti bersembunyi di balik bukit. Tidak heran jika sejak dari sama tadi aku tidak melihatnya." Emma kembali melangkah pelan. Jalan yang dilalui sekarang sedikit merosot dengan tekstur tanah yang lengket, dan sangat licin. Sesampai di depan salah satu rumah, Emma mengedarkan pandangan, dan tanpa sengaja melihat seorang pria tua sedang duduk di kursi plastik samping rumahnya. "Permisi.. ." kata Emma sopan. Merasa terpanggil
"Lebih cepat lagi!" gusar Jesslyn dengan pandangan tak berpaling dari belakang. Dua mobil berkaca gelap mengejar taksi yang Jesslyn naiki. Untung saja sang supir tergolong lincah bisa menyelinap di antara kendaraan lain, sehingga bisa memberi berjarak lebih jauh dari dua mobil tersebut. Sebelumnya, Jesslyn sampai harus mengendap-ngendap ketika keluar dari lobby apartemen miliknya—-akan memasuki taksi yang sudah menunggunya di depan lobby. Jesslyn sengaja mengecoh anak buah Leon dengan memesan taksi, berharap penyamaran serta rencananya hari itu tidak diketahui. Tetapi ternyata salah, tanpa sepengetahuan Jesslyn ketika taksi yang dinaiki melintas di jalan raya, mobil yang sebelumnya terparkir di dekat kios buah langsung mengikuti. Jesslyn masih belum sadar sedang diikuti, karena memang jarak mobil di belakangnya cukup jauh. Sampai ketika memasuki pelataran bandara internasional, dan supir taksi memberitahu jika mobil di belakang mereka sejak tadi mengikuti. Barulah setelah itu
Mendengar suara derap sepatu yang semakin mendekat, mampu membuat Jantung Jesslyn berdetak kencang. Sangat yakin siapa pemilik sepatu itu. Jesslyn yang sekarang terikat di kursi kayu hanya bisa menggigil ketakutan dengan bulir bening yang terus mengalir deras dari sudut mata.Sekarang hanya tinggal menghitung mundur. Maka setelah itu, berakhir sudah cerita hidup seorang Jesslyn.Tiba-tiba Leon muncul dengan wajah mengerikan, dan baru pertama kali Jesslyn lihat. Leon memang dikenal dengan sikap tidak ramah dan keangkuhannya. Tapi menunjukkan sisi gelap dirinya, itu hanya akan terjadi pada seseorang yang dianggap fatal dan tidak layak mendapat ampunan lagi. "Aku mohon, maafkan aku, Le. Aku mengaku salah. Aku tidak akan mengulanginya lagi. Sungguh, aku janji. Aku masih ingin hidup. Jangan bunuh aku." Jesslyn benar-benar mengiba. Wanita yang selama ini dikenal manja dan selalu cantik glamor, kini terlihat menyedihkan. Rambut serta sisa make up membuat penampilannya sangat berantakan.J
"Selamat datang kembali, Tuan dan Nyonya." Luna sedikit gugup mengetahui Pak Jang menyambut kepulangannya. Sedangkan Emma yang entah dari dari mana tengah berlari mendekat dari arah samping mansion. "Maaf saya terlambat, Nyonya. Selamat datang kembali." Dengan nafas terengah Emma ikut menyambut di belakang Pak Jang Luna beralih menatap Leon yang langsung mengangguk, paham akan kecemasan yang tengah Luna rasakan. Biar bagaimanapun Luna tidak ingin ada yang tahu apa yang terjadi padanya kemarin lusa. Biarlah itu menjadi mimpi buruk yang tidak ingin diingat lagi. Toh. Leon sudah membereskan mereka semuanya, walaupun sebenarnya Luna tidak pernah tahu siapa dalang yang sebenarnya, dan apa yang terjadi pada Jesslyn sekarang. "Sebaiknya kita masuk. Aku tahu kau pasti lelah." Leon segera membimbing Luna memasuki hunian mewahnya. Melihat kepatuhan Luna, tak ayal Emma dan pak Jang saling bertukar pandang. Berpikir sama, mungkin setelah liburan yang ternyata lebih dari dua hari itu,
"Ada apa denganmu, Gerry!" sentak Anastasya marah. Pria itu bersikeras tidak mau memberi tahu dimana alamat tempat tinggal Leon yang sekarang. Begitu setianya pria yang dulu juga telah diselamatkan suaminya itu, sampai menutup rapat mulutnya. Tapi bukan Anastasya namanya jika tidak bisa memanfaatkan statusnya sebagai Nyonya Smith. Ditatapnya remeh Gerry yang sekarang berdiri menjulang di hadapannya."Kau tau bagaimana saat Jeff marah, bukan? Bahkan Le saja tidak bisa menghentikannya."Sebelumnya Anastasya sudah mendatangi apartemen Leon, tapi pihak keamanan memberitahunya jika sudah lama Leon tidak pernah datang. Itu artinya Leon memiliki hunian lain yang tidak Anastasya ketahui. Tidak ingin membuang waktu, Anastasya lantas mendatangi kantor Leon. Dua resepsionis yang kemarin sempat melarangnya masuk, hanya bisa tertunduk takut saat melihatnya kembali.Tapi begitu Anastasya sampai di lantai tertinggi gedung itu, tepatnya lantai dimana ruangan Leon berada, sekretaris Leon mengatakan