Tatapan kesal Luna menghunus Leon yang kini duduk di hadapannya. Alih-alih membersihkan diri di bawah kucuran shower seperti yang selalu dilakukan, Leon justru ikut bergabung dengannya.
"Kenapa menatapku seperti itu? Kau menganggap hanya dirimu yang berhak menggunakan tempat ini?"Cukup sadar diri, Luna seketika bangkit. Tetapi Leon yang bahkan sudah menutup mata serta kepala yang bersandar di bibir jacuzzi, dengan cepat menahan tangannya."Lepas! Aku sudah selesai.""Temani aku.""Kau kira aku sudi melakukannya? Tidak! Berada di tempat yang sama dengan pria mesum sepertimu, aku bisa benar-benar kehilangan akal." Mendapat penolakan, cengkraman Leon menguat. "Lepas, Le! Aku bisa kedinginan jika terlalu lama berendam." Luna bertambah kesal, tetapi Leon yang sudah membuka mata mengabaikannya."Aku bisa menghangatkanmu."Luna memutar bola mata malas, enggan menanggapi ucapan Loen yang memang tidak pernah jauh dari selangkangan. Sayangnya bermaksud ingin menyentak tangan pria itu, kaki Luna justru tergelincir, dan membuatnya kembali jatuh terduduk."Seharusnya kau tidak melakukan itu. Tetaplah di sini. Temani aku berendam sebentar saja.""Aku tahu akan berakhir seperti apa jika tetap berada di sini bersamamu."Leon terkekeh ringan mengetahui Luna sudah sangat paham dengan kebiasaannya yang memang tidak pernah puas."Tidak ada yang salah jika kita melakukan itu dimanapun. Bukankah sudah kewajibanmu menyenangkan suami?""Tapi kau suami yang tidak pernah aku inginkan."Bukannya tersinggung, Leon malah menarik Luna berpindah membelakangi dirinya—-duduk di antara kedua kakinya yang terbuka."Sudah aku katakan. Bersikaplah layaknya istri yang baik. Kau hanya perlu membuka kakimu kapanpun aku inginkan. Dengan begitu—""---kau bisa memastikan mereka tetap baik-baik saja, bukan?" serobot Luna melanjutkan kalimat Leon yang sebenarnya sudah sangat muak ia dengar.""Jangan melebihi batasanmu." Punggung Luna seketika terjengkit kaku. Bukan hanya cengkram Leon di aset kembarnya. Tetapi juga kalimat pelan yang pria itu ucapkan di dekat telinga, mampu mengalirkan sengatan-sengatan kecil diarea tengkuk. "Aku tidak peduli sekalipun hatimu sudah tertaut dengan pria lain. Asal kau tahu bagaimana menyenangkan aku, maka apapun akan kau dapatkan. Kecuali berniat pergi dariku."Deg!!Sontak saja, Luna menelan kasar salivanya. Jadi Leon tahu ia berniat melarikan diri pagi tadi? Mungkinkah pak Jang yang melapor?"Kau terlalu lugu menganggap bisa meninggalkan istanaku sekalipun aku tidak ada. Kau bahkan lupa ada berapa banyak cctv yang terpasang di mansion ini."Kebodohan yang baru saja Luna sadari sekalipun Pak Jang memilih tetap menutup mulut. Ia benar-benar telah melupakan cctv yang terpasang di semua sudut ruangan, dan pastinya bisa memantau apapun yang ia lakukan sepanjang hari."Sedangkan yang ada di kamar ini terhubung langsung dengan ponselku.""Seharusnya aku paham apa yang bisa pria sinting sepertimu lakukan untuk tatap mengurungku.""Karena kau milikku." Luna meringis saat Leon kembali mencengkram asetnya. Bahkan lebih kuat dari yang sebelumnya. "Atau kau ingin aku membawa pria itu ke hadapanmu, dan menunjukkan padanya jika sekarang kau milikku bukan lagi miliknya?""Siapa yang kau bicarakan?" Dibalik sikap tenang yang Luna tunjukkan, ada jantung yang berdengung kencang. Luna tidak menyangka, Leon mengetahui akan sosok yang menjadi alasannya menolak ajakan menikah pria itu tempo hati."Darma, bukankah itu namanya?"Sekali lagi Luna hanya bisa menghela nafas pelan dengan mata terpejam. Sebenarnya ia sangat merindukan pemilik nama itu. Hanya saja, sekarang keadaan telah berubah. Ia tidak bisa lagi mengungkapkan apa yang sedang dirasakan, dan semua itu demi kebaikannya.'Bagaimana kabarmu sekarang? Aku berharap kau tetap baik-baik saja. Maafkan aku, hiduplah dengan layak. Aku juga berharap untuk kebahagiaanmu.'Tiba-tiba bulir bening merangsek keluar dari sudut mata. Luna pernah bersumpah untuk tidak menangis di hadapan Leon. Tetapi