Berbeda dengan Adrian yang menunjukkan kepuasan di wajahnya, Alea justru merasa khawatir kalau Gina tiba-tiba pulang, sehingga dia segera mengumpulkan pakaiannya meskipun nyeri di pangkal pahanya masih terasa.
"Setelah ini siapkan makanan untukku, Alea." "Baik, Tuan," jawab Alea lemas, meninggalkan kamar dengan perasaan bersalah. Dia menyesali tindakannya, terlebih menyadari kalau ia menikmati permainan dari majikannya. Di kamar mandi, Alea membersihkan tubuhnya, menggosoknya dengan keras, dengan harapan dapat menghilangkan bau permainan panas bersama suami majikannya. "Mengapa nasibku begini?" keluhnya sambil menangis. Setelah selesai, Alea mulai memasak. Baru saja ia menyiapkan makanan di meja, Adrian turun dengan rambut basah. "Anda mau makan sekarang, Tuan?" tanyanya. "Iya, aku lapar," jawab Adrian sambil menatap Alea. Tanpa ingin membuat Adrian menunggu, Alea cepat-cepat menyajikan makanan di hadapannya. Adrian mengatakan telah mentransfer uang yang disepakati, dan Alea berterima kasih. "Ingat, Alea, kita hanya bertransaksi. Jangan sampai ada perasaan yang terlibat, karena saya gak akan tanggung jawab." Ucapan Adrian membuat Alea mengangguk, dia sudah paham akan posisinya. Bagaimana mungkin seorang pungguk bisa menggapai bulan? “Dan pastikan untuk melakukan pencegahan sendiri supaya kamu gak hamil,” lanjutnya. “Baik, Tuan,” jawab Alea. Dari arah depan, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki mendekat, Gina bergabung dengan Adrian dan Alea. “Mas,” panggil Gina, mengecup pipi Adrian. “Sayang, kok sudah pulang? Bukannya kamu ada piket?” tanya Adrian. “Aku lelah setelah operasi, jadi aku menukar shift aku sama staff lain,” jawabnya. Gina menarik kursi dan duduk, “Kamu kelihatan segar sekali, Mas,” ucap Gina. Ucapan Gina seketika membuat Alea pucat, maniknya tak sadar menatap Adrian yang ternyata, sama- sama terlihat gugup. “Aku baru keramas, jadi lebih segar,” kata Adrian sambil tersenyum menatap istrinya. “Kalau mood kamu bagus begini kan enak, nggak seperti biasanya yang marah-marah. Alea, tolong ambilkan piring untukku.” Lama tidak makan malam bersama, dokter cantik itu ingin menemani suaminya. “Alea, aku perhatikan cara jalan kamu sedikit beda, apa kaki kamu sakit?” Pertanyaan Gina membuat Alea seketika mematung, takut Gina akan mengetahui perbuatan hinanya dengan Adrian. Tak hanya Alea, Adrian juga memucat. Pria itu menatap Alea dengan tatapan mengintimidasi. “Sa- saya tadi habis jatuh, Nyonya.” Alea menjawab spontan, khawatir jika alasannya membuat Gina curiga. “Astaga, Alea, hati-hati kalau jalan.” Gina menggeleng heran. Tidak ingin istrinya bertanya lebih lanjut, Adrian mengajak Gina segera makan. Setelah makan malam, dia mengajak Gina naik ke atas. “Ayo kita ke kamar sayang, kamu pasti lelah dan butuh istirahat.” Adrian menuntun Gina dengan kedua tangannya memegang pundaknya. Gina tersenyum dan mengangguk karena sikap Adrian malam ini membuat Gina bahagia. Sebetulnya, dia berharap Adrian akan kembali seperti dulu yang tidak mempermasalahkan karirnya. Karena itu, sebagai gantinya, dia ingin memberikan “jatah” pada suaminya yang sudah hampir sebulan terlupakan. Setelah mandi, Gina mendekati suaminya yang duduk bersandar di kepala ranjang. Lalu perlahan, Gina membuka handuk kimononya di depan Adrian. “Mas, lama sekali aku tidak melayani kamu.” Tangan Gina meraba dada suaminya, menatap sang suami dengan manik yang menggoda. Namun, hasrat yang telah tersalurkan membuat Adrian tidak berminat bercinta lagi. “Sayang, aku sangat lelah, bagaimana kalau besok saja?” Adrian menutup tubuh Gina dengan handuk yang tadi dilepasnya. Seketika, Gina mengernyitkan alisnya. Tumben sekali suaminya menolak, padahal biasanya Adrian selalu meminta bahkan merengek jika tidak diberi. “Tumben kamu menolak, Mas?” tanya Gina sambil bangkit. Penolakan Adrian membuat hatinya sakit. Ada