Share

Bab 166

Author: Liyusa_
last update Last Updated: 2025-11-12 10:59:23
Alya menatap Revan dengan mata yang sudah mulai berkaca-kaca. “Aku cuma nggak mau ikut kamu.” ucapnya ketus, napasnya memburu, seolah menahan sesuatu yang lebih besar dari sekadar marah.

Revan masih menatapnya, alisnya berkerut dalam kebingungan. “Kenapa?” tanyanya, tapi suaranya terdengar sungguh-sungguh.

“Aku ada salah apa sama kamu?”

Alya tidak menjawab. Bibirnya bergetar, matanya mulai berkaca. Ia menunduk, mencoba menahan air mata yang akhirnya jatuh juga, membasahi pipinya yang pucat.

Ia membenci dirinya karena terlihat lemah di depan Revan, tapi rasa sakit di dadanya terlalu dalam untuk disembunyikan.

Melihat itu, Revan panik. Ia melangkah cepat dan langsung menarik Alya ke dalam pelukannya.

“Kamu kenapa, Alya?” bisiknya lirih di telinga perempuan itu.

Pelukan itu hangat, erat, tapi justru membuat dada Alya terasa sesak. Hatinya mencelos saat tiba-tiba bayangan itu muncul lagi, foto yang ia lihat semalam. Foto yang dikirim tanpa nama, tapi terlalu jelas untuk disal
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Pemuas Nafsu Kakak Tiri   Bab 228

    ​Pria yang berdiri di hadapan mereka adalah Bagaskara, Papa Alisha. Wajahnya keras, rahangnya tegas, memancarkan aura intimidasi yang kuat. Di sofa seberang, duduk Alisha yang menunduk dengan wajah sembab, diapit oleh Alina, ibunya, yang menatap Revan dengan sorot mata berapi-api.​Maya masih duduk santai dengan kaki menyilang, senyum miringnya makin lebar, jelas menikmati drama gratis yang tersaji di depan mata.​Revan sama sekali tidak melepaskan genggaman tangannya pada Alya. Ia justru menarik gadis itu sedikit ke belakang tubuhnya, melindunginya dari tatapan-tatapan tajam itu.​“Ada urusan apa Anda menunggu saya?” tanya Revan dingin. Tidak ada nada hormat dalam suaranya, hanya ketajaman yang menusuk.​Mata Bagaskara menyipit. Ia melirik Arman sekilas, lalu kembali menatap Revan dengan pandangan merendahkan.​“Arman,” panggil Bagaskara tanpa menoleh, “begini cara kamu mendidik anak? Begini sikap anak kamu ke orang tua?”Arman menghela napas berat, wajahnya tampak lelah dan terteka

  • Pemuas Nafsu Kakak Tiri   Bab 227

    ​Alya yang baru saja menyuap nasi langsung tersedak.​“Uhuk!”​Ia memukul lengan Revan keras-keras sambil terbatuk. “REVAN! Mulutnya!”​Revan hanya tertawa, menuangkan air mineral ke gelas dan menyodorkannya pada Alya. “Bercanda, Sayang. Makan dulu.”​Mereka pun makan dalam diam yang nyaman, menikmati sisa waktu berdua di apartemen itu sebelum kembali ke rumah.***Langit malam kota sudah sepenuhnya gelap saat mobil Revan akhirnya keluar dari area apartemen dan membelah jalanan yang mulai lengang.​Cahaya lampu jalan yang kekuningan menerpa wajah mereka bergantian, menciptakan bayangan yang bergerak ritmis di dalam kabin mobil.​Alya menyandarkan kepalanya ke kaca jendela, menatap kosong ke arah gedung-gedung tinggi yang berlalu cepat. Rasa kenyang ditambah lelah pasca aktivitas mereka tadi membuat matanya terasa berat, tapi hatinya terasa penuh dan hangat.​Keheningan menyelimuti mereka selama beberapa menit.​Revan, yang sejak tadi menyetir dengan satu tangan santai di kemudi semen

