Share

Bab 4

Penulis: Charles Fariz
Arif menatap Melati yang wajahnya memerah karena malu, lalu membayangkan kejadian itu. Tubuhnya langsung terasa panas hingga dia berkeringat.

Wajah cantik Melati sudah semerah tomat. Dia melanjutkan, "Arif, aku dan Seno bertemu lewat kencan buta. Kami nggak terlalu banyak berinteraksi sebelum menikah. Karena mengira kamu itu dia, a ... aku pun nggak melawan. Sementara itu, Seno mabuk dan tidur di kamar lain. Sampai keesokan paginya, aku baru tahu orangnya itu ... kamu!"

Seusai berbicara, Melati tak mampu menanggung rasa malu itu lagi. Dia langsung berbalik dan menutupi wajahnya dengan tangan. Bahkan ujung jarinya juga memerah.

Setelah mendengar hal itu, Arif benar-benar tercengang dan merinding. "I ... ini ...."

Arif merasa kewalahan. Sekujur tubuhnya terasa panas, sedangkan jantungnya berdebar kencang. Dia bahkan merasa darahnya seperti mengalir deras ke kepalanya. Selain malu, dia juga merasa hal ini sangat mendebarkan. Mungkinkah dia benar-benar melakukan hal sekeji itu di hari pernikahan Seno?

Arif bertanya dengan agak emosional, "Kak Melati, kamu dan Kak Seno benar-benar nggak berbohong padaku? Ini terlalu absurd!"

Melati perlahan berbalik. "Siapa yang mungkin mengarang rumor untuk mencemarkan nama baiknya sendiri? Kamu kira aku ini perempuan yang nggak tahu malu?"

"Ini ...." Arif harus mengakui bahwa kata-kata kakak iparnya memang masuk akal.

Tepat pada saat ini, Melati tiba-tiba menggulung lengan bajunya dan memperlihatkan lengannya yang putih mulus. Setelah diamati dengan lebih saksama, kulit putihnya dipenuhi bekas luka mengerikan berwarna ungu kebiruan. Selain itu, kedalaman warna memar itu sangat bervariasi, ada yang terlihat masih baru dan ada yang sudah lama.

Arif pun tercengang. "Kak Melati, ini luka apa?"

Melati menangis sedih, seolah-olah lukanya sudah dikorek. "Ini semua bekas pukulan kakak sepupumu. Karena insiden di malam pernikahan kami, dia bilang aku nggak suci lagi. Dia nggak pernah tidur denganku, tapi selalu memukuliku."

Mata Arif pun melebar dan dia tidak dapat berkata-kata untuk sesaat.

Mata Melati dipenuhi rasa sakit. "Aku sempat berpikir untuk bercerai tanpa dapatkan apa-apa, lalu pergi mencarimu. Tapi, Seno merasa malu dan nggak mau cerai. Masalahnya, dia tetap nggak bisa terima hal itu. Dalam dua tahun terakhir, aku nggak pernah hidup tenang bersamanya. Dia sering mabuk, lalu memukul dan memakiku."

Hati Arif pun bergetar. Rasa bersalah yang mendalam seketika menyelimutinya. Kakak iparnya telah mengalami kekerasan dalam rumah tangga yang berkepanjangan gara-gara dirinya. Dia ingin menghibur Melati, tetapi tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya.

Melati melanjutkan, "Kekerasan itu baru berhenti waktu Seno didiagnosis menderita kanker paru-paru. Demi kumpulkan biaya pengobatannya, aku nggak punya pilihan lain selain gadaikan rumah ini kepada Agus. Setelahnya, perceraian makin mustahil lagi."

Setelah berbicara sampai di sini, Melati tiba-tiba menggenggam tangan Arif dan menatapnya dengan mata berkaca-kaca.

"Arif, aku masih suci. Cuma kamu yang pernah menyentuhku, bahkan kakak sepupumu juga nggak pernah. Setelahnya, dia memang pernah mau menyentuhku. Tapi, aku sudah mendendam padanya karena sering dipukuli. Jadi, aku lebih pilih untuk dipukulnya daripada disentuhnya. Arif, dengarkanlah kata-katanya dan nikahi aku. Oke?"

Arif menatap tampang Melati yang terlihat memelas dan secara naluriah ingin menyetujuinya. Namun, dia segera tersadar kembali. Dia masih ragu tentang apa yang terjadi di malam pernikahan mereka. Alasannya murni hanya karena dia benar-benar tidak mengingat apa-apa. Meskipun hilang ingatan karena mabuk, situasinya juga seharusnya tidak sampai seperti ini!

Selain itu, Arif bahkan curiga bahwa Seno mungkin telah bersekongkol dengan Melati untuk menipunya. Alasannya karena dia takut tidak ada yang akan mengurus istrinya dan Kiki setelah dia meninggal!

