Share

8. Tetaplah bahagia

Penulis: Damaya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-01 16:28:37

"Karena itu kau menikahinya?"

"Bukankah semua tetap harus sepadan?" Leon menarik ujung bibirnya hingga memunculkan seringai licik.

"Aku hanya berharap kau tidak pernah menyesal dengan keputusanmu sekarang."

"Tidak akan."

Menemukan gurat kecemasan di wajah tua pria yang ada di hadapannya itu, Leon tidak begitu saja terprovokasi. Memilih tetap menujukkan sikap tenang seperti yang selalu dilakukan.

"Menginaplah untuk malam ini. Lizzie juga pasti menginginkannya."

"Kau tahu jawabanku," singkat Leon yang langsung berdiri dari kursi. "Aku datang untuk mengurus bisnis, bukan menuruti keinginannya."

Tuan Smith mendesak nafas kasar, tapi Leon tak acuh dengan memilih segera pergi. Bahkan ketika wanita cantik yang baru datang membawa nampan bermaksud berbasa-basi menyapa---Leon juga mengabaikannya. Tetap melangkah lebar menuju pintu utama.

"Apa dia baru saja datang?"

"Seperti yang kau pikirkan."

Pandangan wanita itu beralih pada paper bag coklat yang ada di atas meja.

"Setidaknya dia selalu ingat hari ulang tahun Lizzie, bukankah itu yang kau inginkan?"

"Kau benar. Sekarang minumlah jusmu, setelah itu aku bantu kau membersihkan diri."

"Baiklah, berikan padaku."

Disaat Tuan Smith sedang berusaha menghabiskan jus yang ia berikan, wanita cantik itu beralih mengambil paper bag di atas meja. Namun, sesaat setelah mengetahui apa isi di dalam paper bag tersebut, mulutnya berdecak tidak suka.

'Apa dia tidak bisa menyiapkan yang lain?'

Sementara di halaman depan kediaman Smith, Leon yang akan memasuki mobil mendadak berhenti begitu mendengar seruan dari arah samping. Seorang gadis berambut pirang sedang berlari ke arahnya setelah turun dari mobil yang baru berhenti.

"Kau sudah akan pergi?"

"Ada pekerjaan yang harus aku selesaikan."

"Apa kau akan kembali untuk bermalam?"

"Tidak."

Menanggapi sikap dingin Leon, Lizzie memanyunkan bibir.

"Sebenarnya aku sangat ingin makan di meja yang sama denganmu," ungkap Lizzie penuh harap.

"Aku sibuk."

"Kau selalu saja sibuk," protes gadis itu dengan suara yang sangat pelan. Tapi Leon masih bisa mendengarnya.

Sialnya ketika Leon beralih dari depan, justru menemukan cairan benih sudah menganak sungai di pelupuk mata Lizzie, dan dipastikan akan langsung terjun bebas hanya dengan satu kali kedipan saja.

"Besok ulang tahunku," kata Lizzie lagi dengan suara nyaris tenggelam.

"Masuklah… hadiahmu sudah ada di dalam." Mendengar suara Leon berubah lembut, Lizzie yang sebelumnya sempat menundukkan kepala segera mengangkat pandangan. "Beritahu aku jika kau menginginkan yang lain. Hadiah yang lain." Leon buru-buru meralat ucapannya bahkan sebelum Lizzie membuka mulut.

"Baiklah. Terimakasih." Dengan langkah gontai Lizzie mulai menjauh Loen.

"Selamat ulang tahun."

Lizzie seketika mematung disaat kakinya hendak melewati anak tangga pertama menuju beranda. Namun, saat menoleh kebelakang, Leon sudah lebih dulu memasuki mobil, dan detik berikutnya kendaraan mewah pria itu mulai meninggalkan halaman.

*****

Emma mengerutkan alis mengetahui mereka tiba di sebuah pemakaman umum. Cukup terkejut setelah sebelumnya menganggap Luna akan mengajaknya mendatangi pusat perbelanjaan. Atau paling tidak tempat dimana sang nyonya bisa melihat orang berlalu-lalang guna menyingkirkan rasa jenuh.

Pasalnya dari apa yang Emma dengar, Luna tidak dibiarkan pergi kemanapun setelah menjadi nyonya smith. Tak ayal anggapan itulah yang seketika muncul di kepala, ketika Luna tiba-tiba mengajaknya pergi, bahkan saat matahari sudah semakin condong ke barat.

"Siapa yang ingin Anda kunjungi, Nyonya?"

