Share

Bab 191

Author: Liyusa_
last update Huling Na-update: 2025-11-26 21:43:49

191

Koridor rumah sakit mendadak dipenuhi ketegangan yang begitu pekat hingga seolah udara tak bisa lagi bergerak.

“Alisha!!!” Maya menjerit, seolah panik.

Revan berdiri beberapa langkah dari mereka, wajahnya keras, tatapannya gelap, tapi bukan panik, lebih ke muak dan tak sudi lagi diseret ke dalam drama ini.

Saat semua orang terdiam ketakutan, Revan membuka mulutnya pelan, dingin.

“Kalau kamu mau mati…”

Ia melangkah setapak mendekat, tatapannya tajam menusuk. “ya langsung loncat. Nggak usah nanggung-nanggung.”

Suasana seketika membeku.

Arman memutar tubuh, memelototi putranya dengan tatapan tak percaya. “Revan!!! Kamu ini ngomong apa?!”

Revan mengangkat alisnya sedikit, ekspresinya datar, tak terpengaruh. “Kenapa? Bukannya dia yang mau mati? Ya udah. Sekalian aja.”

“Revan!” bentak Arman, wajahnya merah padam. “Ini semua gara-gara kamu!”

Revan mengerutkan kening, seperti baru saja mendengar lelucon paling bodoh di dunia. “Apa? Papa nyalahin aku?”

“Iya!” Arman menunjuk ke arah wajah R
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter
Mga Comments (3)
goodnovel comment avatar
Azfar Nad
mati nggak!!! mati aja tar kan dicek tuh trnyata gk hamil bru nyahok deh si alisha...mo km puter"in smpai dubai apa america dl sih kak ini crtanya dramany gk kelar"..
goodnovel comment avatar
reza zr
semoga langsung wafat deh
goodnovel comment avatar
Alan Nasution
dah mati aja ribet bnget sma drama murahan .
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Pemuas Nafsu Kakak Tiri   Bab 223

    Perut Alya tiba-tiba berbunyi cukup keras di tengah keheningan.Grrrkk…​Revan yang memejamkan matanya sontak membukanya. Tubuhnya bergetar pelan karena tawa yang ia tahan. Ia menunduk, menatap wajah Alya yang sudah memerah.​“Kamu lapar?” tanyanya, tangannya mengusap perut rata Alya yang baru saja berbunyi.​Alya mengerang pelan, menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan karena malu setengah mati. ​“Iya, Van…” katanya jujur dari balik telapak tangan. “Gara-gara kamu, aku belum sempat makan siang.”​Revan tertawa lepas. Suaranya renyah memenuhi ruangan. Ia mengecup puncak kepala Alya dengan gemas.​“Ya sudah, kita pesan makan aja,” usulnya santai sambil meraih ponselnya yang tergeletak di meja dekat sofa. “Mau apa? Pizza? Sushi? Atau nasi padang?”​Alya menurunkan tangannya, menatap sekeliling ruangan apartemen yang mewah tapi tampak sepi itu.​“Di sini nggak ada bahan yang bisa dimasak, Van?” tanyanya penuh harap. “Mie instan atau telur gitu?”​Revan menggeleng tanpa rasa bersal

  • Pemuas Nafsu Kakak Tiri   Bab 223

    Tanpa aba-aba, satu tangan Revan menyelip di bawah lutut Alya. Dalam satu gerakan cepat, ia mengangkat tubuh gadis itu. “Ah!” Alya memekik kaget. Kedua kakinya refleks melingkar di pinggang Revan, sementara lengannya memeluk leher pria itu erat-erat agar tidak terjatuh. “Revan! Turunin!” protesnya, napasnya sudah tak beraturan, wajahnya memanas. “Nanti,” jawab Revan singkat. “Kalau kita sudah di sofa.” Ia melangkah menuju sofa panjang di ruang tengah yang temaram. Namun ia tak sekadar meletakkan Alya. Revan ikut menindih tubuhnya, mengurungnya di antara sandaran sofa yang empuk dan tubuhnya yang kokoh. Alya terengah. Dadanya naik turun cepat, bergesekan dengan dada Revan yang menempel rapat padanya. Jarak wajah mereka tinggal beberapa sentimeter. Mata Revan yang gelap menelusuri wajah Alya perlahan, seakan ingin menghafal setiap ekspresi pasrah yang kini terlihat begitu memikat. “Kamu kelihatan cantik banget kalau lagi berantakan begini,” bisiknya serak. Ibu jarinya mengusap