rasa was-was, namun Gina dengan cepat menghilangkannya. Adrian bangkit dan memeluk Gina dari belakang. “Aku takut fisikku yang lelah tidak bisa memuaskanmu, Sayang,” bisik Adrian sambil mencium leher istrinya. Gina berbalik badan dan mengalungkan tangan di leher suaminya. “Iya Mas, sebenarnya aku juga lelah.” “Ya sudah lebih baik kita tidur,” kata Adrian. ** Keesokan harinya, Gina berangkat lebih pagi. Ia berpesan kepada Alea untuk membangunkan suaminya. Mendapat amanat tersebut membuat Alea cemas. Dan benar saja, saat ia membangunkan Adrian, pria itu justru menarik pergelangan tangannya dengan paksa, hingga Alea terjatuh tepat di atas Adrian. “Layani aku lagi, Alea.” Ucap Adrian. Adrian sendiri memang tak bisa memungkiri, jika lubang milik Alea yang lebih sempit dari milik sang istri membuatnya tergoda. “Tapi Tuan … Anda harus ke kantor,” jawab Alea, berusaha menjauh dari tubuh majikannya. Tapi, semakin ia menjauh, pria itu justru tak menyerah. “Kantor itu milikku, jadi terserah aku mau berangkat jam berapa.” Adrian tertawa licik menatap sang pembantu. Alhasil, ciuman panas kembali terjadi, Alea yang sempat menolak kini terbawa arus permainan dari majikannya, hingga kaosnya terangkat ke atas, menunjukkan asetnya yang luar biasa. Tiba-tiba, Alea mendorong tubuh Adrian. “Tuan jangan, ini ranjang Nyonya.” Sebetulnya, Alea ingin menghentikan hasrat Adrian tetapi tak disangka Adrian justru mengajukan permintaan yang membuat maniknya seketika membola. “Yaudah, kalau begitu, ayo!” ucap Adrian, membuat Alea terkejut karena pria itu tiba-tiba menggendong tubuhnya ala bridal style, dan membawanya ke kamar mandi. “Tuan! Apa yang anda lakukan!?” "Kita lakukan di bathup, kamu mau aku siap-siap ke kantor, kan? Kalau begitu, sekalian saja."Sudah seperti ini Agam tidak bisa mengelak lagi. Netranya menatap Yesa dan papa mertuanya.Seolah tahu apa yang Agam pikirkan, Yesa mengangguk, memberi kode pria itu untuk memberitahukan siapa dia. “Sebenarnya Yesa adalah istriku,” ungkapnya. Semua orang yang berada di sana terkejut siapa sangka asisten yang mereka anggap tidak berkompeten adalah suami CEO-nya sendiri. Mereka saling tatap, ekspresi mereka menunjukkan rasa tak enak, bagaimana tidak orang yang sedari tadi mereka jelek-jelekan dan mereka anggap tidak berkompeten adalah orang dalam sendiri. Sebelum terlambat mereka berpura-pura tertawa dan bersikap baik. Mereka mengatakan kalau apa yang mereka ucapkan tidak bermaksud apa-apa. “Tidak bermaksud apa-apa gimana! Jelas tadi anda bilang dia tidak becus apa-apa.” Kekesalan Yesa merangkak naik. Padahal selama ini kinerjanya begitu baik,” Sambung Yesa. Melihat ekspresi orang-orang itu Agam pun tersenyum tipis kemudian duduk menghadap mereka semua. “Justru kalianlah yang t
“Apa Dok istri saya hamil?” Agam nampak tak percaya dengan apa yang Dokter katakan. “Iya, selamat Pak.” Dokter memberikan selamat atas kehamilan pasiennya. Netra Agam kini mengarah pada istrinya, dia sungguh tak percaya akan secepat ini menjadi seorang ayah. “Sayang aku akan menjadi ayah?” Agam menunjuk dirinya sendiri. Yesa mengangguk kemudian mereka berpelukan di depan dokter. Dalam pelukan Agam, Yesa menangis, Tuhan telah mempercayakan seorang anak padanya dan Agam. Melihat mereka, dokter turut terharu, terlebih ucapan Yesa yang begitu menyentuh. Kecupan demi kecupan mendarat di wajah Yesa, membuat Dokter dan suster saling pandang. “Maaf mengganggu, silahkan tebus obatnya.” Tak mungkin dokter menunggui orang yang tengah berbahagia bisa-bisa pasien lainnya kelamaan mengantri. Kini mereka telah berada di dalam mobil, karena takut terjadi apa dengan janinnya Agam menyetir dengan kecepatan yang sangat rendah. “Mas kapan sampainya?” Protes Yesa. “Aku tidak ingin terjadi apa-