"Ibu dan adikku."

Begitu mobil sudah terparkir dengan benar, Luna turun lebih dulu. Berjalan pelan memasuki area pemakaman dan diikuti Emma di belakangnya.

Luna melangkah dengan sangat hati-hati melewati beberapa batu nisan, begitu juga dengan Emma. Setelah cukup jauh berjalan, akhirnya Luna berhenti di dekat dua makam yang berjejer serta memiliki warna batu nisan yang sama.

"Mereka beruntung bisa mendapat tempat berdekatan."

Luna yang sudah akan merendahkan tubuh, menyempatkan menoleh Emma yang ternyata ada di dekatnya.

"Kakak benar, tidak tahu kebaikan apa yang pernah ibuku lakukan semasa hidupnya dulu. Sampai bisa sedekat ini dengan putranya yang bahkan kepergian mereka saja berselang tiga tahun."

Emma mengangguk setuju, terlebih setelah memastikan tahun kematian di kedua batu nisan tersebut.

"Tapi apa tidak ada seseorang yang merawat tempat ini?"

Sebenarnya Emma merasa cukup heran. Setelah memperhatikan sekitar, hanya kedua makam di hadapannya itu yang berbeda dari yang lain—banyak ditumbuhi rumput liar.

"Sebelumnya aku sendiri yang memilih membersihkan tempat ini. Aku selalu datang dua hari sekali untuk memastikan tidak ada rumput liar yang tumbuh. Tapi…"

Luna mendadak ragu saat ingin melanjutkan kalimatnya, mengingat mereka hanya orang asing yang baru mengenal. Terlebih Emma juga memiliki hubungan dekat dengan Leon. Luna tetap harus berhati-hati, mungkin saja sikap ramah Emma hanya sementara. Mustahil tidak bisa berubah kapan saja, jika memang itu wujud aslinya.

Emma memilih berdiri menjaga jarak dari Luna yang sedang khusyuk melantunkan doa dalam hati.

Selesai berdoa, jari lentik Luna beralih mencabuti rumput di sekitar makam. Tidak ingin sang nyonya melakukannya sendiri, Emma ikut merendahkan tubuh, dan sigap membantu.

"Lebih baik bersihkan tangan Anda, Nyonya. Biarkan saya yang melakukannya."

"Terima kasih. Tapi ini sudah tugasku sebagai seorang anak dan kakak. Aku tidak mau orang lain melakukannya selagi aku sendiri masih sanggup."

*****

"Luna!"

Baru selesai membersihkan tangan, Luna berubah gugup saat tahu siapa yang memanggilnya. Terlebih sosok itu tengah berjalan cepat ke arahnya, membuat Luna semakin gelisah.

Hari yang buruk. Kenapa mereka dipertemukan disaat dirinya belum siap. Terlebih dengan keberadaan Emma bersamanya.

"Kemana saja kau dua bulan ini? Aku sangat mengkhawatirkanmu?"

Mengetahui Darma langsung menggenggam kedua tangannya, nafas Luna seakan tertahan di tenggorokan. Ia benar-benar tidak ingin Darma dalam masalah. Terlebih ketika Leon mengetahui apa yang terjadi hari ini.

"Katakan sesuatu, Luna. Apa terjadi padamu sebenarnya?" Luna segera melempar tatapan mengiba pada Emma yang menatap penuh arti Darma.

"Kak, bisakah beri kami sedikit waktu?"

"Baik, Nyo—"

"----aku janji tidak akan lama." Luna segera menyela. Tidak ingin Darma tahu sebutan Emma padanya.

Setelah mengangguk samar, Emma memilih mendekati mobilnya yang terparkir di dekat pintu masuk.

"Terimakasih sudah mengkhawatirkan aku, Kak." Luna menarik tangannya. Meski tahu tindakan tersebut membuat Darma kecewa, tetapi ia tetap harus melakukannya.

"Ada apa denganmu? Apa aku sudah melakukan kesalahan?"

Menggeleng tegas, suara Luna berubah parau "Tidak."

"Lantas, apa yang membuatmu seperti ini? Aku merasa kau tidak baik-baik saja. Katakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi? Kita pasti bisa melewatinya seperti yang sudah-sudah. Kau masih percaya padaku, bukan?"

"Kak…"

Suara Luna lagi-lagi tercekat di tenggorokan, dan detik berikutnya ia hanya bisa terisak.

Kendati dengan benak menerka-berka, Darma segera memeluk Luna.