"Kak Melati, dengan tiba-tiba punya seorang anak perempuan, aku .... Gimana kalau aku bawa Kiki pergi tes DNA ...."

"Arif! Kiki itu putri kandungmu. Apa aku harus berbohong padamu tentang hal seperti ini?" Mata Melati memerah dan dia berseru marah, "Kalau kamu nggak mau peduli sama kami, pergi saja. Kamu nggak perlu hina aku seperti ini!"

Seusai berbicara, Melati mendorong Arif keluar sambil menangis!

Blam! Pintu terbanting menutup.

Arif merasa tidak enak hati dan buru-buru menjelaskan, "Kak Melati, bukan itu maksudku ...."

Namun, Melati tidak membuka pintu, seolah-olah benar-benar patah hati.

Arif merasa agak kesal dan mau tak mau pergi. Setelah tiba di halaman, dia masih merasa sedikit tidak rela. Dia pun mengeluarkan ponselnya dan mencari informasi tentang tes DNA.

Pada detik berikutnya, Arif mengunci kembali layar ponselnya dan mengumpat, "Aturan macam apa ini! Kenapa tes DNA butuh tanda tangan kedua orang tua!"

Dinilai dari tampang marah Melati barusan, sangat jelas bahwa dia tidak akan setuju untuk melakukan tes DNA.

Arif harus mencari cara lain untuk mencari tahu faktanya. Jika tidak, dia tidak boleh bertindak macam-macam dengan kakak iparnya, apalagi asal mengakui seorang anak perempuan.

Jika Kiki memang adalah putrinya, itu berarti Melati adalah wanita yang telah melahirkan anak untuknya. Terlepas dari apa pun yang dipikirkan orang lain, Arif akan bertanggung jawab dan menikahi Melati. Dia tidak akan membiarkan ibu dan anak itu hidup menderita.

Jika Kiki bukan putrinya, Arif akan membantu Melati membayar utang. Dengan begitu, dia juga termasuk telah memenuhi kewajibannya sebagai seorang kerabat.

Setelah memikirkan hal ini, Arif bangkit dan berjalan keluar.

...

Setelah meninggalkan rumah Melati, Arif langsung pergi ke rumah sahabatnya, Riko Pratama.

Pada hari pernikahan Seno dan Melati, Riko duduk di sebelah Arif. Seingatnya, Riko yang membantunya meninggalkan meja setelah dia mabuk. Riko berkemungkinan besar tahu faktanya.

Meskipun mengumpulkan uang memang mendesak, Arif memiliki energi spiritual. Jadi, dia tidak perlu terburu-buru. Dia harus mencari tahu kebenaran tentang malam pernikahan Seno dulu.

Riko adalah seorang pria bertubuh gemuk, tetapi istrinya, Citra Sentosa, adalah salah satu dari tiga wanita tercantik di desa. Citra memiliki temperamen yang berapi-api, tetapi memiliki pinggang ramping yang memikat. Saat berjalan, goyangan pinggangnya bisa membuat para pria di desa meneteskan air liur.

Setiap kali bertemu Citra, Arif juga tidak dapat menahan diri dan meliriknya. Dia sangat menyesal karena gadis desa cantik itu bukanlah istrinya!

Arif berjalan cepat dan tiba di rumah Riko dalam hitungan menit. Saat hendak mengetuk pintu, dia mendengar suara Citra yang penuh amarah dari dalam rumah.

"Riko! Aku istrimu, tapi kamu malah suruh aku tidur dengan Arif untuk punya anak? Apa kamu itu benar-benar laki-laki?"

Ucapan itu langsung membuat Arif tercengang. Riko menyuruh Citra untuk tidur dengannya? Apakah Riko sudah gila?

Tak lama kemudian, terdengar suara getir Riko dari dalam rumah. "Sayang, kumohon. Kamu tidur saja dengannya untuk punya anak. Dia sehat dan pasti bisa memberimu putra yang sehat!"

Suara Citra terdengar makin marah. Dia meninggikan suaranya dan berseru, "Oke! Riko, kamu memang bernyali! Kalau begitu, aku akan kabulkan keinginanmu. Aku akan naik ke tempat tidur Arif sekarang juga, lalu lahirkan putranya yang sehat!"

Arif yang berdiri di depan pintu pun tiba-tiba terlonjak. Jika Citra keluar, bukankah mereka akan bertemu? Situasinya akan menjadi sangat canggung! Dia harus pergi secepat mungkin.

Sebelum Arif sempat melangkah pergi, sosok ramping seorang wanita sudah menerjang keluar dari rumah dan menabrak dadanya!