nyatanya, mengingat satu nama yang saat ini masih menempati posisi terindah di dalam sana, Luna tak cukup mampu menahan diri. Rasa sakit yang sama masih merongrong hari."Kau menangis untuknya?""Tidak!" Luna segera mengusap pipinya yang basah. "Aku memang menyedihkan." Tiba-tiba Luna memutar badan, menatap dalam manik hazel Leon.Pria itu bergeming, ingin melihat apa yang sebenarnya akan Luna lakukan dengan keadaan mereka yang sekarang. Terlebih Luna menekan tombol pembuangan air, sehingga dalam hitungan detik air sudah berkurang setelahnya.Detik berikutnya, Luna mencengkam milik Leon dan memasukan ke dalam mulutnya yang kecil. Tentu saja tindakan tersebut sangat mengejutkan, tetapi juga Leon sukai. Tidak menyangka gadis yang sebelumnya ia anggap lugu, bisa melakukan hal seliar itu.Luna memang sudah sangat sinting dengan berani melakukan sesuatu yang menurutnya sangat menjijikan. Tapi apapun itu, ia rela melakukannya, asalkan Leon tidak lagi menyebut nama Darma di hadapannya. Dengan begitu, ia bisa memastikan pria itu tetap baik-baik saja."Kau melakukan ini karena ingin melindungi pria itu?" Luna yang memang berniat akan menyudahi aksi gilanya, segera mengangkat kepala. Menatap ragu manik Leon yang sudah dipenuhi kabut gairah. Selain menahan malu, sebenarnya Luna sangat khawatir dengan apa yang ingin Leon katakan selanjutnya. "Tapi apapun alasanmu itu tidaklah penting bagiku. Kau yang berinisiatif seperti sekarang saja, sudah membuatku senang."Luna segera memalingkan wajah, menyembunyikan semburat merah di pipinya sambil beringsut memposisikan diri agar Leon bisa memasukinya. "Aku akan patuh, dengan satu syarat.""Kau ingin melakukan penawaran denganku? Tapi baiklah. Katakan apa yang kau inginkan?""Jangan pernah libatkan siapapun atas diriku. Biarkan Kak Tari atau siapa saja mereka yang kau targetkan, tetap hidup dengan tenang."Melihat senyum misterius Leon, Luna cemas pria itu akan menolak tawarannya. "Apa dengan begini kau telah memasrahkan dirimu padaku?""Anggap saja begitu.""Baiklah. Aku setuju." Leon mengarahkan tangan Luna untuk kembali menyentuh miliknya yang masih tegak menantang. "Dan sekarang, kau bertanggung jawab menjadi pengendalinya hingga akhir."Luna mendesak nafas pelan guna melawan semua rasa yang berkecamuk di dada, sebelum akhirnya mengarahkan milik Leon memasuki dirinya. Detik berikutnya, desahan halus seketika lolos dari mulut Leon saat Luna menekan pinggulnya semakin turun."Oh…"Sialnya karena keberanian Luna menenggelamkan milik Leon hingga sempurna, justru menghadirkan sensasi luar biasa yang Luna sendiri sulit mengendalikan diri.'Semoga kau bisa mendapatkan wanita yang jauh lebih baik dariku.'"Bergerak, Sayang." Suara berat Leon menyadarkan Luna dari lamunan singkatnya, dan buru-buru mengusap genangan di pelupuk mata yang nyaris kembali terjun bebas.Namun, yang terjadi rasa tidak rela masih membekap hati dengan tidak segera melakukan apa yang Leon perintahkan. Luna dilema. Disisi lain ia tidak ingin terjadi sesuatu pada Darma, tetapi akal sehat masih saja menentang keras penyerahan dirinya pada Leon—-pria bejat yang sudah mengikatnya dengan cara licik."Kau tidak ingin melakukannya?"Luna masih menimang, meski sebenarnya ia sangat tidak nyaman milik Leon sudah berkedut-kedut di dalam sana.Leon tengah berusaha keras menahan diri, agar tidak meledak saat itu juga dengan kelabilan Luna yang telah berani menggantung dirinya begitu tragis. Namun, alih-alih membimbing Luna bergerak erotis di atasnya, Leon justru menelisik manik Luna yang meredup.Rupanya gadis itu ingin bermain-main dengannya."Maaf, aku tidak bisa." Tindakan Luna yang tiba-tiba melepaskan diri, tak urung mematik amarah Leon. "Kau terlalu kotor."Leon terjingkat bangkit setelah mendorong Luna menjauh darinya. "Cih! Sialan! Kau anggap dirimu suci!" Suara Leon sudah menggelegar memenuhi kamar mandi. "Kau ingin mengujiku rupanya.""Karena aku bukan peliharaanmu. Aku bukan jalang yang bisa kau perintahkan sesuka