Share

Bab 3

Penulis: Charles Fariz
Arif merasakan ada sebuah pencerahan yang mendalam dan misterius menyerbu pikirannya. Dia pun perlahan-lahan kehilangan kesadaran.

Entah berapa lama waktu telah berlalu, ketika membuka mata lagi, Arif sudah berbaring di atas tempat tidur. Dia masih berada di kamar Keluarga Lukardi. Di mana siluman wanita itu?

Arif bergumam dengan perasaan kehilangan, "Ternyata cuma mimpi ...."

Dia menatap tangannya, lalu tak dapat menahan diri dan mengepalkan tinjunya. Saat dia perlahan-lahan mengerahkan kekuatan, cahaya keemasan yang redup dan penuh daya ledak berkumpul di tinjunya!

Arif pun melebarkan matanya. Dia langsung duduk dan berseru penuh semangat, "Itu bukan mimpi! Aku benar-benar sudah dapatkan ilmu langka!"

Namun, sebelum Arif sempat memeriksa lebih lanjut, tiba-tiba terdengar teriakan nyaring dari luar.

"Melati, batas waktu pelunasan sudah dekat. Kalau kamu nggak sanggup bayar, rumah ini akan jadi milikku."

Kemudian, terdengar suara Melati yang ketakutan dan penuh permohonan. "Kak Agus, suamiku baru saja meninggal. Aku mana punya uang untuk bayar kamu. Lagian, masih ada waktu dua hari sampai waktu pelunasan."

"Jangan bicara omong kosong! Kamu juga nggak akan mampu bayar dua hari lagi. Kata orang, sudah seharusnya seorang istri bayar utang suaminya. Aku akan bawa kamu pergi sekarang. Kamu bayar saja utang itu pakai tubuhmu! Jangan khawatir, selama kamu layani aku dengan baik dan biarkan aku menidurimu beberapa tahun, utangmu akan kuanggap lunas."

Melati menjerit dan meronta, "Ah! Dasar bajingan! Lepaskan aku! Aku nggak mau pergi denganmu!"

Di dalam rumah, Arif yang mendengar suara itu langsung terkejut. Tanpa berpikir panjang, dia bangkit dan bergegas keluar dengan tampang marah.

Arif meraung, "Agus sialan! Berhenti!"

Di halaman, terdapat seorang pria kekar yang berkepala besar dan bertelinga lebar. Tingginya hampir mencapai 1,9 meter. Dia sedang menarik-narik Melati yang meronta sekuat tenaga.

Pria kekar itu bernama Agus Suwanto. Dia adalah preman bereputasi buruk yang sudah terkenal di Desa Sukasari, juga seorang rentenir. Dengan mengandalkan kekuatan brutal dan status pamannya yang merupakan kepala desa, dia pun bertindak seenaknya di Desa Sukasari. Semua orang di desa pun berusaha menghindarinya.

Melihat Arif berjalan keluar dari rumah, Agus tertegun sejenak. Kemudian, dia mendengus dingin, "Arif, aku datang untuk tagih utang! Kuperingati kamu, sebaiknya kamu jangan kepo dan ikut campur!"

Setelah itu, Agus lanjut menyeret Melati keluar.

Melati meronta dengan sekuat tenaga hingga rambutnya menjadi acak-acakan. Air mata juga tidak berhenti mengalir di wajahnya.

Menyaksikan hal ini, mata Arif dipenuhi kobaran amarah.

"Agus, cari mati kamu!" raung Arif. Kemudian, dia langsung menerjang ke arah Agus dan menendangnya.

"Bruk!"

Terdengar suara gedebuk. Agus melayang sejauh empat atau lima meter sebelum jatuh menghantam lantai dengan kuat!

Arif seketika tertegun. Dia tidak menyangka tendangannya yang pelan itu bisa membuat Agus melayang! Mungkinkah ... ini kekuatan energi spiritual? Kuat sekali!

Melati yang sudah terlepas dari cengkeram Agus segera berlari ke sisi Arif. Arif mengadang di depannya dan menghibur, "Jangan takut, Kak Melati. Tak ada seorang pun yang bisa menyentuhmu selama ada aku!"

Wajah Melati memucat karena takut. Namun, setelah melihat Arif yang tinggi dan tegap di depannya, dia pun merasa sedikit lebih tenang.

"Arif, syukurlah ada kamu. Kalau nggak, tamatlah riwayatku ...."

Agus berguling beberapa kali di lantai sebelum bangkit. Dia berseru dengan gigi terkatup, "Arif, beraninya kamu menendangku!"

Arif mencibir, "Agus, beraninya kamu menyentuh kakak iparku! Kamu seharusnya bersyukur aku cuma menendangmu!"