  • Pemuas Nafsu Kakak Tiri   Bab 226

    Alya langsung mendelik. "Udah ya, Van. Nggak usah aneh-aneh," tolaknya cepat sambil beranjak berdiri. "Aku sudah lapar banget, nanti kalau pingsan di kamar mandi gimana?"​Revan terkekeh kecil melihat reaksi Alya. Ia mengubah posisinya menjadi duduk bersandar, matanya masih jahil memindai tubuh Alya.​"Yakin udah?" godanya lagi. "Aku masih kuat, lho."​Wajah Alya memerah seketika. Ia buru-buru mengambil langkah mundur. "Van, aku pulang beneran nih kalau kamu mulai lagi!" ancamnya, meski kakinya tidak benar-benar melangkah pergi.​Revan menaikkan sebelah alisnya, tampak sama sekali tidak terintimidasi.​"Coba aja kalau berani," tantangnya santai. Nada suaranya rendah namun penuh peringatan main-main. "Kamu keluar dari pintu itu..."Ia menyeringai. "aku hukum kamu di rumah."​Alya yang sudah setengah jalan menuju kamar mandi langsung berbalik badan, menatap Revan dengan wajah tak percaya.​"Ih! Main ngancem-ngancem segala!" protesnya kesal sambil menghentakkan kaki pelan.​“Biarin,” s

  • Pemuas Nafsu Kakak Tiri   Bab 225

    Revan mengecup lembut titik denyut nadi di sana, membuat Alya refleks mendongak dan mendesah pelan. Kecupan itu perlahan berubah menjadi hisapan kecil yang posesif, meninggalkan jejak hangat yang seketika mengaburkan akal sehat Alya. Rasa lapar di perutnya lenyap, digantikan oleh rasa lapar lain yang terbangun perlahan karena sentuhan Revan.Tangan Revan yang melingkar di pinggang Alya mengerat, menarik tubuh mungil itu hingga menempel rapat padanya tanpa menyisakan jarak. Ia menghirup aroma tubuh Alya dalam-dalam, seolah itu adalah satu-satunya oksigen yang ia butuhkan untuk bernapas.“Masih mau bilang enggak?” goda Revan, suaranya rendah, di sela ciumannya yang kini merambat naik ke arah rahang.Alya menyerah. Ia memejamkan mata, membiarkan sensasi menggelitik itu mengambil alih dirinya sepenuhnya.“Dasar curang…” gumamnya pasrah, suaranya nyaris tenggelam di antara napas mereka.Revan terkekeh pelan. Ia akhirnya mengangkat wajah, menatap Alya yang tampak berantakan dan sayu, pem

  • Pemuas Nafsu Kakak Tiri   Bab 224

    Perut Alya tiba-tiba berbunyi cukup keras di tengah keheningan. Grrrkk… ​Revan yang memejamkan matanya sontak membukanya. Tubuhnya bergetar pelan karena tawa yang ia tahan. Ia menunduk, menatap wajah Alya yang sudah memerah. ​“Kamu lapar?” tanyanya, tangannya mengusap perut rata Alya yang baru saja berbunyi. ​Alya mengerang pelan, menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan karena malu setengah mati. ​“Iya, Van…” katanya jujur dari balik telapak tangan. “Gara-gara kamu, aku belum sempat makan siang.” ​Revan tertawa lepas. Suaranya renyah memenuhi ruangan. Ia mengecup puncak kepala Alya dengan gemas. ​“Ya sudah, kita pesan makan aja,” usulnya santai sambil meraih ponselnya yang tergeletak di meja dekat sofa. “Mau apa? Pizza? Sushi? Atau nasi padang?” ​Alya menurunkan tangannya, menatap sekeliling ruangan apartemen yang mewah tapi tampak sepi itu. ​“Di sini nggak ada bahan yang bisa dimasak, Van?” tanyanya penuh harap. “Mie instan atau telur gitu?” ​Revan menggel

  • Pemuas Nafsu Kakak Tiri   Bab 223

    Tanpa aba-aba, satu tangan Revan menyelip di bawah lutut Alya. Dalam satu gerakan cepat, ia mengangkat tubuh gadis itu. “Ah!” Alya memekik kaget. Kedua kakinya refleks melingkar di pinggang Revan, sementara lengannya memeluk leher pria itu erat-erat agar tidak terjatuh. “Revan! Turunin!” protesnya, napasnya sudah tak beraturan, wajahnya memanas. “Nanti,” jawab Revan singkat. “Kalau kita sudah di sofa.” Ia melangkah menuju sofa panjang di ruang tengah yang temaram. Namun ia tak sekadar meletakkan Alya. Revan ikut menindih tubuhnya, mengurungnya di antara sandaran sofa yang empuk dan tubuhnya yang kokoh. Alya terengah. Dadanya naik turun cepat, bergesekan dengan dada Revan yang menempel rapat padanya. Jarak wajah mereka tinggal beberapa sentimeter. Mata Revan yang gelap menelusuri wajah Alya perlahan, seakan ingin menghafal setiap ekspresi pasrah yang kini terlihat begitu memikat. “Kamu kelihatan cantik banget kalau lagi berantakan begini,” bisiknya serak. Ibu jarinya mengusap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status