"Tetaplah hidup dengan baik, Kak. Carilah kebahagiaanmu."

"Apa yang kau bicarakan?" Seketika Darma melepas pelukannya. Dicengkramnya pelan kedua bahu Luna, agar bisa melihat jelas wajah wanita yang sangat ia rindukan itu. "Bukankah kita sudah sama-sama yakin untuk melangkah bersama apapun yang terjadi? Jangan bilang kau berubah pikiran dan tidak ingin menikah denganku lagi?"

"Maafkan aku."

"Jangan katakan itu lagi. Aku tidak mau mendengarnya." Luna semakin terisak begitu Darma memilih berpaling. Ia tahu pria itu berusaha menyembunyikan kekecewaan yang teramat dalam padanya. "Kalau saja kau tau, aku hampir gila saat tidak menemukanmu dimanapun selama dua bulan terakhir. Kemana kau sebenarnya? Kenapa tiba-tiba mengatakan ini padaku. Apa mungkin kau…?" Kembali menghadap Luna dan menangkup pipi gadis itu dengan kedua tangannya. Darma menuntut penjelasan.

"Apa mungkin ada pria lain yang sudah menggantikan posisiku di hatimu?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pemuas Hasrat Tuan Majikan   79. Perlu memastikan

    “Bukankah itu Max?” Leon terkejut begitu turun dari mobil, mengetahui keberadaan pria bertato hampir sekujur tubuh itu ada tidak jauh dari tempat pameran. Meski terhalang mobil-mobil para pengunjung, tapi Leon yakin tidak salah mengenali.Gerry yang sudah berdiri di samping Leon ikut memperhatikan arah yang sama, dan sepertinya juga menunjukan reaksi yang tidak jauh berbeda. Mustahil pria seperti Max mau repot-repot menunjukkan diri di tempat keramaian jika memang tidak ada yang diincar.“Oh sial!”Leon bergegas lari saat melihat Luna dari kejauhan. Gerry juga tak mau ketinggalan untuk ikut menyelamatkan sang nyonya.******Luna panik begitu sadar telah kehabisan peluru, sedangkan pria itu sudah semakin mendekati dirinya sambil memainkan pisau lipat milik Emma.“Kau pikir bisa lolos dariku?”“Kita tidak saling mengenal. Kenapa kau begitu ingin membunuhku?” Luna berkata gugup.Melihat pria itu belum menyerah untuk melukai Luna, tentu saja Emma tidak tinggal diam dengan menyambar satu p

  • Pemuas Hasrat Tuan Majikan   78. Kembali diserang

    “Sepertinya nyonya belum datang.” Gerry ikut memperhatikan pengunjung yang melintas di depan mereka, dan ternyata tidak menemukan Luna ataupun Emma. “Saya akan memberitahu Emma jika Anda sudah menunggu.” Leon mengangguk setuju.Namun, sudah dua kali panggilan Emma tak juga menjawab.“Ada apa?” Leon melihat Gerry bolak-balik menempelkan ponsel ke telinga setelah memastikan layarnya.“Emma tidak menjawab, Tuan.”Leon lantas melirik arloji di pergelangan tangannya. Semalam Luna meminta izin hanya akan satu jam mengunjungi tempat itu, sedangkan sekarang sudah hampir lewat tiga puluh menit Luna belum juga terlihat datang. Sementara Emma malah mengabaikan panggilan Gerry. Leon merasa pasti ada yang tidak beres.“Tuan—”“--kita pergi sekarang.” Belum sempat Gerry menyelesaikan kalimatnya, Leon sudah lebih dulu pergi seraya memberi perintah.*******“Tetap diam di tempat kalian!” Pria itu memperingatkan semua orang. “Dan kau!” Beralih pada Emma yang juga masih bergeming. “Jangan coba-coba me

  • Pemuas Hasrat Tuan Majikan   77. Bunga istimewa

    Tidak mudah mencari tahu kehidupan seorang Leon Smith. Kendati sudah bukan rahasia umum lagi pria itu memiliki kebiasaan bergonta-ganti wanita, tapi sampai detik ini belum ada yang tahu pasti siapa wanita yang sedang bersamanya dan memiliki hubungan khusus dengannya. Atau memang tidak pernah ada komitmen setia dalam diri pria seperti Leon.Selain Ayumi, ada beberapa wanita dari kalangan pebisnis maupun artis yang mengaku pernah memiliki hubungan dekat dengan Leon. Namun, Leon sendiri enggan menanggapi kabar tersebut. Tidak hanya sulit didekati, Leon juga terlalu dingin pada siapa saja, tak terkecuali para pemburu berita yang ingin mengulik kehidupan pribadinya.Sampai ketika berita kehamilan Ayumi mencuat ke publik, tidak sedikit yang menduga Leon lah ayah bayi itu. Pasalnya jika dihitung dari usia kehamilan Ayumi, dan hari dimana wanita itu menyebut dirinya tengah memiliki hubungan Leon. Untuk itu tidak heran jika Leon kandidat yang paling tepat."Belum diketahui dengan siapa dia tin