Agus memelototi Arif dengan penuh kebencian. Dia awalnya berniat memaksa Melati untuk tunduk, tetapi Arif tiba-tiba muncul entah dari mana. Dia sangat ingin membunuh Arif, tetapi juga tidak bertindak gegabah.

Agus telah berlatih bela diri selama beberapa tahun dan tendangan Arif tadi sangat kuat. Jika berkelahi dengan Arif, dia belum tentu bisa menang.

Setelah berpikir sejenak, Agus berujar, "Melati berutang 100 juta dan sudah gadaikan rumahnya kepadaku. Sudah sepantasnya dia bayar utang. Serahkan rumahnya atau berikan orangnya kepadaku. Aku juga nggak takut meski masalah ini dibawa ke kantor polisi!"

Seratus juta bukanlah jumlah yang kecil. Agus tidak percaya Arif bersedia terlibat dalam kerepotan ini. Selama bisa mengusir Arif, Melati akan menjadi miliknya.

Wajah Melati memucat. Dia secara refleks meraih lengan baju Arif dan berkata, "Arif, aku nggak akan pernah pakai tubuhku untuk bayar utang. Masih ada dua hari sampai waktu pelunasan. Kalau memang nggak bisa bayar, aku paling-paling akan berikan rumah ini kepadanya!"

Arif juga mengerutkan kening. Rumah beratap jerami yang bobrok ini memang tidak berharga, tetapi harga tanahnya mencapai sekitar 140-160 juta. Agus bersedia meminjamkan uang kepada kakak iparnya karena ingin mendapatkan tanah ini.

Arif berseru dengan suara berat, "Agus, aku akan gantikan kakak iparku untuk bayar utang itu!"

Tabungan Arif tidak sebanyak itu. Namun, setelah memiliki energi spiritual, dia bukan lagi petani seperti dulu. Mengumpulkan 100 juta dalam dua hari akan sulit, tetapi dia yakin mampu melakukannya!

Agus ragu sejenak, lalu menyahut dengan nada meremehkan, "Arif, keluargamu begitu miskin. Dengan jual hasil panen dari hutan selama tiga tahun, kamu baru bisa hasilkan 100 juta. Gimana kamu bisa gantikan Melati bayar utang?"

Arif menjawab dengan dingin, "Bisa atau nggak, itu urusan kami. Tapi, masih ada dua hari lagi sampai waktu pelunasannya. Kamu nggak boleh ambil alih rumah ini sebelum batas waktunya tiba!"

Agus menggertakkan gigi. Dia sebenarnya tidak ingin setuju, tetapi juga tidak ingin mengambil risiko dihajar dengan berkelahi. Lebih baik dia datang dan ambil alih rumah ini secara terang-terangan dua hari lagi. Lagi pula, pamannya adalah kepala desa. Arif tidak mungkin bisa terhindar dari membayar utang.

Agus tidak percaya Arif yang miskin ini mampu mengumpulkan 100 juta hanya dalam dua hari. Begitu mendapatkan rumah ini, dia punya banyak cara untuk membuat Melati tunduk padanya. Pada saat itu, baik tanah ini maupun Melati akan menjadi miliknya!

Setelah memikirkan hal ini, Agus mendengus dingin, "Oke, kuberi kamu waktu dua hari. Kalau kamu nggak mampu bayar utang begitu waktunya tiba, aku bukan cuma akan ambil alih rumah ini, tapi juga bawa Melati pergi!"

Seusai berbicara, Agus berbalik dan pergi.

...

Arif dan Melati masuk ke rumah, lalu Arif membantu Melati duduk di tempat tidur.

Melati berkata dengan cemas, "Arif, paling-paling, berikan saja rumah ini kepada Agus. Aku nggak bisa biarkan kamu bayar utang ini."

Melati merasa sangat tersentuh karena Arif bersedia membelanya dan mengusir Agus. Akan tetapi, dia tidak ingin membebani Arif dengan utang tersebut.

Arif membalas, "Kak Melati, kalau kamu berikan rumah ini kepada Agus, kamu dan Kiki mau tinggal di mana?"

Melati tersipu dan berbisik, "Kalau kamu menikahiku, aku dan Kiki bisa tinggal di rumahmu, 'kan?"

Melati baru saja menangis, matanya pun terlihat jernih dan indah, seolah-olah telah dicuci bersih.

Arif pun menelan ludah. ​​Melati begitu cantik, dia juga sangat tergoda. Namun, Melati adalah kakak iparnya. Dia tidak boleh bertindak sembarangan.

Ketika teringat kata-kata Seno menjelang ajal, Arif pun terdiam. Semua itu terlalu absurd dan dia tetap kurang percaya. Meskipun dia juga menyukai wanita cantik dan bahkan pernah memimpikan Melati, dia bukanlah monster.