hatimu!!""Jadi itu yang ada di kepalamu?"Luna mengabaikan rasa asin di bibir bawah bagian dalam atas gigitannya sendiri. Ia juga tidak peduli seberapa dalam giginya tertancap di sana, dan memilih menahan rasa itu dengan menutup mulut rapat-rapat."Rupanya kau lebih suka aku paksa, hm?"Leon masih sangat brutal menghujam Luna dengan posisi berdiri. Mengangkat satu kaki Luna, dan diletakkan ke atas bahu pria itu. Kondisi yang sebenarnya nyaris membuat Luna hilang kesadaran.Namun, Luna gadis yang cukup keras kepala untuk mengakui kekalahannya. Memilih mempertahan ego, meski sebenarnya bernafas pun semakin sulit ia lakukan.."Hentikan! Kau benar-benar kotor," cicit Luna pada akhirnya."Kau yang memintanya dengan berani bermain-main denganku." Tiba-tiba Luna memekik tertahan. Secara mengejutkan Leon mengangkat dan menangkup bokongnya menggunkan kedua tangan, sebelum akhirnya kembali dihentak dengan kasar. "Kau menyakitiku," kata Luna pelan dengan tubuh masih terpantul-pantul. Ia nyaris mati jika Leon tidak juga berniat berhent
"Karena itu kau menikahinya?" "Bukankah semua tetap harus sepadan?" Leon menarik ujung bibirnya hingga memunculkan seringai licik."Aku hanya berharap kau tidak pernah menyesal dengan keputusanmu sekarang.""Tidak akan."Menemukan gurat kecemasan di wajah tua pria yang ada di hadapannya itu, Leon tidak begitu saja terprovokasi. Memilih tetap menujukkan sikap tenang seperti yang selalu dilakukan. "Menginaplah untuk malam ini. Lizzie juga pasti menginginkannya.""Kau tahu jawabanku," singkat Leon yang langsung berdiri dari kursi. "Aku datang untuk mengurus bisnis, bukan menuruti keinginannya."Tuan Smith mendesak nafas kasar, tapi Leon tak acuh dengan memilih segera pergi. Bahkan ketika wanita cantik yang baru datang membawa nampan bermaksud berbasa-basi menyapa---Leon juga mengabaikannya. Tetap melangkah lebar menuju pintu utama."Apa dia baru saja datang?""Seperti yang kau pikirkan."Pandangan wanita itu beralih pada paper bag coklat yang ada di atas meja."Setidaknya dia selalu i
Waktu berlalu, dan tanpa terasa hari berganti begitu cepat. Duduk di kursi taman seorang diri, Luna belum berniat beranjak meski sudah sejak satu jam lalu ada di sana. Tidak tahu pasti apa yang sedang dipikirkan. Memandangi bunga-bunga bermekaran sedang bergoyang tertiup angin, tiba-tiba kehampaan menelungkup hati. Anehnya ada sekelumit rasa yang tidak bisa dijelaskan, tetapi begitu nyata dirasa. Tepatnya sejak terbangun pagi tadi, mendapati sisi samping masih tetap rapi seperti hari kemarin dan lusa. Mendadak timbul kesedihan yang tidak diketahui pasti apa penyebabnya. Mungkinkah ia merindukan Leon?Tidak! Sisi hati Luna yang lain seketika menolak tegas. Rasa itu bukan tentang Leon yang bahkan tidak ada kabarnya sejak pergi satu minggu yang lalu. Kesedihan Luna lantaran teringat pertemuannya dengan Darma tempo hari. Yah! Itu yang sebenarnya terjadi.Mirisnya saat itu Darma tetap menganggapnya pembual. Seberapa keras ia sudah berusaha menjelaskan, tetap saja pria itu mengbabaikanny
"Jaga batasanmu, Ana!"Wanita itu mendengus, tetapi masih urung melakukan apa yang Leon perintahkan. Justru semakin mengeratkan kedua tangannya di leher pria itu."Aku berpikir semesta berpihak padaku dengan menurunkan hujan saat aku sampai di sini," ucapnya manja."Tidak ada gunanya kau bicara omong kosong!" ketus Leon menyentak kasar tangan Anastasya dari lehernya hingga terlepas. "Sekalipun hujan turun sepanjang malam, tidak akan terjadi apapun pada kita." Memilih menghindar dengan bangkit dari sofa, dan berjalan ke dekat jendela.Anastasya telah mengacaukan pikiran liarnya tentang Luna—gadis naif yang masih saja menginginkan pria lain. Tapi sayangnya telah mengusik benaknya sepanjang hari tadi. Kabar dari Pak Jang yang menjelaskan keadaan di sana aman terkendali pun, tak cukup membuatnya lega. Luna masih belum bisa ia tepikan dari benaknya, hingga kemunculan Anastasya yang tiba-tiba."Kenapa Le, kenapa kau selalu menolakku? Bukankah kita sudah pernah melakukannya sampai—""---tutup