  • Pemuas Nafsu Kakak Tiri   Bab 222

    Alya menarik nafas dalam-dalam.“Van,” ucap Alya pelan, nadanya melembut. “Bisa nggak imbalannya nanti aja? Kalau udah sah. Cuma seminggu lagi kok.”Revan tetap menatap jalan. “Nggak bisa, Alya. Aku udah bilang. Aku nggak mau nunggu selama itu.”Alya menggigit bibirnya. “Nanti malam pertama kita jadi nggak berkesan, Van.”Revan meliriknya sebentar, lalu berkata tenang namun tegas, “Apapun, asal sama kamu, selalu berkesan.”Kalimat itu membuat Alya kehabisan kata.Ia terdiam. Tangannya saling menggenggam di pangkuan, dadanya terasa penuh oleh campuran takut, pasrah, dan perasaan yang tak sanggup ia uraikan.Tak lama kemudian, mobil memasuki area parkir basement apartemen mewah itu.Revan mematikan mesin, tapi ia tidak segera turun. Ia hanya duduk diam, membiarkan kegelapan di dalam mobil perlahan mengambil alih.​Alya bisa merasakan jantungnya seolah ingin melompat keluar dari rongga dadanya. Ia tidak berani menoleh. Ia tahu, di balik wajah tenang Revan, ada badai yang sedang menunggu

  • Pemuas Nafsu Kakak Tiri   Bab 221

    Jam di ponsel Alya menunjukkan tepat pukul empat sore saat ia akhirnya melangkah keluar dari gedung fakultas. Langit masih terang, tapi panasnya sudah tidak seterik siang tadi. Bahunya terasa pegal karena kelas tambahan yang mendadak, dan kepalanya penuh oleh materi yang dipadatkan dalam waktu singkat. Ia menghela napas pelan sambil menuruni anak tangga, lalu merogoh tas mencari ponselnya. Baru saja layar ponsel menyala, langkah Alya terhenti. Mobil Revan sudah terparkir di depan kampus. Posisinya hampir sama seperti siang tadi, seolah Revan tidak benar-benar pergi ke mana pun. Alya menatapnya beberapa detik, lalu tersenyum kecil tanpa sadar. Ada rasa bersalah yang langsung menyelinap. Ia mematikan layar ponselnya, menyimpannya kembali ke dalam tas, lalu berjalan mendekat. Begitu pintu mobil dibuka dan ia masuk, hawa sejuk AC langsung menyelimuti tubuhnya. Pintu tertutup. Hening. Revan duduk di kursi pengemudi dengan ekspresi yang masih sama, rahang mengeras, tatapan

  • Pemuas Nafsu Kakak Tiri   Bab 220

    Rafi mengangkat kedua telapak tangannya setinggi dada, gesturnya tampak santai seolah ingin meredakan suasana. Namun sudut bibirnya tetap melengkung tipis, senyum yang terlalu tenang untuk situasi setegang ini.“Santai aja, Van,” katanya ringan. “Aku nanya Alya, bukan kamu.”Ia kembali menoleh ke Alya, sorot matanya lembut, nyaris penuh pengertian. “Alya apa benar kamu calon istri dia?”Alya menarik napas dalam-dalam. Dadanya terasa sesak, tapi kali ini ia memaksa dirinya untuk tidak menghindar. Ia mengangguk pelan, lalu bersuara, meski nadanya sedikit bergetar.“Iya, Fi,” ucapnya jujur. “Dia calon suamiku. Aku mau nikah sama Revan.”Revan menyeringai. Senyum miring itu muncul begitu saja, seolah kalimat Alya adalah kemenangan kecil yang sejak tadi ia tunggu. Ia menoleh ke arah Rafi, dagunya terangkat sedikit.“Kamu dengar sendiri, kan?” katanya dingin. “Jadi tolong, jangan ajak istri orang jalan sembarangan.”Rafi tertawa kecil, singkat. Ia menggeleng, seolah kalimat itu terlalu

  • Pemuas Nafsu Kakak Tiri   Bab 219

    Alya tersentak hingga bahunya terangkat refleks, sementara Revan memejamkan mata rapat-rapat sambil menggeram pelan, seolah sedang menelan umpatan yang sudah hampir lolos dari bibirnya. Keduanya menoleh bersamaan ke arah jendela pengemudi. Di sana, seorang petugas keamanan kampus berdiri tegak dengan wajah kaku, kembali mengetuk kaca mobil yang berlapis film gelap itu. “Selamat siang, Pak. Mohon maaf, disini dilarang berhenti. Mobilnya menghalangi jalur bus kampus,” ujar petugas itu dari luar. Alya spontan memalingkan wajah, menutupnya dengan kedua telapak tangan karena rasa malu yang menyerbu tanpa ampun. “Tuh, kan! Aku tadi sudah bilang!” desisnya panik. Tangannya buru-buru merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. “Malu, Van…malu.” Revan menghembuskan nafas kasar. Ia kembali bersandar ke sandaran kursi, menyisir rambutnya ke belakang dengan gerakan frustasi yang tak ia sembunyikan. Matanya sempat melirik Alya, yang bahkan sudah meraih gagang pintu, seolah ingin lenyap da

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status