Arif pun refleks mengulurkan tangan untuk menangkap sosok itu dan menahan pinggangnya. Sentuhan lembut itu langsung membuat hatinya bergejolak.

"Ah!"

Orang dalam pelukan itu membeku sesaat sebelum buru-buru melepaskan diri dari pelukan Arif. Dia tidak lain adalah istri Riko, Citra!

Citra sudah berusia 25 tahun, tetapi kulitnya masih kencang dan seperti gadis berusia 18 tahun. Memeluknya adalah pengalaman yang tak terlupakan.

Namun, Arif sedang tidak berminat untuk menikmatinya. Apa yang baru saja didengarnya terlalu mengejutkan dan membuatnya merasa canggung. Dia tidak berani menatap Citra.

Citra juga tertegun. Kenapa Arif ada di sini? Apakah Arif mendengar percakapan mereka barusan?

Citra mengerutkan bibir, lalu bertanya dengan pura-pura tenang, "Kak Arif, kapan kamu sampai di sini?"

Arif secara refleks menyangkal, "Citra, aku nggak mendengar apa-apa!"

Namun, ucapan itu justru terkesan seperti menegaskan sesuatu yang ingin disembunyikan.

Wajah Citra sedikit memerah. Pria ini pasti sudah mendengar semuanya! Keduanya saling menatap dan udara terasa seperti sudah membeku.

Pada saat ini, Riko juga sudah berjalan keluar dari rumah. Begitu melihat Arif, dia pun tertegun sejenak. Setelahnya, matanya langsung berbinar.

"Kak Arif, buat apa kamu kemari?"
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pemuda Sakti Di Tengah Desa Penuh Godaan   Bab 50

    Beberapa saat kemudian, Rania baru menutup wajah meronanya, lalu bertanya dengan terbata-bata, “Kak Arif, ngapain kamu nonton video itu?”Arif pun tersenyum. Meskipun kakak ipar mengatakan Arif telah menidurinya pada malam pengantin, tetapi Arif telah mabuk dan tidak mengingat apa pun. Seandainya benar ada kejadian seperti itu, dia juga tidak teringat apa-apa dan boleh dikatakan tidak memiliki pengalaman sama sekali.Sekarang, Rini memiliki perasaan terhadap Arif. Dia pun mesti belajar sedikit pengetahuan terlebih dahulu. Setelah Arif berhasil menaklukkan Rini, dia tidak percaya Rini tidak akan memberi tahu kenyataan pada malam pengantin abang sepupunya!“Aku cuma ingin duluan belajar untuk calon istriku nanti?”Rania menunduk. Dia mencubit-cubit jari tangannya dengan gugup, lalu berkata, “Teman sekolahku kirim banyak video kepadaku. Kalau Kak Arif ingin nonton, silakan saja.”Usai berbicara, Rania menambahkan, “Tapi Kak Arif, aku nggak nonton sama sekali. Kamu jangan salah paham ya.”

  • Pemuda Sakti Di Tengah Desa Penuh Godaan   Bab 49

    Ketika kepikiran hal ini, Arif pun tersenyum lebar.Pada saat ini, pada penduduk desa sudah mengerumuni Rania. “Rania, cepat daftarkan nama kami.”Rania sungguh merasa gembira. Ini pertama kalinya dia diperlakukan ramah oleh para penduduk desa setelah dia kembali ke desa. Dia segera mengeluarkan kertas dan pena yang sudah dipersiapkan, lalu berkata dengan suara keras, “Semuanya jangan buru-buru. Semuanya akan kebagian kok!”Lima menit kemudian, akhirnya Rania sudah menyelesaikan pendaftaran. Para penduduk desa merasa sangat puas, lalu memujinya, “Rania itu orang pertama di desa yang tamatan universitas, kerjanya cepat dan tangkas!”“Aku ingat waktu kecil dulu, Rania selalu mengekor di belakang Arif, bahkan pernah mengatakan ingin menikah dengan Arif!”“Sampai sekarang Arif belum menikah. Bagaimana kalau Rania jadi istrinya saja?”Wajah Rania spontan merona. “Paman, Bibi, aku berbaik hati membantu kalian mencari pekerjaan, kenapa kalian malah jadikan aku sebagai bahan candaan?”Suara t

