"Kau?""Apa aku mengganggu?""Tidak.""Boleh aku duduk?""Silahkan."Sebenarnya Emma sedikit kikuk saat beranjak duduk di seberang Darma. Mereka hanya terhalang meja kayu, dengan arah pandang yang sama, pantai. Beberapa menit berlalu, keduanya belum juga terlibat obrolan lagi.Darma terlalu tak acuh setelah hanya melirik Emma singkat, untuk kembali memperhatikan keadaan sekitar pantai. Pria itu memang sedang serius memantau titik yang dijangkaunya. "Hari ini pengujung tidak seramai biasanya," kata Emma berusaha memecah keheningan.Tapi tidak ada tanggapan, Darma seolah tidak mendengar apapun. Pandangannya masih belum teralihkan.Kendati tidak mendapat penolakan, tetapi dari sikap tak acuh Darma, Emma tahu pria itu tak peduli ada ataupun tidak dirinya. Emma memilih tidak bertanya lagi. Sebenarnya kejadian tempo hari membuat Emma
"Kau terlihat seperti tidak baik-baik saja. Apa kau sakit?"Menerima gelas yang Sesil ulurkan, Luna tersenyum singkat, dan memperhatikan gadis itu duduk di sampingnya."Aku sering merasa sedikit pusing akhir-akhir ini," kata Luna mengeluhkan kondisi tubuhnya."Apa kau sudah memeriksakan diri? Mungkin saja kau hamil," celetuk Sesil yang dengan cepat Luna tepis. "Tidak. Itu tidak mungkin." Luna membalas ringan seraya meletakkan gelas di atas meja, setelah menenggak setengah isinya.Hamil anak Leon tidak pernah ada dalam rencana hidupnya. Keadaan akan semakin rumit jika Luna sampai mengandung benih pria itu.Tapi ternyata respon Sesil di luar dugaan. Gadis itu tampak begitu terkejut, sampai-sampai menyerongkan posisi duduknya. "Bagaimana tidak mungkin! Bukankah kau sudah menikah?" "Iya. Maksudku, Aku sengaja menundanya," ralat Luna sedikit gugup.Luna tidak tahu, jika Emma yang duduk di teras kontrakan Sesil, ikut mendengarkan, dan tidak jauh berbeda dengan Sesil, Emma pun tak kalah ter
"Sepertinya saya melihat Anda menginginkan yang lain sekarang. Apakah Anda berubah pikiran, Tuan?" Gerry berani bertanya, setelah tahu sang tuan sudah selesai membubuhkan tanda tangan di berkas yang beberapa saat lalu ia sodorkan. Beralih dari berkas yang baru ditutup, Leon menegakkan punggung demi bisa menjangkau wajah Gerry yang menjulang di depannya. "Kapan mereka datang?" "Jika tidak ada kendala, kemungkinan besok malam mereka sudah tiba di tanah air, Tuan." Leon mengangguk sekali. "Mulai sekarang aku terapkan peraturan baru. Tidak ada pertemuan di malam hari." Gerry cukup terkejut mendengarnya, tapi tidak berani bertanya. Selain itu, sebagai orang yang selalu mendampingi Leon, tentunya Gerry sangat tahu apa yang bisa mempengaruhi suasana hati sang tuan. Sedangkan yang Gerry lihat sekarang, tepatnya sehariab tadi—Leon sedang berada di fase sangat baik. Leon beberapa kali terlihat melengkungkan senyum. Tidak hanya pada saat meeting dewan direksi, Leon juga bersedia
Luna merasa gugup lantaran untuk pertama kali dibawa ke pesta kaum elit, terlebih dengan pakaian yang sangat membuatnya tidak nyaman. Leon benar-benar menyebalkan dengan semua keangkuhannya. Pria itu juga tak hentinya memaksakan kehendak, sampai akhirnya dengan berat hati Luna mau mengenakan gaun brokat berlapis furing dengan potongan sabrina, dan memiliki ekor sedikit lebih panjang. Luna hanya tidak menyangka, Leon sampai mendatangkan seorang MUA demi membantunya bersiap untuk menghadiri pesta. Pesta yang ternyata tamu undangannya tidak terlalu banyak seperti yang Luna pikirkan. Gaun berwarna maroon yang Luna kenakan tampak pas di tubuhnya, ditambah rambut yang digulung sedikit ke atas hingga memperlihatkan lehernya yang jenjang. Membuat penampilan Luna tampak menawan dan berkelas. Leon yang sebelumnya sempat kesal, dan memilih menunggu di lantai satu—dekat tangga, sampai terpana melihat Luna saat berjalan pelan menuruni anak tangga. Siapa yang percaya jika gadis itu mantan pel
