Share

7. Tersinggung

Luna mengabaikan rasa asin di bibir bawah bagian dalam atas gigitannya sendiri. Ia juga tidak peduli seberapa dalam giginya tertancap di sana, dan memilih menahan rasa itu dengan menutup mulut rapat-rapat.

"Rupanya kau lebih suka aku paksa, hm?"

Leon masih sangat brutal menghujam Luna dengan posisi berdiri. Mengangkat satu kaki Luna, dan diletakkan ke atas bahu pria itu. Kondisi yang sebenarnya nyaris membuat Luna hilang kesadaran.

Namun, Luna gadis yang cukup keras kepala untuk mengakui kekalahannya. Memilih mempertahan ego, meski sebenarnya bernafas pun semakin sulit ia lakukan..

"Hentikan! Kau benar-benar kotor," cicit Luna pada akhirnya.

"Kau yang memintanya dengan berani bermain-main denganku."

Tiba-tiba Luna memekik tertahan. Secara mengejutkan Leon mengangkat dan menangkup bokongnya menggunkan kedua tangan, sebelum akhirnya kembali dihentak dengan kasar.

"Kau menyakitiku," kata Luna pelan dengan tubuh masih terpantul-pantul. Ia nyaris mati jika Leon tidak juga berniat berhenti.

"Memohonlah padaku."

Tentu saja hal itu tidak akan terjadi. Mustahil Luna mau merendahkan diri pada pria seperti Leon. Luna juga masih cukup masuk akal dengan memiliki planning masa depan yang lebih baik, dan jelas bukan bersama Leon.

"Aku hanya butuh kerelaanmu," lanjut Leon.

"Kau tahu itu tidak akan pernah terjadi."

Leon seketika berhenti. Membiarkan tubuh Luna tergantung di selah tubuhnya, dan dinding. "Pilihan ada padamu. Aku tidak akan bersikap lunak untuk sekian kali."

Cairan itu sudah menyembur di dalam sana, sesaat sebelum Luna diturunkan. Setelahnya Leon memilih memasuki bilik shower. Meninggalkan Luna yang langsung luruh ke lantai. Menatap kosong dinding di depannya dengan pikiran berkecamuk.

Pilihan yang sebenarnya sangat sulit Luna tentukan. Tetap bertahan dengan monster seperti Leon atau memilih egois—membiarkan orang-orang yang ia sayangi menjadi mangsa keganasan pria itu?

'Aku harus bagaimana? Sanggupkah aku terus seperti ini? Sekarang saja tidak hanya tubuhku, tapi batinku juga sangat tersiksa.'

Tiba-tiba Luna terhenyak, ada kain tebal menutup setengah tubuhnya hingga kepala. Setelah membenahi handuk agar menutupi tubuhnya, Luna mendengus mengetahui Leon yang hanya menutup setengah tubuhnya dengan handuk putih, berdiri berkacak pinggang.

"Bersihkan dirimu, Emma sudah menunggu di bawah."

Namun, belum sempat Luna bertanya perihal siapa Emma. Leon sudah lebih dulu berlalu, dan lagi-lagi meninggalkannya dalam keadaan mengenaskan.

*****

Tidak memprediksi Leon yang berjalan di depannya tiba-tiba berhenti, Luna yang juga kurang memperhatikan depan harus merasakan dahinya membentur punggung keras pria itu. Menggerutu sambil mengusap dahinya yang sedikit nyeri, Luna menyembulkan kepala ke samping lengan Leon, begitu mendengar ada suara wanita di depan suaminya.

"Selamat pagi.."

"Pagi. Aku senang kau bisa datang tepat waktu."

"Itu karena kau yang memberi perintah, Le."

Luna masih memperhatikan lekat-lekat wanita berstyle laki-laki di depan sana dengan alis saling tertaut.

'Itukah Emma? Aku harus memujinya tampan atau cantik?'

"Selamat pagi, Nyonya. Perkenalkan saya Emma, supir pribadi Anda."

'Apa? Supir pribadi?'

Tidak sepenuhnya paham, Luna melirik Leon yang masih belum berpaling dari depan—tidak juga menatap Emma yang tengah tersenyum ramah padanya

'Cih. Aku yakin dia bukan hanya supir, tapi juga orang yang akan selalu mengawasiku.' Luna kembali bermonolog dalam hati.

Tidak menyangka karena aksinya kemarin, Leon langsung mendatangkan Emma. Kendati penampilan wanita itu menyerupai pria, tetapi setidaknya Emma memiliki paras yang lebih ramah dibanding pelayan wanita di apartemen Leon. Sadis dan mengerikan.

"Pak Jang sudah menjelaskan apa tugasmu?" Leon menoleh singkat sang kepala pelayan yang sudah berdiri di dekat meja makan—menanti kedatangan tuan beserta nyonya rumah.

"Sudah. Dan saya berharap, Anda akan menyukai saya, Nyonya." Luna hanya membalas dengan senyum kaku. Ia belum bisa memastikan apapun sekarang.

"Aku tahu kau bisa melakukan tugasmu dengan baik."

"Terima kasih atas kepercayaanmu, Le. Aku juga berharap tidak akan mengecewakanmu."