Berada di rooftop untuk pertama kalinya, Luna dibuat terheran-heran dengan fasilitas yang ada di tempat tersebut. Selain menutup setengah bagian atas mansion, tempat luas yang memiliki tangga penghubung ke taman samping itu terdapat lounge dengan beberapa sofa panjang, dan kolam renang bertingkat di sisi tepinya. Tidak hanya memiliki view yang memikat mata, dari ketinggi puluhan keter itu Luna juga bisa melihat landasan helikopter pribadi milik Leon yang ada tepat di sisi kanan mansion. Sedangkan saat Luna meluruskan pandangan, jalan menuju pantai dimana ia bermain jet ski bersama Darma kemarin terlihat sebagian, sebelum akhirnya tertutup pepohonan rimbun.Darma?Mengingat pria itu lagi, seketika melenyapkan kekaguman Luna pada keindahan yang ada. Detik berikutnya Luna memilih duduk di salah satu sofa panjang, menatap warna jingga yang kini menghiasi langit senja. Tampak indah, tapi sayang tak cukup menghibur hati yang kembali terperangkap perasaan yang sama. "Semisterius inikah takd
"Kalau begitu kurung saja aku seperti yang sebelumnya kau lakukan, dan letakkan lebih banyak lagi penjagaan di luar mansion untuk memastikan aku tidak bisa melewati pagar utama."Leon membeku, bukan karena terenyuh dengan nasib tragis yang pernah Luna alami selama terkurung di apartemennya dulu. Tetapi pria itu tengah menahan diri untuk tidak menampar atau bahkan mencengkram rahang Luna sekarang juga. Wanita itu terlalu berani menantangnya, alih-alih menjelaskan kemana saja dia pergi selama dirinya tidak ada."Kau ingin aku melakukan itu?""Bukankah apapun bisa kau lakukan? Untuk apa kau tanyakan lagi padaku."Luna sebenarnya ingin menertawakan dirinya sendiri yang begitu bodoh telah menaruh kepercayaan terhadap Emma. Tidak memprediksikan jika pada dasarnya wanita itu tetaplah seorang pelayan yang akan lebih mematuhi perintah tuannya, daripada peliharaan sang tuan. Naasnya bagaimana bisa Luna begitu mudah terlena dengan senyum yang ditunjukan, dan menganggap itu bukti akan ketulusan Em
Sempat terkejut dengan suara klakson yang ditekan lama dari kendaraan lain, dan disusul teriakan Luna—Leon buru-buru turun. Tapi mendadak diam di tempat, karena ingin melihat apa yang akan terjadi setelah itu."Gadis bodoh!! Apa kau tidak bisa memperhatikan jalan sebelum menyebrang!" Tak kalah terkejut, Luna masih mematung dengan kedua tangan menutup telinga. Tidak hanya itu, ia bahkan menganggap dirinya sudah berada di alam yang berbeda."Hei! Apa kau tuli!!" Mendengar ada yang berteriak lagi, dan dirasa sangat dekat dengannya, perlahan Luna mulai membuka mata. Namun, ia yang linglung justru menatap nanar kedua kakinya yang nyaris bersentuhan dengan bumper depan mobil. Baru setelah itu ia dasar, jika di samping mobil tersebut berdiri seorang wanita dengan pakaian yang super seksi."Cih! Dasar kampungan! Apa seumur hidupmu tidak pernah melihat mobil mewah?" "Ma-maaf. Saya benar-benar minta maaf, N
Leon langsung mengunci pintu kamarnya sesaat setelah membawa paksa Luna masuk bersama. Ia sudah hampir menggila melihat sikap pemuda tidak tahu diri tadi yang terus menyela kalimat Luna, dan sialnya tidak ada sikap tegas dari gadis itu."Apa yang ingin kau tujukan dengan makan di tempat itu, hah! Kedekatanmu dengan pemuda sialan tadi?""Kenapa kau bisa semarah ini? Kau bahkan tidak membiarkan aku menghabiskan buburku!"Leon nyaris meledak jika tidak ingat rona bahagia Luna ketika bubur disajikan. Ia tahu seberapa ingin gadis itu menghabiskan pesanannya, sebelum akhirnya ia hilang kesabaran karena tingkah pemuda tadi."Aku hanya ingin menghabiskan buburku, itu saja," sanggah Luna berusaha menutupi ketakutannya. Ia masih tidak menyangka, Leon akan langsung menyeretnya keluar setelah sempat membuat hidung Abbas berdarah. Tetapi alasan apa yang mendasari Leon bertindak segila itu yang tidak Luna mengerti. Luna memang akan selalu tidak mengerti dengan tindakan dan aturan-aturan Leon yang