  • Pemuas Hasrat Tuan Majikan   76. Mata-mata

    Hari sudah lewat tengah malam, tapi Luna belum juga bisa tidur setelah keluar dari ruang rahasia Leon dua jam lalu. Luna masih belum tenang memikirkan untuk apa Leon menyimpan senjata sebanyak itu. Belum lagi rasa penasaran akan rahasia Leon, benar-benar membuat Luna terus memikirkannya."Aku ragu kematian Nyonya Lauren ada hubungannya dengan Pak Jang. Dilihat bagaimana sikap Leon begitu menghormati Pak Jang, sepertinya semakin tidak mungkin." Lelah hanya duduk bersandar di ranjang, Luna memilih bangkit lantas berjalan mendekati pintu balkon."Lalu bagaimana dengan Kak Emma? Bukankah mereka berteman?"Pertanyan itu masih saja mengusik Luna, sebagaimana yang ia ketahui, Emma dan Leon bahkan sudah berteman sejak remaja. "Astaga! Atau jangan-jangan dia?"Tiba-tiba saja Luna merasakan panas di sekujur tubuh. Pendingin ruangan seakan tidak mampu menghalau rasa panas yang sekarang menjalar hingga pembuluh darah. Luna lantas membuka satu daun pintu kaca, demi mendapat udara dari luar. "Te

  • Pemuas Hasrat Tuan Majikan   76. Bimbang

    Luna jadi tahu apa fungsi ruang rahasia Leon. Digunakan untuk penyimpanan senjata-senjata mematikan. Ternyata selain dingin dan menyebalkan—Leon memiliki hobi diluar nalar manusia dengan menjadi kolektor senjata api."Apa dia segila itu?" Belum hilang keheranan Luna atas apa yang dilihatnya.Pemikiran sederhana Luna belum bisa memahami untuk apa Leon menyimpan senjata sebanyak itu, dengan jenis yang sama."Tapi tidak ada yang perlu dikhawatirkan setelah aku mengetahui semua ini." Luna kembali bermonolog. "Yang terpenting aku harus bisa membuatnya tunduk, dan menuruti apa saja yang aku inginkan." Untuk pertama kali seringai licik muncul di ujung bibir Luna, mengingat rencana yang sudah tersusun rapi di kepala. Kali ini Luna harus berhasil, lantaran tidak hanya untuk keselamatan dirinya, melainkan juga seseorang yang sampai saat ini masih sering ia khawatirkan. Sadar tidak bisa pergi dari jalan manapun, Luna mulai berpikir cerdas dalam menentukan sikap. Jika tidak bisa melepaskan diri

  • Pemuas Hasrat Tuan Majikan   75. Hal tak terduga

    Luna sudah berdiri di depan pintu ruang rahasia Leon. Setelah mendorongnya, dan terbuka, Luna tidak langsung masuk. Melainkan mencari tahu bagaimana bisa membuka pintu itu lagi ketika dirinya sudah ada di dalam. "Apa mungkin ada tombol tertentu di dalam?" Luna dilema. Masih sangat takut untuk masuk lagi. Tapi juga tidak bisa menunda waktu demi menuntaskan rasa ingin tahunya. Luna harus bergerak cepat sebelum Leon kembali.**********Leon mengendarai sendiri kendaraan roda empatnya. Setelah menyelesaikan pekerjaannya bersama Gerry. Leon memutuskan memutar arah untuk menuju suatu tempat.Suara mesin mobil Leon berdengung sangar, saat membelah jalanan yang sepi di bawah naungan langit cerah. Cepatnya laju kendaraan setara angin beliung yang bisa menyapu jalanan ketika melintas. Leon yang sudah tidak sabar ingin segera sampai tujuan, tidak mengurangi kecepatan sedikitpun meski kondisi jalan menikung. Tak ayal lantaran ketidak sabarannya itu, mobil Leon sempat menabrak pembatas jalan, lan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status