Memikirkan hal ini, Arif pun bertanya, "Kak Melati, sebelum meninggal, Kak Seno bilang kita melakukan hal seperti itu di hari pernikahan kalian. Apa itu benar?"

Wajah Melati menjadi makin merah. Dia menunduk dan menjawab, "Arif, itu benar."

Arif pun terkejut dan mau tak mau merasa agak emosional. "Mana mungkin? Aku sudah mabuk hari itu. Meski aku ingin melakukan sesuatu, itu juga harus lewat persetujuanmu. Kalau itu benar, kenapa kamu nggak melawan?"

"Arif!" Begitu mendengar ucapan itu, Melati pun membalas dengan suara gemetar, "Omong kosong apa itu? Mana mungkin aku nggak melawan?"

Arif mengabaikan perasaan Melati dan lanjut bertanya, "Kalau kamu melawan, kenapa hal itu masih bisa terjadi?"

Melati benar-benar dibuat malu oleh pertanyaan tajam itu dan berharap dirinya bisa lenyap ditelan bumi. Namun, dia akhirnya menahan keinginan untuk kabur. Dia mengerahkan seluruh keberaniannya dan berhasil mengucapkan beberapa patah kata.

"Ma ... malam itu, aku duduk di atas tempat tidur dengan kepala tertutup kerudung. Setelah masuk, kamu mematikan lampu. Dalam keadaan mabuk ... kamu langsung ...."
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pemuda Sakti Di Tengah Desa Penuh Godaan   Bab 50

    Beberapa saat kemudian, Rania baru menutup wajah meronanya, lalu bertanya dengan terbata-bata, “Kak Arif, ngapain kamu nonton video itu?”Arif pun tersenyum. Meskipun kakak ipar mengatakan Arif telah menidurinya pada malam pengantin, tetapi Arif telah mabuk dan tidak mengingat apa pun. Seandainya benar ada kejadian seperti itu, dia juga tidak teringat apa-apa dan boleh dikatakan tidak memiliki pengalaman sama sekali.Sekarang, Rini memiliki perasaan terhadap Arif. Dia pun mesti belajar sedikit pengetahuan terlebih dahulu. Setelah Arif berhasil menaklukkan Rini, dia tidak percaya Rini tidak akan memberi tahu kenyataan pada malam pengantin abang sepupunya!“Aku cuma ingin duluan belajar untuk calon istriku nanti?”Rania menunduk. Dia mencubit-cubit jari tangannya dengan gugup, lalu berkata, “Teman sekolahku kirim banyak video kepadaku. Kalau Kak Arif ingin nonton, silakan saja.”Usai berbicara, Rania menambahkan, “Tapi Kak Arif, aku nggak nonton sama sekali. Kamu jangan salah paham ya.”

  • Pemuda Sakti Di Tengah Desa Penuh Godaan   Bab 49

    Ketika kepikiran hal ini, Arif pun tersenyum lebar.Pada saat ini, pada penduduk desa sudah mengerumuni Rania. “Rania, cepat daftarkan nama kami.”Rania sungguh merasa gembira. Ini pertama kalinya dia diperlakukan ramah oleh para penduduk desa setelah dia kembali ke desa. Dia segera mengeluarkan kertas dan pena yang sudah dipersiapkan, lalu berkata dengan suara keras, “Semuanya jangan buru-buru. Semuanya akan kebagian kok!”Lima menit kemudian, akhirnya Rania sudah menyelesaikan pendaftaran. Para penduduk desa merasa sangat puas, lalu memujinya, “Rania itu orang pertama di desa yang tamatan universitas, kerjanya cepat dan tangkas!”“Aku ingat waktu kecil dulu, Rania selalu mengekor di belakang Arif, bahkan pernah mengatakan ingin menikah dengan Arif!”“Sampai sekarang Arif belum menikah. Bagaimana kalau Rania jadi istrinya saja?”Wajah Rania spontan merona. “Paman, Bibi, aku berbaik hati membantu kalian mencari pekerjaan, kenapa kalian malah jadikan aku sebagai bahan candaan?”Suara t