Sontak saja, Luna terperanjat ketika wajahnya disiram air beraroma khas oleh wanita yang ada di depannya. "Jika memang tidak suka lebih baik minuman itu tetap di gelasmu, dan tinggalkan saja di atas meja. Bukan malah kau buang sembarangan!" Luna masih berusaha bersabar, meski tahu wanita itu sengaja membasahi wajahnya. Tapi apa masalah wanita itu sebenarnya? Sedangkan Luna yakin, itu pertemuan pertama mereka. "Aku bahkan sangat ingin mengguyur tubuhmu! Agar kau sadar seberapa mahal barang-barang mewah yang Leon gunakan menutup tubuhmu, kau tetap saja jalang rendahan!" Tanpa mengusap wajahnya, Luna lantas berdiri menatap berani wanita itu. "Apa sebelumnya kita pernah bertemu? Tolong beritahu aku, dan itu terjadi dimana? Karena aku benar-benar sudah melupakan wajah sadismu." Tidak tahu karena cairan itu mengenai wajahnya, atau lantaran terkejut, sekarang Luna merasa
"Kau sudah lama?" kata Darma seraya menarik kursi, lantas duduk di depan Emma. Mereka ada di cafe yang lumayan ramai pengunjung, untuk sekedar melewati siang itu yang lumayan terik, seperti yang Emma jelaskan di dalam pesan singkatnya satu jam lalu. Duduk berhadapan dengan pesanan Emma yang sudah tersaji, Darma tampak lebih ringan dibanding pertemuan mereka tempo hari. "Aku juga baru datang, tapi langsung memesan ini. Kau mau minum apa?" ujar Emma menunjukkan jus jeruk pesanannya. "Sebentar." Darma mengedarkan pandangan mencari keberadaan waiters. Begitu melihat pria berseragam itu muncul dari arah party dan menoleh padanya, Darma segera mengangkat tangan. Waiters itu pun langsung mendekat. "Aku mau kopi tanpa gula." "Baik, Kak. Mohon, tunggu sebentar." Darma mengangguk setuju. Begitu waiters pergi, Darma kembali berkata, "aku sengaja mengambil hari libur untuk dua hari kedepan," ujarnya mengingat pertanyaan Emma dipesan tadi yang belum sempat ia balas. "Kau tidak berniat meng
Senyum smirk Leon nampak mengerikan kala matanya menatap serius berita yang sedang disaksikan melalui laptop, di ruang kerjanya. Seorang pria yang juga ia kenal, tertunduk saat dibawa keluar dari lobby kantor. Banyaknya blitz kamera, serta serbuan pertanyaan membuat pria paruh baya itu semakin menunduk dalam, dengan kedua tangan tertaut di depan perut. Tidak ada satu katapun yang diucapkan sampai pria itu memasuki mobil, dan tidak lama iring-iringan mobil perlahan meninggalkan para mencari berita yang sepertinya juga kecewa—-tidak mendapat keterangan apapun. Selain dugaan sementara keterlibatan pria itu dalam kasus yang sedang beredar. Tapi itu sudah cukup membuat Leon tersenyum puas. "Saya pastikan statusnya akan segera berubah menjadi tersangka, Tuan," jelas Gerry yang berdiri di samping Leon—ikut menyaksikan berita trending hari itu. "Kau sudah menemukan pria itu?" "Masih dalam pengejaran orang kita, Tuan. Karena memang pemuda itu tidak bisa kita anggap remeh. Dia sangat cerdi
Cuaca sedang sangat bersahabat malam itu, dengan taburan bintang di langit yang tidak terlalu terang. Angin sepoi menampar langsung kulit wajah Emma, menghadirkan sensasi dingin hingga sekujur tubuh. Tapi Emma belum berniat pergi. Masih ingin berlama-lama disana.Duduk di sofa rooftop seorang diri, berteman serangga malam yang tidak terlalu menggelitik telinga, Emma merasa sedikit mendapat ketenangan.Sejak pertemuannya dengan Darma siang tadi, Emma merasa debaran itu kembali muncul. Rasa yang ia anggap telah mati bersama seseorang yang membawanya, kini mulai mengusik pikiran.Setelah sangat keras menyakinkan diri—-Darma dan Rocky dua orang yang berbeda. Tapi tetap saja, apapun yang ada di tubuh Darma selalu mengingatkan Emma pada laki-laki egois yang telah tega pergi bersama separuh jiwanya."Kau pasti tersenyum puas melihat kebodohanku sekarang. Bukankah aku memang bodoh dengan memperhatikanmu dari sini?"Menatap salah satu bintang yang bersinar paling terang, Emma merasa itulah le