  • Pemuda Sakti Di Tengah Desa Penuh Godaan   Bab 48

    Begitu ucapan itu dilontarkan, para penduduk desa juga merasa agak ragu. Mereka memang ingin mencari nafkah, tapi mereka juga ingin tetap tinggal di desa.Demi upah 40-60 ribu, mereka benar-benar tidak perlu menyinggung Wawan, apalagi ribut sampai ke pemerintahan setempat.Bahkan Rania juga mulai merasa ragu. Dia yang telah membujuk para penduduk desa untuk menekan Wawan, tapi mengenai berapa upah yang akan diberikan kepada warga, dia tidak berani mengambil keputusan, semua itu mesti menunggu penjelasan Arif.Hanya saja, Rania tetap berkata, “Paman, Bibi, kalian semua melihat Kak Arif dari kecil. Aku percaya Kak Arif nggak akan merugikan kalian!”Wawan melihat para penduduk desa yang mulai goyah. Dia pun menunjukkan senyuman puas. Dia sudah mengelola Desa Sukasari selama bertahun-tahun, apa mungkin dia tidak sanggup menghadapi bocah miskin seperti Arif dan gadis muda seperti Rania?Arif malah berani mengatakan akan membuat Wawan memohon Arif untuk menyewa rumahnya. Sepertinya Arif seda

  • Pemuda Sakti Di Tengah Desa Penuh Godaan   Bab 47

    Gambaran ajaib benar-benar terjadi. Energi spiritual berwarna keemasan itu bergabung dengan tanaman herbal dan berputar-putar di dalam ember kayu.Sekitar sepuluh menit kemudian, tanaman herbal dan energi spiritual telah bergabung, membentuk seember cairan spiritual yang berwarna transparan. Cairan itu tidak berwarna dan tidak beraroma, seperti air saja.Arif berkata dengan antusias, “Bagus sekali. Ramuan spiritual mesti diencerkan. Asalkan aku menuang cairan spiritual ke dalam sumur, nggak ada yang akan menemukan rahasia bercocok tanam jamur pinus!”Ketika kepikiran hal ini, rasa penat di hati Arif langsung menghilang. Pada saat ini, langit sudah sepenuhnya gelap. Saking gembiranya, Arif bahkan tidak bisa tidur. Dia pun duduk di atas tempat tidur, lalu memejamkan matanya untuk mulai latihan.…Keesokan paginya, Arif dibangunkan oleh suara ricuh di depan pintu rumah. Dia membuka matanya, lalu mengenakan sepatu sebelum keluar. Pada saat ini, ada belasan penduduk desa sedang berkumpul d

  • Pemuda Sakti Di Tengah Desa Penuh Godaan   Bab 46

    Arif terus menatap Rini. Napasnya juga mulai tidak karuan. Dia sedang mencari tahu jati diri Kiki. Riko yang mengetahui kenyataan malah tidak bersedia untuk memberitahunya.Namun Arif sungguh tidak menyangka bahwa Rini juga mengetahui kenyataan pada hari pernikahan abang sepupunya waktu itu!Arif sungguh merasa antusias. Sebelumnya dia mencari ke sana kemari, tetapi tidak menemukan jawabannya. Sekarang tanpa mencari, dia justru menemukan jawabannya tanpa perlu usaha sama sekali. Jika Arif tahu Rini juga mengetahui masalah itu, untuk apa dia bertanya pada Riko!“Kak Rini, masalah ini sangat penting bagi aku. Kamu mesti beri tahu aku!” Mata indah Rini berkilauan. Dia bertanya dengan bingung, “Kamu sendiri jelas dengan apa yang kamu perbuat, untuk apa tanya aku?”Arif sungguh merasa panik. “Kak Rini, waktu itu aku mabuk dan nggak ingat apa-apa lagi. Kamu cepat beri tahu aku, sebenarnya apa yang terjadi waktu itu?”Tatapan Rini kelihatan berkilauan, tetapi dia tidak segera menjawab.Arif

  • Pemuda Sakti Di Tengah Desa Penuh Godaan   Bab 45

    Tangan Sari sudah disandarkan ke atas pintu. Asalkan dia membuka pintu, dia pun dapat melihat gambaran Rini berpelukan dengan Arif.Jantung Arif berdebar kencang. Dia bahkan tidak berani bernapas dengan terlalu kencang. “Kak Rini, kamu jangan bandel lagi!”Kalau sampai kepergok oleh Sari, belum pasti Sari akan menghukum Rini, tetapi Sari pasti akan memukul Arif fan mengusirnya keluar dari rumah. Pada saat itu, Arif-lah yang akan dipermalukan.“Kenapa kamu malah takut sama dia?” Rini berusaha untuk menenangkan Arif. Kemudian, terdengar nada bicara tinggi dari luar pintu. “Ibu, aku dan Arif lagi ngomong masalah serius. Kalau kamu ikut campur, bisa jadi malah nggak akan berhasil!”Di luar pintu, Sari sungguh kelihatan galau. Dia merasa Rini dan Arif sedang melakukan hal buruk di dalam kamar. Namun setelah dipikir-pikir, ada dia yang berjaga di depan pintu, mereka berdua seharusnya tidak akan melakukan hal di luar batas. Sari sungguh berharap Rini bisa berhasil mencari tahu cara Arif menca

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status