  • Pemuda Sakti Di Tengah Desa Penuh Godaan   Bab 48

    Begitu ucapan itu dilontarkan, para penduduk desa juga merasa agak ragu. Mereka memang ingin mencari nafkah, tapi mereka juga ingin tetap tinggal di desa.Demi upah 40-60 ribu, mereka benar-benar tidak perlu menyinggung Wawan, apalagi ribut sampai ke pemerintahan setempat.Bahkan Rania juga mulai merasa ragu. Dia yang telah membujuk para penduduk desa untuk menekan Wawan, tapi mengenai berapa upah yang akan diberikan kepada warga, dia tidak berani mengambil keputusan, semua itu mesti menunggu penjelasan Arif.Hanya saja, Rania tetap berkata, “Paman, Bibi, kalian semua melihat Kak Arif dari kecil. Aku percaya Kak Arif nggak akan merugikan kalian!”Wawan melihat para penduduk desa yang mulai goyah. Dia pun menunjukkan senyuman puas. Dia sudah mengelola Desa Sukasari selama bertahun-tahun, apa mungkin dia tidak sanggup menghadapi bocah miskin seperti Arif dan gadis muda seperti Rania?Arif malah berani mengatakan akan membuat Wawan memohon Arif untuk menyewa rumahnya. Sepertinya Arif seda

  • Pemuda Sakti Di Tengah Desa Penuh Godaan   Bab 47

    Gambaran ajaib benar-benar terjadi. Energi spiritual berwarna keemasan itu bergabung dengan tanaman herbal dan berputar-putar di dalam ember kayu.Sekitar sepuluh menit kemudian, tanaman herbal dan energi spiritual telah bergabung, membentuk seember cairan spiritual yang berwarna transparan. Cairan itu tidak berwarna dan tidak beraroma, seperti air saja.Arif berkata dengan antusias, “Bagus sekali. Ramuan spiritual mesti diencerkan. Asalkan aku menuang cairan spiritual ke dalam sumur, nggak ada yang akan menemukan rahasia bercocok tanam jamur pinus!”Ketika kepikiran hal ini, rasa penat di hati Arif langsung menghilang. Pada saat ini, langit sudah sepenuhnya gelap. Saking gembiranya, Arif bahkan tidak bisa tidur. Dia pun duduk di atas tempat tidur, lalu memejamkan matanya untuk mulai latihan.…Keesokan paginya, Arif dibangunkan oleh suara ricuh di depan pintu rumah. Dia membuka matanya, lalu mengenakan sepatu sebelum keluar. Pada saat ini, ada belasan penduduk desa sedang berkumpul d

  • Pemuda Sakti Di Tengah Desa Penuh Godaan   Bab 46

    Arif terus menatap Rini. Napasnya juga mulai tidak karuan. Dia sedang mencari tahu jati diri Kiki. Riko yang mengetahui kenyataan malah tidak bersedia untuk memberitahunya.Namun Arif sungguh tidak menyangka bahwa Rini juga mengetahui kenyataan pada hari pernikahan abang sepupunya waktu itu!Arif sungguh merasa antusias. Sebelumnya dia mencari ke sana kemari, tetapi tidak menemukan jawabannya. Sekarang tanpa mencari, dia justru menemukan jawabannya tanpa perlu usaha sama sekali. Jika Arif tahu Rini juga mengetahui masalah itu, untuk apa dia bertanya pada Riko!“Kak Rini, masalah ini sangat penting bagi aku. Kamu mesti beri tahu aku!” Mata indah Rini berkilauan. Dia bertanya dengan bingung, “Kamu sendiri jelas dengan apa yang kamu perbuat, untuk apa tanya aku?”Arif sungguh merasa panik. “Kak Rini, waktu itu aku mabuk dan nggak ingat apa-apa lagi. Kamu cepat beri tahu aku, sebenarnya apa yang terjadi waktu itu?”Tatapan Rini kelihatan berkilauan, tetapi dia tidak segera menjawab.Arif

  • Pemuda Sakti Di Tengah Desa Penuh Godaan   Bab 45

    Tangan Sari sudah disandarkan ke atas pintu. Asalkan dia membuka pintu, dia pun dapat melihat gambaran Rini berpelukan dengan Arif.Jantung Arif berdebar kencang. Dia bahkan tidak berani bernapas dengan terlalu kencang. “Kak Rini, kamu jangan bandel lagi!”Kalau sampai kepergok oleh Sari, belum pasti Sari akan menghukum Rini, tetapi Sari pasti akan memukul Arif fan mengusirnya keluar dari rumah. Pada saat itu, Arif-lah yang akan dipermalukan.“Kenapa kamu malah takut sama dia?” Rini berusaha untuk menenangkan Arif. Kemudian, terdengar nada bicara tinggi dari luar pintu. “Ibu, aku dan Arif lagi ngomong masalah serius. Kalau kamu ikut campur, bisa jadi malah nggak akan berhasil!”Di luar pintu, Sari sungguh kelihatan galau. Dia merasa Rini dan Arif sedang melakukan hal buruk di dalam kamar. Namun setelah dipikir-pikir, ada dia yang berjaga di depan pintu, mereka berdua seharusnya tidak akan melakukan hal di luar batas. Sari sungguh berharap Rini bisa berhasil mencari tahu cara Arif menca

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status