Mendengar cara berbicara Emma pada Leon, Luna yakin mereka memiliki hubungan yang cukup dekat. Namun, tidak ingin terlibat semakin jauh obrolan keduanya. Terlebih rasa lapar semakin meremas perut, Luna memilih menuju meja makan lebih dulu. Tidak ingin semakin bodoh dengan menunda sarapan yang seharusnya ia lakukan satu jam lalu.

Sayangnya setelah duduk, mendadak Luna kehilangan selera ketika tidak menemukan menu yang diinginkan "Apa tidak ada sup hari ini, Kak?"

Tari yang berdiri di dekat Pak Jang segera mendekat. "Sesuai permintaan Anda, Nyonya. Saya mohon kesediaan Anda untuk menunggu sebentar."

"Tentu saja." Wajah Luna kembali sumringah.

"Hari ini Emma sudah mulai bekerja. Beritahu dia jika kau ingin mengunjungi suatu tempat." Melipat tangan di atas meja, Luna hanya mengangguk sekali mendapati Leon duduk di kursinya. "Kemanapun selagi bersamanya dan masih di Kota ini. Aku biarkan kau pergi."

"Iya," singkat Luna. Tidak hanya berbicara, bahkan menatap wajah menyebalkan Leon saja, Luna enggan melakukannya lebih dari satu detik.

"Apa yang kau tunggu?"

Leon mengernyitkan alis melihat piring Luna masih kosong.

Luna memang tidak mau dilayani saat makan. Pernah ia menolak tegas pelayan yang juga ingin mengisi piringnya dengan menu, seperti yang sebelumnya dilakukan di piring Leon. Luna berdalih bisa melakukannya sendiri.

Sebagaimana diketahui, Leon memang menuntut kesediaan Luna sebagai istri yang bisa memenuhi kebutuhan biologisnya. Tapi lebih dari itu, Leon tidak pernah meminta Luna juga harus melayaninya di meja makan, atau bahkan menyiapkan pakaian yang akan dikenakan. Karena itu bukan tugas Luna.

Menit berikutnya Tari datang membawa semangkuk sup pesanan Luna. "Silahkan Nyonya."

"Terima kasih."

Mengetahui Luna menginginkan yang lain, Leon memilih tidak bertanya lagi.

"Auw!"

Luna buru-buru mengembalikan satu sendok sup ke dalam mangkuk. Tidak sabaran membuat lidahnya nyaris terbakar. Melihat itu Leon seketika mengangkat tangan kiri, melarang Tari yang akan kembali mendekati Luna.

"Berikan padaku." Selesai mengusap bibirnya menggunakan tisu, Luna menatap tidak percaya Leon. Tepatnya tidak rela jika pria itu juga menginginkan supnya. "Itu masih terlalu panas untuk kau nikmati. Bawalah kemari."

"Aku bisa melakukannya sendiri," keukeuh Luna.

"Kau terlalu ceroboh dengan membuat lidahmu hampir terbakar."

Mencebik kesal, Luna menatap tidak rela Tari yang memindahkan mangkuk sup kehadapan Leon, sesuai perintah Pak Jang.

"Tidak ada yang ingin mengambilnya darimu. Seharusnya kau bisa sedikit bersabar."

Luna kembali mencebik kesal tanpa ada sanggahan yang keluar dari mulutnya.

'Itu juga karenamu aku sampai kelapan. Dan sialnya hanya sup itu yang ingin aku makan,' dengus Luna dalam hati.

"Kau bisa pastikan sup ini benar-benar dingin dulu sebelum memakannya. Jika kau tetap memaksa, bukan hanya lidahmu yang terbakar. Tapi juga bisa terjadi peradangan dan nyeri di perutmu."

Setelah memastikan sup di sendok benar-benar dingin, Leon mendekatkan ke bibir Luna. "Buka mulutmu."

Alih-alih segera membuka mulut, Luna justru memundurkan kepala. "Aku bisa melakukannya sendiri." Luna masih cukup keras kepala dengan kembali memberi penolakan.

Kesal Luna tidak bisa menghargai niat baiknya, Leon memilih mengarahkan sendok ke mulutnya sendiri dan melahap isinya. Setelah itu meletakan kasar sendok ke samping mangkuk, hingga menimbulkan suara nyaring.

Kendati mengetahui Leon tersinggung atas penolakannya, Luna tak acuh dengan kembali menggeser sup kehadapannya.

"Tuan."

Melihat kedatangan Gerry, Leon seketika bangkit dan pergi begitu saja. Bahkan tanpa menghabiskan makanannya.

Menggigit sendok yang baru dimasukkan ke dalam mulut, pandangan Luna mengikuti kemana perginya Leon dengan asistennya itu. Ia baru beralih begitu mengetahui dua pria berpakain rapi tersebut sudah memasuki lift.

"Anda butuh yang lain, Nyonya?"

"Tidak. Terima kasih." Setelah sempat terkejut dengan suara Pak Jang yang ternyata sudah berdiri di dekatnya, Luna memilih kembali fokus menghabiskan sup yang sialnya tidak senikmat tadi.

"Tuan akan berkunjung ke Sydney untuk beberapa hari ke depan."

Luna bergeming, meski sebenarnya cukup terkejut.

'Karena itu dia mendatangkan Emma?'

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status