Buru-buru Yesa mendorong tubuh Agam, kemudian dia terkekeh melihat kakaknya. “Kak Arya.” Yesa berjalan mendekat kemudian memeluk kakaknya itu. Kini mereka telah di sofa, Arya menjelaskan alasan kenapa ponselnya tidak aktif. Dia juga meminta maaf pada Adiknya karena baru datang. “Tidak perlu meminta maaf Yes sekarang memiliki aku.” Agam merangkul istrinya. “Sudah bucin nih bocah.” Arya menggeleng melihat kebucinan Agam. Mereka mengobrol banyak, Agam juga bertanya kabar Melati dan Arcelo. “Kapan-kapan boleh kan aku main ke rumah kamu Kakak ipar?” Tanya Agam yang membuat Arya sedikit terkejut. Pria itu sempat melarang tapi Yesa juga ingin main ke rumah Kakaknya, selain rindu Arcelo dia juga rindu Melati. “Baiklah tapi aku harap kamu nggak nyari kesempatan ingin bertemu Melati.” Arya masih saja cemburu padanya. “Masih saja cemburu.” Sahut Agam sambil berbisik. ######“Inilah orang-orang yang ingin menggulingkan posisi Nona Yesa Pak.” Terlihat beberapa direktur perusahaan, dan t
Jam makan siang telah tiba Yesa dan Agam keluar untuk makan siang di restoran. “Kamu nggak papa kan Mas kalau kita makan di restoran tempat kamu kerja dulu?” Di dalam mobil Yesa menatap suaminya yang kini fokus menyetir. “Nggak papa lagian aku juga kangen tempat kerjaku dulu,” sahut Agam sembari mengelus pipi istrinya. Agam semakin terang-terangan menunjukkan rasa cintanya kepada Yesa, meskipun belum ada kata cinta terucap. Seperti biasa mereka memesan menu best seller di restoran itu. Makanan itu telah menghipnotis Yesa untuk selalu memakannya. Saat mereka asik makan netra Yesa tak sengaja melihat seorang pria yang baru saja lewat, yang mana Yesa familiar dengan pria itu tapi entah di mana dia bertemu dengannya. “Ada apa?” Agam turut menoleh melihat siapa yang diperhatikan oleh istrinya. “Pria itu.” Sambil menunjuk punggung pria tersebut.“Sepertinya aku pernah melihatnya.” Ujarnya kemudian. Yesa mengalihkan pandangannya menatap Agam. Agam terlihat gugup jelas Yesa pernah me
“Kak kita mau kemana?” Azalea merasa heran karena mobil mereka bukannya menuju ke arah kantor malah menuju ke arah lain. “Nanti kamu akan tahu sendiri sayang.” Pandangan Grey fokus ke depan.Hatinya sangat bahagia karena tidak sabar ingin menunjukkan surprise kepada istrinya. Setelah beberapa waktu berkendara akhirnya mereka masuk ke sebuah perumahan elit. Sekilas seperti kompleks emot di California Amerika. “Aku merasa seperti di Amerika,” celetuk Azalea yang membuat Grey tersenyum. Kini mereka tiba di depan sebuah rumah megah.Hunian di tengah kota namun seperti di daerah gunung. “Kak Ini rumah siapa?” Azalea kembali bertanya. Grey hanya tersenyum kemudian beberapa petugas keamanan rumah itu membukakan gerbang. Langsung Grey membawa mobilnya masuk dan berhenti tepat di depan rumah. “Arsitek rumah itu begitu kreatif sebuah rumah tapi dibikin seperti Villa.” Senyumnya merekah.“Seperti impianku Kak.” Netranya terus menatap rumah itu. Grey mengajak Azalea turun. Di depan rum
“Sayang kamu sudah tidur atau belum? “ Agam membalikkan badan menatap istrinya yang memejamkan mata.Perlahan Yesa membuka matanya menatap suami yang menatapnya. Gelengan pelan dia tunjukkan, “Aku tidak bisa tidur Mas.” jawabnya.“Sama, enaknya ngapain ya?” Gumam pria itu. Dia kembali ke posisi semula, menatap langit-langit kamarnya. Yesa hanya menggeleng, tidak ada kata yang keluar dari mulutnya. Kini mereka sama-sama menatap langit-langit, malu ingin mengutarakan keinginan masing-masing. “Kamu kenapa tidak bisa tidur Mas?” Pertanyaan Yesa mencuat “Karena….” Agam nampak menggantung ucapannya dia malu kalau harus berterserang kepada sang istri. Yesa menoleh menatap suaminya, Kenapa Agam menggantung ucapannya? padahal dia sudah berharap Agam meminta hal itu padanya. “Karena apa Mas?” tanya Yesa. “Sayang jika aku menginginkan hal itu apa kamu akan memberinya? tapi kalau kamu tidak ingin juga nggak papa.” Agam membalikkan badan malu dengan sang istri. Senyuman tersungging di b